Part 3

2.1K 22 0
                                    

Sambil terus melangkah kearah parkiran, Glori tak henti memukul - mukul kepalanya. Tadi pagi Joe tidak sengaja mendengar pembicaraanya dengan Vieta. Saat ia dengan tegas mengatakan pada sahabatnya itu kalau ia tidak pernah menyukai Joe. Tambahan lagi ia mengucapkannya dengan tegas. Dan kini, hatinya jadi merasa tak tentu arah. Merasa tidak enak. Jujur ia sangat tidak ingin kalau sampai Joe salah paham. Bukan maksudnya untuk berkata bahwa ia tidak menyukai Sahabatnya itu, hanya saja ia juga bingung harus berkata apa.

Ketika ia masiht terus berpikir tentang apa yang harus ia lakukan, matanya mendapati sosok Joe yang melangkah mendekat. Niatnya untuk menghampiri langsung ia batalkan dan justru malah bersembunyi saat tau kalau Joe tidak sendirian. Di sampingnya tampak Fadya yang berjalan beriringan. Dan Glori hanya mampu menghela nafas, dadanya kembali terasa sesak saat melihat Fadya duduk di jok belakang motor Joe. Sepertinya mereka akan pulang bareng. Setelah keduanya benar - benar berlalu barulah Glori keluar dari persembunyiannya. Dengan langkah gontai ia berjalan pulang.

******
Setelah memarkirkan motornya di halaman rumah, Joe tidak lantas masuk kedalam. Ia sengaja duduk di bangku depan rumah sambil sesekali melongok kearah jalan ataupun melirik jam yang melingkar di tangannya. Tadi ia sudah memastikan kalau Glori sama sekali belum sampai di rumahnya. Kemana perginya anak itu? Jujur saja ia sangat mencemaskannya. Yah walaupun tadi Glori sudah bilang kalau ia akan pergi dengan sahabatnya sih.

Setelah hampir satu jam Joe menunggu, matanya menangkap mobil silver yang memasuki halaman depan rumah tetangganya. Ia berani menjamin kalau itu bukan mobil ayah Glori. Pertanyaannya, itu mobil siapa?

JOE mengernyit heran saat matanya menangkap sosok seorang pria yang tak di kenalnya keluar dari pintu mobil itu. Lebih heran lagi ketika melihat Glori menyusulnya. Hatinya mencelos. Lagi - lagi ia merutuki diri sendiri kenapa harus memikirkan gadis itu yang jelas hal yang sia - sia. Dengan kesel ia melangkah masuk kedalam rumah tanpa menoleh kearah 'tetangga'nya sama sekali.

"Oh Jadi besok loe ulang tahun. Gimana? Mau dirayain nggak?" tanya Fadly sambil melangkah beriringan masuk kedalam rumah Irma.

Tadi Glori menelponnya. Memaksanya untuk menjemput ke kampus. Mana pake acara ancaman putus persaudaraan lagi kalau sekiranya Fadly berani menolak. Nah karena itu lah kini Fadly bisa berada di depan rumah sepupunya.

"Iya, tapi nggak perlu pake acara - acara segala. Dari dulu juga nggak pernah di rayain, toh gue nggak suka. Gue bisa bersama dengan orang - orang yang gue sayangi itu sudah lebih dari cukup."

Fadly yang mendengar hanya mengangguk - angguk membenarkan. Namun tak selang beberapa menit kemudian keningnya berkerut tanda bingung saat mendapati tangan Glori yang nyadong di depan wajahnya.

"Kenapa?"

"Kadonya mana?" tanya Glori pasang tampang sok polos.

"Busyet, ulang taon loe kan besok. Bukan sekarang masa kadonya duluan," protes Fadly dan Glori hanya membalas dengan cengiran tak bersalahnya. #Oma, nie Di sindir terang - terangan lho.

"Om sama tante mana Glo? Kok tumben kayaknya nie rumah sepi amat," Fadly mengalihkan pembicaraan sambil duduk dengan santai di sofa. Tangannya meraih majalah yang tergeletak di meja sementara Glori sendiri melangkah kekamarnya. Sekedar untuk menyimpan peralatan kampusnya.

"Loe kayak nggak kenal nyokap sama bokap gue aja. Jam segini tentu aja masih di kantor," balas Glori yang baru muncul di balik pintu kamarnya namun bukan segera menghampiri sepupunya justru ia malah kedapur. Dan muncul kembali dengan napan berisi dua gelas minuman kaleng.

"O...," kali ini Fadly hanya ber'O' ria.

Selang beberpa saat kemudian keduanya asik bercanda tawa. Saling bertukar cerita sampai tak terasa hari sudah sore dan Fadly juga sudah harus mengundurkan diri pulang. Tak lupa Glori mengantarnya kedepan pintu gerbang. Dan baru kembali masuk kedalam rumah setelah mobil Fadly menghilang dari pandangan.

My Love FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang