Tok. Tok. Tok. Terdengar ketukan pintu yang sangat keras dari luar. Aku langsung menyadari kalau itu ketukan dari pelayanku. Pelayan yang membuat aku harus menahan hasratku akan darah. Aku lansung bangkit dari tidur, agar si pria cantik itu mau mengabulkan permintaanku. (Lihat saja dia pasti akan menyesal telah berbuat seperti ini dengan diriku.) Aku terus menyeringai membayangkan apa yang akan terjadi. (Tapi, tunggu dulu sudah berapa lama aku tidur? Kalau dia menanyakan hal itu bagaimana?) aku lansung berdiri dan berjalan mondar-mandir mencari jawaban. Lamunanku lansung terhenti mendengan ketukan pintu yang semakin keras.
"Nona. Apakah kau baik-baik saja?" Ujar seseorang yang berada diluar pintu.
(Oh my god. Bagaimana ini? Aku belum tahu jawabannya.) Aku semakin panik dan memutuskan membukakan pintu untuk menghilangkan kecuriga lebih lanjut.
"Kenapa?" Jawabku sinis.
"Nona. Kamu tidak apa-apa? Apakah kamu sakit? Apakah tidurmu nyenyak? Aku sangat khawatir, soalnya kamu tidak menemui saya pada bulan purnama tadi malam." Ujar si pelayan sambil merangkul dan juga memutar-mutar tubuhku untuk melihat apakah ada sesuatu yang aneh.(Ternyata rencanaku lancar. Hihihi) aku menyeringai kembali. Aku sangat merasakan kepuasan. (Tidak salah aku berniat untuk tidur. Soalnya setiap perkataanku akan menjadi hal mutlak bagiku. Contohnya saja aku tidak akan bangun kalau si pelayan egois ini tidak akan mengalah walaupun itu bulan purnama. Dan aku selalu tidur sampai dia mau mengalah. Cii hhuuuiiii. Aku menang. Tunggu dulu, bulan purnama?) Memandang heran pada si pelan yang masih melihat-lihat keadaanku. (Haaahhh. Aku telah tertidur selama tiga minggu. Oh jangan. Aku tidak mau ini terjadi.) Aku lansung berlari melihat kaca apa yang terjadi ditubuhku. (Oh no. Sayapku terus mengembang, taringku terus panjang dan.... dan mataku sangat merah. Mata yang sangat haus darah.)
Aku terus-terusan melihat keadaanku yang sangat haus akan darah. Itu sebuah akibat kalau aku tidak mengkonsumsi darah dimalam bulan purnama. "Hmmm bau darah. Aku ingin seluruh darahmu. Kamu yang terlezat." Tanpa sadar aku mengucapkan dan melihat pada si pelayan yang menggedor pintuku dengan keras tadi.
"Nona. Sadar nona." Si pelayan mulai melangkah mundur. Dia selalu berteriak agar aku sadar akan tingkahku. Tapi keinginanku akan darah sangat tidak terkendalikan. Aku berlari seperti singa menemukan mangsa kearahnya.
"Nona maafkan aku." Dia dengan segera melangkah keluar dari kamarku.
"AAAAHHHHH. Brengsek. Apa yang kaulakukan?" Aku lansung terlemper kebelakang saat akan keluar dari kamar. "BRENGSEK. Jangan main-main denganku. AAAAAAAA." Aku lansung murka melihat pelayan itu. Dia sangat lincah memasang penghalang agar aku tidak keluar dari kamar ini. Dia adalah orang satu-satunya yang mengawasiku agar aku tidak keluar dalam keadaan seperti ini dan membahayan semua makhluk hidup yang berada didekatku.
"Maaf nona. Bersabarlah untuk satu hari sampai kondisi nona tenang." Ujarnya dengan muka datar. Dia sebari membungkukan badannya dan pergi meninggalkanku.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Aku mau darah." Aku sangat berusaha untuk keluar dari kamar ini. Tapi penghalang sialan itu sangat menolakku untuk aku lalui.
Tiba-tiba saja aku merasa pusing dan badanku terasa melayang. Hasratku akan darah semakin memudar beriringi dengan bertambah hilangnya kesadaranku. Dan akhirnya aku tidak bisa melawan mataku untuk menutup.
****
Ciiit. Ciit. Ciiit. Terdengar kicauan burung dari luar jendelaku. Kicauan itu menandakan kalau hari sudah beranjak pagi. Matahari dengan malu-malu menyinari kamarku melalui sela-sela tirai yang berwarna merah hati itu.
"Hmmm. Badanku terasa sakit-sakit semua." Aku membuka mataku dengan pelan agar tidak terlalu silau.
Kruuukk. Kruuukkk. Kruuukk. Terdengar suara perutku yang telah mengebel. "Hmmm lapar. Sudah berapa lama aku belum makan ya?" Aku lansung duduk dan mengendus-ngendus untuk mencari makanan yang ada didekatku. "Seingatku Doni berkunjung kekamarku. Daaaan arrggghh. Aku tidak ingat setelah itu. Apakah dia menyetujui rencanaku? Tidak mungkin dia tidak menyetujuinya kalau dia datang." Aku berusaha untuk mengingat apa yang terjadi. "Hmm aku tidak ingat." Aku dengan hati-hati menuruni kasurku berjalan kekamar mandi untuk membersihkan diri. (Lebih baik aku berendam dulu untuk menghilangkan pusingku.)
****
Setelah aku selesai mengenakan pakaianku, cacing-cacing dalam perutku kembali berdemo. (Sepertinya mereka sangat menyusahkan. Kenapa aku tidak ada bau darah segar didaerah ini?) aku kembali mempertajam penciumanku.
Aku berjalan menuju ruang makan dan melihat segelas darah didalam gelas dan berbagai macam coklat. Aku menghilang dan kemudian duduk tepat didepan semua menu.
"Menu yang sangat istimewa. Sangat lezat." Gumamku dengan bahagia. Tanpa sadar air liurku telah keluar sedari tadi. Aku lansung mengambil semuanya dan memakannya seperti orang tidak pernah makan satu tahun.
"Nona, bagaimana menu untuk sarapan hari ini?" Pertanyaan dari seseorang itu tidak memberhentikan untuk menghabiskan semuanya. Dia hanya setia berdiri disampingku dan menungguku selesai.
"Hmm lezat." Aku mengelus perutku dan menyandarkan diri kesandaran kursi yag sedang aku duduki. Semua makanan yang telah disediakan telah hilang dalam sekejab dan meninggalkan piring tanpa jejak makanan.
"Nona. Lihat pada saya." Ujarnya. Aku lansung melihat padanya tanpa ada perlawanan. "Nona, kalau makan itu jangat terlalu tergesah-gesar seperti itu." ujarnya sambil membersihkan cimpratan coklat dan darah yang berada dimukaku.
"Hm aku bisa melakukannya." Aku lansung mengambil lap putih bersih yang berada didepanku. Aku kembali menghadap kedepan dan mulai membersihkan sebisaku.
"Nona, lihatlah dicermin apa yang nona lakukan. Muka nona semakin kotor. Biarkan saya yang melakukannya." Ujarnya. Dia meletakan tangannya di daguku dan menghadapkan mukaku kearahanya.
"Kamu tadi kemana?" Tanyaku pada si pelayan itu sambil memejamkan mata.
"Aku tadi keluar untuk mengurus sekolah nona." Ujarnya sambil mengelap mukaku dengan handuk yang sedikit lembab.
"Benarkan? Kapan kita akan mulai sekolah?" Tanyaku dangan girang.
"Besok. Nona akan berada dikelas 1 SMA dan aku akan berada di kelas 2." Ujarnya dan melepaskan sentuhannya.
"Keren, aku menyukainya. Hihihi." Aku kembali membuat senyuman yang sedikit mengerikan. Aku sangat menantikan untuk keluar dari kastil ini. Aku sangat bosan berada disini dalam waktu yang sangat lama.
"Tapi dengan syarat, nona akan bersama saya dimana pun dan kapan pun kecuali sedang proses belajar." Ujarnya sambil membersihkan semua yang ada didepan kami.
"HHAAAAAAHHH. Mana bisa seperti itu." aku lansung menolak dan memanyunkan bibirku seperti bebek.
"Kalau nona tidak mau, kita tidak akan pernah keluar dari tempat ini." Doni menghentikan kegiatannya dan melihat kearahku. Dia memeluk pinggangku dan mengangkat tubuhku hingga sejajar dengannya. Dia menyentuh pundakku dan medorong kepalaku dengan lembut hingga bibirku menyentuh bibirnya. Dia lansung mengisap bibirku berlahan secara bergantian.
"Baiklah." Aku hanya mengatakan itu setelah Doni selesai menciumku. "TAPI KAMU JANGAN SEENAKNYA MEMPERKUAT KONTRAK KITA SEBELUM ADA IZIN DARIKU." Teriakku pada Si pelayan itu yang sedang menuju dapur. Aku sangat ingin untuk memutus kontrak dengannya. Kalau tidak memutus kontrak dengannya, bisa-bisa aku tidak akan pernah bebas lagi.
"Ya ya ya ya. Nanti aku akan meminta izin terlebih dahulu sebelum menciumimu. Hahahah." Ujarnya sambil menggodaku.
(Hmm harus lebih waspada lagi. Dia tidak akan pernah lagi bisa menciumiku. Aku harus bebas. Hahahah.) Pemikiran busukku kembali terlintas dibenakku.