3
"Om Ada Jorah nggak?"
Pertanyaan Lana itu langsung membuat Ayah menengokkan kepalanya dari balik rak buku besar, ia menatapku dengan senyuman kecil sebelum kembali berbicara dengan Lana.
"Ada banyak, mau berapa? Makan disini atau dibawa pulang?"
Jawaban nyeleneh Ayah seketika membuat tawa Lana pecah, ia langsung menghampiriku yang sedang menonton tivi diruang tamu-masih dengan sisa-sisa tawanya.
Entah ini sudah keberapa kalinya Ayah bersin, yang pasti hal itu membuat Lana kaget. Ia akan menatapku penuh kesal saat aku terkekeh pelan karena melihat ekspresi kagetnya.
Ayah memang sering begadang beberapa hari terakhir, mungkin pekerjaan dikantornya sedang banyak, aku juga kurang begitu tahu. Tapi melihat gunungan tissue ditempat sampah jelas membuatku jadi risih sendiri.
"Minum obat yah." Ujar Ibu sembari mengangsurkan segelas teh hangat.
Dengan cepat Ayah meraih gelas itu. Aku paham betul senyuman Ayah yang satu ini, ia akan mulai lagi. Si raja drama itu.
"Kamu ingin aku sembuh?" Ayah tersenyum hangat.
Tanpa menunggu jawaban Ibupun aku sudah tahu kalimat apa yang akan keluar dari mulut Ibu selanjutnya. Mereka sering sekali melakukan percakapan ini dengan dialog yang persis sama sampai aku hafal diluar kepala.
Kumanyunkan bibirku dan menatap Lana dengan tatapan muak, sementara ia menutup kedua mulutnya menahan tawa.
"Aku ingin kamu bahagia." Jawab Ibu tenang.
Tawa Lana seketika meledak saat ia melihatku dengan sukses membeo ucapan Ibu itu dengan ekspresi paling menjijikkan yang bisa kubayangkan.
"Ketawanya Lana enak ya." Seru Ayah tiba-tiba.
"Enak gimana om?" Tanya Lana masih cekikikan.
"Iya enak, yang nggak enak Om sama Tante, diketawain kamu soalnya."
Bukannya merasa bersalah, tawa Lana malah makin keras. Ia memang tergolong orang yang gampang tertawa, kadang aku khawatir jika Lana berbicara terlalu lama dengan Ayah. Bisa-bisa ia akan terlihat seperti anjing laut idiot.
Aku dan Lana sudah lama bertetangga, jujur, aku lupa jika ditanya kapan tepatnya aku mengenal Lana, mungkin jawaban yang paling tepat adalah sejak kami lahir. Ia gadis manis dengan pipi tembam yang bisa membuat siapa saja menjadi gemas.
Penampilan fisik Lana sebenarnya biasa saja-harus kuakui Mili jauh lebih cantik dari Lana. Tapi ia selalu bisa membuatku melupakan hal yang lain setiap aku menghabiskan waktu dengannya.
Aku tidak tahu jika aku mencintainya, kurasa masih terlalu dini bagi kami untuk mencampur adukkan pertemanan dengan masalah itu.
"Jo, ini buku siapa?"
Perhatianku langsung tertuju pada buku yang dipegang Lana, terakhir kali kuingat, sengaja kujejalkan buku itu dalam-dalam dikotak berisi kain perca. Bagaimana ia bisa menemukan Jurnal milik Anwil itu?
Aku belum menyentuhnya sejak tiga hari yang lalu, rasa bersalah itu masih belum hilang sama sekali dan aku enggan mengulanginya lagi.
"Buku pinjem, punya temen aku." Jawabku cepat.
"Aku baca yaa."
Ini gawat, Lana mungkin saja terlihat seperti tidak bisa menyakiti nyamuk, tapi sebenarnya ia adalah gadis yang memiliki kemauan sangat kuat.Ia akan melakukan apa saja, benar-benar apa saja untuk mencapai keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Journal of Gay
Teen Fiction"Aku Gay, mereka bilang aku bencana nasional." Itulah kalimat pembuka singkat dari sebuah Jurnal yang Jorah temukan tanpa sengaja. Jurnal pribadi yang ditulis langsung oleh seorang pria bernama Anwil tentang kehidupannya sebagai Gay dilingkungan ya...