Kelopak mata milik gadis berusia 15 tahun itu perlahan-lahan terbuka, menampakan objek buram yang membuatnya kembali mengatupkan kelopak mata yang memiliki bulu lentik itu.
Ia kembali membuka perlahan matanya dan merasakan pancaran sinar mentari masuk menusuk penglihatannya, membuat ia mengerjap-ngerjapkan mata berkali-kali.
Veo. Gadis itu memaksakan diri untuk bangun dan terduduk di tempat. Tangannya memijit-mijit pelipis yang terasa benar-benar pening. Rasanya ia ditimpa beban beribu-ribu kilo beratnya.
"Ugh," mata Veo yang masih layu itu langsung menangkap penampakan jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah sembilan. Membuatnya terperanjat dengan mulut menganga lebar. "WHAT THE FUCK?! G-gue, gue telat, njir!"
Langsung saja Veo bangkit dari tempat tidur setelah sebelumnya menyibak selimut, berlari ke arah dimana biasanya kamar mandi di kamarnya berada. Namun, setelah ia berhenti berlari, ada yang aneh dipikirannya.
"Kamar mandi gue kok hilang?" Veo menggaruk-garuk tengkuknya, yang ada di depan mata hanyalah meja kerja berisikan laptop dan ditemani rak-rak buku.
Veo melotot. Ia kenal tempat ini. Kepalanya langsung menengok kanan dan kiri memastikan apa yang ada di pikirannya tidak benar adanya.
"Lo ngapain clingak-clinguk disana kayak kambing conge?"
Suara itu makin memperkuat dugaan Veo. Seketika jantungnya berdetak tak karuan. Otomatis Veo membalik badannya dengan cepat, melihat si pemilik suara yang tadi meledeknya.
"Nyawa lo belum kekumpul, makanya jadi linglung." Vero. Ya, lelaki itu kini tengah mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Pinggang hingga pahanya tertutup handuk berwarna abu. Sedangkan sisanya, tak terbalut apapun ditambah masih ada sisa-sisa air menempel di kulit eksotisnya itu.
Aroma maskulin kembali menyeruak menyerbu hidung Veo yang tengah mematung.
Ya, Vero baru saja keluar dari kamar mandi yang tadi menjadi tujuan Veo.
"Ngapain lo bengong?"
Veo masih tak menyahut. Ia bahkan tidak berteriak seperti kebanyakan perempuan di sinetron atau novel jika melihat lawan jenisnya shirtless. Veo hanya terdiam.
Menikmati.
Tubuh Vero benar-benar sempurna.
Vero yang dari tadi merasa diperhatikan langsung melempar wajah Veo dengan handuk putih yang tadi ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya. Salah satu alisnya naik dan matanya menatap Veo penuh intimidasi.
"Hei, anak kecil! Masih pagi dan lo udah terangsang, ya?"
Masih belum ada respon. Membuat Vero tak ambil pusing dan mulai membuka lemari, membelakangi Veo. Sampai beberapa menit kemudian Vero merasakan punggungnya di tendang dari belakang.
"Jangan ngawur kalo ngomong!" Dan ternyata itu Veo. "Kenapa lo gak bangunin gue, hah? Gue telat sekolah gara-gara lo sekap gue di kamar terkutuk lo ini!"
Vero yang masih syok mendapat tendangan maut itu hanya bisa membalik badan dengan wajah memerah. Emosi sudah sampai di ubun-ubun dengan selamat.
"Eh, kalo gue dapet alfa, lo harus tanggung jaw--"
Tangan Vero langsung dengan spontan menarik tubuh mungil Veo dan membuatnya mendekap dalam cengkraman tangannya.
Tubuh Veo membelakangi Vero, dengan posisi; tangan kekar Vero mencekek leher Veo dan tangan satunya yang bebas sudah berada tepat di udara.
"Lo macem-macem sama gue ya, adik kecil." Vero menyeringai. "Lo belum tau jurus andalan gue, ya."
Mata Veo mebelalak. Ia tidak tahu akan seperti ini jadinya jika Veo menendang punggung Vero yang menyebalkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LilSist
Romance"Gak usah bayar hutang. Cukup jadi adik gue, hutang lo lunas." -------- Veonica Anastasya Putri. Anak dari seorang pengusaha kaya dan selalu menjadi putri cantik dengan kekayaan melimpah, harus mendapat musibah yang benar-benar mengejutkan ketika us...