Satu

1K 58 4
                                    


Gadis itu keluar balroom hotel dengan berlari. Matanya basah, air mata masih mengalir di kedua pipinya. Ia menggenggam sebuah surat yang kini sudah terlihat lusuh karena terlalu kuat ia genggam. Ia dengan panik berlari dan menyeberang jalan, mungkin jika sempat ia akan bisa menyusul kekasihnya ke bandara. Ia ingin bertemu dengan sang kekasih, dan setidaknya mendapatkan penjelasan langsung darinya. Kenapa pria itu tega meninggalkannya, padahal pria itu sendiri yang mengatakan bahwa setelah lulus mereka akan bisa bersama lagi. Tapi nyatanya? Pria itu malah pergi, dan hanya meninggalkan sepucuk surat. Meninggalkan dirinya, dan cintanya.

Cahaya terang mengganggu penglihatannya disusul suara yang memekakkan telinganya.

TIIIINNNN!!!!!

BRRAAAKKK!!!

Tubuh gadis itu terpental hingga jauh, kepalanya menatap pembatas jalan. Dan kejadian itu terjadi hanya dalam hitungan detik. Kejadian naas itu tak bisa di hindari.

Gadis itu terbaring tak berdaya dengan darah yang menggenang di sekitar tubuhnya.

"sakit.." rinithnya lirih.

Lalu tak lama kemudian gadis itu menutup matanya. Di sebelah gadis itu ada sebuah surat, surat yang sedari tadi ia genggam erat. Surat yang kini berwarna merah, merah darah. Dengan satu nama tertera disana. Gara.

***

Pria itu berdiri dengan tiba tiba. Entah mengapa hatinya mengatakan ada yang tidak beres. Sedari tadi hatinya memang sudah merasa sesak dan sakit karena ia "harus"rela meninggalkan tanah airnya dan tentu saja gadis yang ia cintai. Dan perasaan itu semakin kuat, ada perasaan takut yang menyelubungi hatinya. Rasa rasanya ia tak ingin meinggalkan negara ini, namun bagaimana dengan orang tuanya yang saat ini membutuhkannya? Ia mengehla nafas berat. Berpaling ke arah suara yang memanggilnya.

"Gara, ayo nak. Pesawatnya sudah mau berangkat." Kata mamanya lembut. Gara yang baru saja di panggil,memandang ibu yang melahirkannya dengan sedikit khawatir. Sosoknya masih cantik dan lembut, namun kini ada gurat kelelahan dan kesedihan di wajahnya. Dan itu membuat Gara menyetujui keberangkatannya ke Jerman saat ini, sampai sampai ia tak bisa berpamitan langsung dan hanya menitipkan surat untuk gadisnya.

Gara menghampiri Bu Ratna lalu menuntunnya menuju pintu keberangkatan. Sesekali ia bertanya dalam hati pada sang mama akan rasa gelisah di hatinya saat ini. Dan pertanyaan pertanyaan itu hanya bisa ia telepatikan pada sang mama. Hingga saat sang mama menoleh dan menatapnya dengan sebuah senyuman lembut , maka ia yakin semuanya akan berjalan dengan baik baik saja. Dan pasti akan baik baik saja.

Akhirnya Gara memantapkan hatinya untuk pergi ke Jerman dengan tiga tujuan yang pasti.

Yang pertama, adalah untuk belajar dan melanjutkan sekolahnya di bangku kuliah.

Kedua adalah merawat dan membantu papanya yang sedang sakit menghandel perusahaan keluarganya di Jerman yang sedang mengalami krisis, mengingat ia adalah anak satu satunya.

Dan ketiga adalah karena ingin memenuhi janjinya, janji pada sang ayah -ayah Ira- .

***

Di bawah sebuah bangku -tempat menunggu- di bandara, bangku yang tadi di duduki oleh seorang anak remaja. Sebuah ponsel berdering nyaring, menandakan bahwa ada sebuah panggilan masuk pada ponsel tersebut. Dan ketika panggilan ke lima di ponsel itu berdering seorang pria petugas kebersihan bandara mengambil ponsel tersebut. Ia melihat Id pemanggil "Ira sayang" muncul dengan wajah gadis cantik yang sedang tersenyum. Pria itu hanya diam mengamati ponsel yang sedang berdering itu hingga panggilan berhenti. Sebuah wallpapper gadis cantik dan pria muda yang sedang berangkulan terpampang ketika panggilan berhenti. Lalu ia menyeringai jahat. Ia menonaktifkan dan membuang sim card pada ponsel itu ke tempat sampah. Dengan santainya ia memasukkan ponsel yang ia temukan ke kantong kerjanya, ia pun kembali bekerja dengan wajah yang kegirangan.

Always Love You(squel MDML)Where stories live. Discover now