ISTANA

122 3 0
                                    

Ciklik. Terdengar bunyi pintu utama terbuka. (Sepertinya Doni sudah sampai.) Aku lansung berlari dengan girang dari kamar kesumber suara.

"Hm. Sepertinya kamu sudah sampai." Ujarku seperti orang sedang kesel sambil mengangkat sedikit kepalaku.

"Sepertinya Nona baru siap mandi." Ujarnya sambil melihatku.

"Tentu. Aku harus selalu kelihatan cantik dalam keadaan apapun." Balasku dengan sinis.

"Benarkah? Sepertinya darah lebih mengalahkan penampilan nona." Ujar Doni dengan sedikit mengejek kejadian tadi.

"Ka-kamu...Ja-jangan bahas tentang itu." Tiba-tiba saja aku berteriak dan malu atas kejadian itu. Setelah difikir-fikir benar juga perkataan Doni. Aku tidak bisa menolak pesona sebuah darah. Oleh karena itulah aku di segel di kastil ini.

"Nona, apakah anda mau secangkir teh?" Ujar Doni dengan senyumannya.

"Hmm." Jiiiiiii. Aku lansung menatap tajam pada leher si cowok pelayan itu.

"A-ada apa non?" Sepertinya dia terganggu dengan tatapanku.

"Hehehe. Karna kamu sudah membuat sarapanku kabur. Bolehkan aku mencicipi darahmu?" Tanyaku sambil cengengesan.

"Baiklah non. Saya sebagai pelayan dengan senang hati akan melayani anda." Ujar Doni dan lansung duduk dikursi yang berada didekatnya.

"Yeeee." aku lansung berlari kearahnya dan duduk dipangkuannya. "Hmmm aromamu yang terbaik." Doni memiliki aroma yang membuat keberadaanku tidak diketahui oleh manusia. Tanpa membuang-buang waktu, aku lansung mendekap tubuhnya sambil menjilat-jilat lehernya. Elm. Elm. Elm. (Enak.)

"Nona, sepertinya anda mengetahui sesuatu dengan manusia tadi." Ujar si pelayan itu sambil mengelus kepalaku.

"Tidak." Jawabku tanpa memberhentikan jilatanku.

"Benarkah? Kayaknya anda tahu siapa dia. Nggak mungkin anda melupakan penampilan anda kalau anda tidak tahu tentang darah pemuda itu." Ujarnya seperti ingin menyampaikan sesuatu. "Mmm." Doni lansung terdiam sambil menahan sedikit nyeri karena aku telah mulai menancapkan taringku. Walaupun dia menahan rasa sakit itu, tapi dia tetap membelai rambutku dengan lembut.

"Hmm aku mau leher sebelahnya." Ujarku setelah selesai di leher sebelah kanan.

"Ya non." Doni lansung menoleh kekanan.

"Hai. Apakah kita akan tetap dipenjara ini smpai kiamat datang?" Tanyaku sambil menjilat leher sebelah kirinya.

"Kenapa nona bicara seperti itu?" Ujarnya yang sedari tadi selalu mengelus kepalaku.

"Tidak bisakah kita keluar untuk menghirup udara yang berbeda?" Tanyaku dengan lembut dan menghentikatn jilatanku padanya.

"Tidak." Singkat si cowok yang berada didepanku itu. "Sakit." Terdengar sedikit jeritan darinya. Aku memeluknya semakin erat dan sengaja menggigitnya dengan kasar karena aku sangat kesal dengan jawabannya. "Sakiiit." Sedikit teriakan kembali terdengar ditelingaku. Aku semakin ingin menyakitinya dan semakin ingin meminum darah si cowok itu.

"Pokoknya aku ingin keluar. Jangan temui aku kalau kamu tidak mengizinkan aku keluar. Dasar cowok cantik." Aku lansung menjauhinya dengan sangat kesal. Aku berlari sangat kencang kearah kamar dan menguci pintunya.

"Nona, buka pintunya sebentar. Jangan marah seperti itu." Doni menggedor pintu kamarku sambil membujukku untuk membukakan pintunya.

"Nggak mau. Aku nggak akan keluar kamar kalau kamu tetap tidak mengizinkanku untuk keluar dari istana ini." Teriakku dengan keras.

"Hmmm baiklah kalau tidak ingin membukakan pintu kamarnya. Berarti saya juga akan membatalkan untuk membuat kue dan membeli coklat untuk anda." Doni lansung meninggalkan pintu kamarku.

"Hm. Dasar cowok cantik. Kenapa dia memiliki kulit yang halus dan rambut yang lembut? Aku tidak akan tergoda dengan makanan yang manis dan coklatnya. Liat aja, kamu tidak akan menang melawan jurusku. Hihihi." Gumamku sambil bertingkah sedikit menyeramkan.

(Hmmm huufffttt. hari masih pagi. Lebih baik aku tidur saja.) Ujarku sambil melihat keluar jendela. (Liat saja aku tidak akan bangun kalau kamu tidak berubah pikian. Tapi, coklatnya gimana? Hiks. Hiks. Hiks. Lupakan coklat dan aku tidur aja.) Dengan optimis sambil menatap tajam kearah pintu, kalau Doni akan menyerah. Sambil senyum-senyum sendiri dan mengkhayalkan kemenanganku, aku tutup semua jendela dan gorden yang berada dikamarku agar ruangan menjadi gelap. Dengan perasaan yang bahagia, aku lansung berbaring di kasurku yang berwarna pink dan tidak lupa untuk menarik dan memakai selimut pinkku.

VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang