Sungguh aku tak pernah menyangka mengapa bisa masuk ke jurusan bahasa di sekolah ini. Apa dasarnya? Huft... Sebal memang rasanya. Padahal, dari awal, aku ingin sekali masuk jurusan IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam.
Logis jika aku ingin sekali masuk IPA. Selain memang aku suka ilmu eksak, kupikir nilai IPA waktu SMPku juga bagus. Bahkan, aku sering terpilih mewakili sekolah mengikuti lomba-lomba eksak. Yaah, walaupun memang aku tak pernah mendapatkan prestasi sebagai juara pertama.
Tapi, sekali lagi, sungguh aku tak pernah menyangka masuk jurusan bahasa. Hmm... Aku benar-benar merasa akan memasuki sebuah 'dunia' baru.
***
Ibu dan Kakakku, Rama, berbeda pendapat soal jurusan bahasa. Kupikir itu hal wajar. Ibu, sangat menginginkan aku menjadi seorang dokter... Hihihi... Benar-benar lucu ibu ya. Tapi, dulu waktu SD kupikir aku pun bercita-cita jadi dokter.. Bukankah waktu kecil dulu, banyak yang juga bercita-cita menjadi dokter? Hehe...
Kak Rama justru senang aku masuk jurusan bahasa. Bagi Kak Rama, bahasa itu ilmu penting. Bahasa itu ilmu yang terus berkembang. Bahasa hari ini, berbeda dengan bahasa dahulu, apalagi bahasa di masa depan.
Kak Rama juga bilang, bahwa aku nanti akan belajar berbagai bahasa dari seluruh dunia. Aku juka akan belajar sastra. Sastra? Hah, apaan itu? Huft...
***
"Kamu nanti akan belajar sastra, Dek... Asyik tuh," celoteh Kakak...
"Ih, nggak paham Kak." Kataku galau. "Kak Rama nggak lagi bercanda kan?" Godaku.
"Bercanda apaan. Kakak serius nih... Emangnya kamu nggak tahu sastra? Belum pernah baca buku sastra?" Tanya Kak Rama. Mulutku beku. Belum sempat aku menjawab, Kak Rama menjelaskan lagi, "Kamu nanti akan belajar banyak soal puisi, cerpen atau cerita pendek, novel, novelet, drama, buanyak Dek..."
"Ih.. Nggak paham aku Kak..." Kataku...
"Ya harus mulai belajar dong!"
"Caranya?" Tanyaku memburu.
"Kamu harus mencintai sastra. Kamu harus suka baca buku. Kamu harus suka baca puisi, cerpen dan karya-karya lainnya..." Kata Kak Rama.
"Hah puisi? Ishhh..."
"Kenapa? Kamu nggak pernah diajarin puisi guru SMP-mu dulu?" Tanya Kak Rama.
"Ya diajarin... Tapi..?"
"Tapi apa?" Kak Rama terus memburuku dengan pertanyaan.
"Tapi aku nggak suka puisi Kak..." Kataku manja... "Nggak paham..."
"Kamu nggak suka puisi? Kalau ada manusia yang nggak suka puisi, berarti dia orang aneh!" Katanya.***
Walaupun Kak Rama nggak kuliah di jurusan bahasa atau sastra, tapi dia suka banget sastra. Mungkin karena Kak Rama ikut kegiatan teater di kampus, sehingga dekat dengan seni, khususnya sastra. Hmm... Kak Rama nyebelin!Tapi, benar kata Kak Rama. Aku memang harus menyukai sastra. Bukan! Tapi mencintai! Hah? Mencintai? Mencintai sastra? Huft... Hal yang sulit kupikir. Tapi, mau bagaimana lagi. Ini adalah suatu keharusan yang harus aku jalankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT TANPA TITIK
RomanceAku terus menerima surat itu. Surat yang selalu kutemu di laci tepat pukul tujuh. Setiap hari, tak pernah berhenti. Selalu ada kata cinta dalam surat itu. Betapa kurasa semakin suka ketika terus membaca surat itu. Kalimatnya, seakan tak pernah bisa...