Chapter 3

81 15 3
                                    

   Bel istirahat baru saja berbunyi, semua murid SMA Garuda berhamburan keluar kelas menuju kantin dan segera memanjakan cacing-cacing perutnya yang sudah ramai berteriak 'makan makan makan' 'woi laper anjer'

   Sama halnya dengan Vinza dan Azra--teman sekelas dan sebangku dengan Vinza, Kedua gadis cantik itu sudah berada di depan pintu kantin. Mereka berhenti sejenak, memperhatikan keadaan kantin yang begitu penuh dan sesak.

   Azra mendengus malas, "Rame banget, jadimales."

   Vinza mengangguk tanda setuju, "Mau lanjut apa enggak?"

   "Lanjut lah. Gue laper." Azra memasuki kantin yang ramai dan mencari tempat duduk yang biasa mereka duduki, diikuti Vinza yang berjalan di belakangnya.

   Kalau kalian mengira mereka berdua adalah siswi populer, kalian salah besar. Vinza dan Azra sama dengan murid-murid lainnya, mereka hanya siswi biasa yang bersekolah di SMA Garuda, untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari ke popularitasan.

   Vinza dan Azra memang cantik. Bagaimana tidak, Vinza memiliki rambut panjang yang berwarna coklat terang, bola mata hitam pekat yang tajam, hidungnya yang mancung bagaikan prosotan, dengan kulit sawo matang yang bersih, dan juga badannya yang tidak kurus tidak gendut tapi cukup berisi.

   Tidak jarang guru-guru SMA Garuda menegurnya karena rambutnya yang dianggap sengaja di warnai, mereka selalu berkata kalau tidak baik anak sekolah mewarnai rambut, itu melanggar peraturan...

   "Vinza, ubah kembali warna rambutmu menjadi hitam! Kamu Mau sok-sokan jadi kayak orang bule?" Tegur Pak Dion, selaku wali kelas Vinza.

   "Pak, Ini udah dari produksinya kayak gini. Kalau mau protes, sama orang tua saya aja ya." Selalu. Kata-kata itu selalu terucap saat ia menjawab pertanyaan guru-gurunya soal rambutnya yang berwarna coklat terang.

   Beda Vinza, beda juga Azra. Ia memiliki rambut di bawah bahu yang berwarna hitam legam dengan poni pendek di depannya, bola mata yang berwarna abu-abu terang memberikan kesan damai jika kita menatapnya, hidungnya tak kalah mancung dengan Vinza, kulitnya sama seperti Vinza berwarna sawo matang dan juga bersih, badannya agak sedikit lebih berisi dibanding Vinza.

  Perlu dicatat sekali lagi, mereka tidak termasuk kedalam golongan siswi populer disekolah. Mereka hanyalah siswi biasa saja. Tidak ada popularitas, tidak ada fans, itu sangat menenagkan.

   "Mau pesen apa, Za?" Tanya Azra yang baru saja mendaratkan bokongnya di atas kursi.

   Yang ditanya malah mengangkat bahunya bingung, "Es teh manis aja deh,"

  "Oke." Azra berdiri dari kursinya dan berjalan untuk memesan makanan dan minuman.

   Vinza menopang dagunya, menyapu pandangan keseluruh sudut kantin. Memperhatikan setiap orang dengan beragam aktivitas. Ada yang sedang makan, memainkan ponsel, mengobrol, bernyanyi, dan masih banyak lagi.

   Tiba-tiba pandangannya terhenti di sudut pojok kantin, menatap seseorang yang sedang tertawa bersama satu temannya. Cukup lama, sampai ia tidak sadar kalau Azra sudah duduk di depannya.

   "Ngeliatin apaan sih?" Tanya Azra penasaran.

   Vinza menunjuk objek yang sedari tadi diperhatikannya menggunakan dagu, "Itu siapa sih?" Tanyanya.

    Azra melihat apa yang diperhatikan Vinza lalu kembali menatap mi ayamnya, mengaduknya sebentar dan kemudian menjawab pertanyaan Vinza, "Itu si Devan anak kelas 12 IPA 5. Kenapa?"

   Vinza hanya mengangkat bahunya malas dan mengeluarkan hapenya, membuka aplikasi twitter dan mengscroll timeline twitternya sambil sesekali tersenyum.

The TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang