Pagi ini aku telah bangun lebih pagi dari biasa. Tanpa diperintah oleh si kepala pelayan, aku segera siap-siap untuk berangkat sekolah. Aku hari ini akan memulai masa sekolahku. Aku sangat merindukan untuk keluar dari kastil ini. Aku mengambil pakaian yang telah disediakan oleh para pelayan. Aku dengan bahagia membuka baju berwarna putih abu-abu itu.
"Oh god. Apa-apaan dengan baju ini?" Aku sangat terheran-heran dengan modelnya. "PELAYAAANN." Aku berteriak jengkel.
"Iya nona." Mereka berlarian mendatangiku.
"Apa-apaan dengan baju ini? Mana baju sekolahku?" Tanyaku tak percaya.
"Itu seragam anda nona." Ujar seorang pelayan sambil menunduk takut.
"Seragam apaan itu. Panggil Doni kesini!" Ujarku dan memakai baju sehari-hariku. Mereka lansung berlari keluar kamar dan meninggalkanku sendiri yang tengah melihat-lihat seragam itu.
"Ada apa nona? Kok belum siap-siap?" Beberapa menit kemudian Doni datang dan mengagetkanku yang sedang melihat-lihat baju seragam itu. Aku masih mencari-cari dan berharap kalau baju itu bukan seragam 6sekolahku.
"Doni, apakah kamu tidak salah memberi aku baju seperti itu?" Tanyaku sambil menunjuk seragan yang berada di tangan kananku.
"Itu benar seragamnya nona. Apakah ada yang rusak nona?" Tanya si pelayan dengan santai.
"Rusak? Apa kamu tidak lihat seragamnya seperti apa?" Tanyaku dengan kesal.
"Maaf nona. Berikan kepada saya, saya akan memeriksanya." Ujarnya dengan sopan. "Seragamnya tidak rusak nona. Nona sudah bisa memakainya" Ujar si pelayan sambil tersenyum polos.
"Aku tidak ingin memakai pakaian serba kekurangan bahan begitu. Buatkan aku seragan sekolah seperti baju ini!" Pakaian yang berada pada tanganku saat ini benar-benar baju tidak layak pakai bagiku. Baju itu memiliki rok yang tingginya 10cm diatas lutut. Sedangkan bajunya berlengan pendek. Semua itu sangat bertolak belakang dengan bajuku yang serba tertutup.
Sehari-hari aku biasanya memakai baju kayak seorang ratu dari kerajaan dongeng. Rok kembang menyapu lantai. Baju ketat pake lontorso dan tidak lupa juga berlengan panjang. Itu semua membuatku sangat cantik dan seperti putri.
"Nona, kita tidak bisa membuat baju terserah kita."Ujar si pelayan dengan sopan. Dia berdiri tegap di pintu kamarku dan kedua tangannya saling menggenggam satu sama lain yang berada didepan badannya. "Kalau nona tidak ingin memakai baju itu, kita bisa membatalkan rencana nona untuk keluar." Dia mengeluarkan senyuman iblisnya yang membuat aku sangat jengkel.
"Kamu benar-benar bisa membuatku tidak bisa keluar. Hm." sinisku. Tanpa memikirkan baju yang tidak sesuai dengan styleku, aku memakai dan membuka baju yang aku kenakan. "Apakah kamu akan tetap melihatku sampai telanjang disini?" Aku sangat heran melihat pelayanku satu ini yang tidak keluar dari kamarku.
Si pelayan tetap saja tidak memberi respon terhadap perkataanku. Aku segera memberhentikan aktifitasku untuk membuka pakaianku lebih lanjut. "Doni, apakah kau tidak mendengarku?" Aku memanggilnya dengan sedikit berteriak.
"Maaf nona atas kelancangannya. Maaf nona." Dia menundukkan badannya berkali-kali sebagai tanda penyesalannya.
"Jangan pernah lakukan hal itu lagi. Keluar sekarang." Dia lansung keluar dengan cepat dan memanggil pelayan lain untuk membantuku bersiap-siap.
***
Setelah bersiap-siap, aku lansung keluar kamar dan menuju lantai dasar. Aku melihat Doni yang berdiri didepan pintu. Dia sangat ganteng dan cocok memakai seragam itu. Ini pertama kalinya aku melihat dia memakai pakaian selain pakaian seorang pelayan.
"Doni, pakaian itu sangat cocok untukmu." Aku menghampirinya sambil melihat dan meneliti penampilannya. Dia lagi-lagi diam dan memperhatikanku. Pandangan dia itu membuat aku sangat risih. Dia melihatku saakan-akan memikirkan sesuatu dan menahan sesuatu.
"Doni, lagi-lagi kamu melakukan hal itu. Apakah baju ini sangat tidak cocok denganku?" Aku menarik-narik rok dan bajuku berharap rok dan baju itu menjadi panjang.
"Nona, anda sangat cantik." Ujar dia yang terkagum-kagum.
"Kamu baru nyadar kalau kecantikan vampir itu tidak bisa dipungkiri." Ujarku dengan mengangkat kepalaku.
"Sekarang nona sangat terlihat dewasa dan cantik. Biasanya nona hanya seperti anak kecil." Ujarnya dengan serius.
"Masa seperti anak kecil. Umurku tidak pantas lagi dibilang anak kecil. Kamu jahat sekali." Aku kesal dan memanyunkan bibirku beberapa cm.
"Kan. Umur nona memang terbilang tua untuk umur manusia, tapi tingkah laku nona terbilang anak-anak dan manja. Hahaha." Dia menggodaku dan mengusap puncak kepala. Hal itu yang selalu aku suka darinya yang memanjakanku. Setiap dia melakukan itu kepadaku, aku hanya bisa terdiam dan merasakan kelembutan dari tangan besarnya itu.
"Isshhh DION, kau buat rambutku berantakan." Ujarku.
"Iya. Mari saya rapiin." Ujarnya dan merapikan rambutku.
"Kita mau pakai apa pergi nanti?" Ujarku disela-sela Dion merapikan rambutku.
"Yoosshh selesai. Kita akan pergi pakai mobil. Saya sudah membelinya beberapa hari lalu." Ujarnya sambil memberikan peralatan makeup pada para pelayan yang sudah sedari tapi berdiri bersamanya.
Disamping Doni bekerja sebagai kepala pelayan, dia juga bekerja sebagai meneger. Karena aku tidak diperbolehkan keluar dari kastil ini tanpa cowok cantik itu, jadi dialah yang menghendel semuanya. Kalau menurutku, dia adalah sesosok yang paling setia. Tapi walaupun demikian, aku juga sangat takut dia akan menghianati kepercayaan yang mulai aku bangun untuknya.
"Mobil? Aku rasa itu ide yang bagus." Aku melewatinya dan berjalan menuju halaman utama. "Waaahhhh. Mobil yang cantik. Aku yang akan mengendarainya." Aku mengelilingi mobil itu dengan terkagum-kagum. Aku berhenti tepat pada pintu supir.
"Tidak nona. Aku yang akan mengendarainya. Nona duduk di bangku penumpang." Dia membukakan pintu penumpang disebelah supir. Mobil ini adalah mobil sport merah, jadi cuma satu pintu penumpang dan juga penumpangnya.
"Aku tidak ingin." tolakku. Entah kenapa aku sangat ingin mengendarainya. Walaupun aku belum pernah mengendarai sesuatu dan selalu menjadi penumpang.
"Tidak nona. Nona belum belajar mengendarainya." Bantah si pelayan.
"Tidak, pokoknya kamu yang jadi penumpang." Ujarku tak mau kalah. "Kamu meragukanku?" Ujarku.
Merasa aku tidak akan menang untuk kali ini berdebat dengan si pelayan itu, aku berinisiatif untuk membuka pintu mobil itu. Aku sangat bingung dengan benda yang berada didepanku ini. Tidak ada sesuatu alat untuk membukakan pintu ini. (Apakah harus dibuat terlebih dahulu?) Fikirku.
"Nona, jangan berfikir untuk menghancurkan pintunya." Si pelayan berjalan mendekatiku setelah menutup pintu penumpang. KRREEEEKKK. Sebelum dia mencapai sebelah sisi kanan mobil, terdengan suara keras.
"Aku tidak suka mobil ini. Besok beli yang seperti ini. Kita batalkan untuk berangkat sekolah hari ini." Setelah merusak pintu dan mencopotnya. Aku meletakannya di atas lantai terdekat. Karena malu, aku lansung meninggalkan semua orang yang terbengong-bengong melihat mobil baru yang telah rusak itu. (Aku harus segera pergi, sebelum cowok cantik itu mengancamku.) Aku berlari cepat kearah kamar dan menguncinya.
