Babagan 6: Janji Kelingking

6K 701 213
                                    

Satu chapter saya dedikasikan kepada mama fujo gaachan yang selalu menjadi tuntunan saya untuk maso terhadap karya.

Salam satu absurd menDAKI

oh lala...

.

.

.

.

Lelaki sejati pantang mengingkari janji.

Tim tersenyum. Mengelap sudut bibir Azayn yang belepotan saus kacang. Masih dalam pitingan lengannya, ia menyuapi Azayn, "Az ... udah gak marah kan? Gue nggak bisa kalo lo diemin terus."

Azayn mengangguk cepat, mengangguk nikmat. Dia nggak marah lagi pada mas Tim. Tapi ada satu hal yang mengusiknya. "Mbak Dandel... gimana? Mas Tim balikan?" Si mungil menoleh, mengerjap cepat. Dia berharap mas Tim bilang nggak.

Tim memutar mata. Melepas pitingannya. Bersandar pada bangku kayu yang mereka duduki. "Nggak bakal. Dalam kamus gue, barang bekas nggak akan gue pungut lagi."

Azayn tersentak dengan pengakuan mas Tim. Spontan lengannya terulur, berjinjit dan memeluk leher mas Tim. Si mungil ingin mewek karena terharu. Dia berbisik, "Mas Tim janji nggak bakal ninggalin aku karena mbak Dandel atau siapapun juga?"

Tim menoleh ke arahnya, sebelah alisnya tertarik, "Ya nggak bakal lah, Ay, lo kan marmut cebol gue. Jempol kucing ngondek gue. Gue nggak akan ninggalin lo lah."

"Janji?" Azayn berbisik pelan. Dia sudah bertekad untuk nggak melepaskan mas Tim kesayangannya lagi. Nggak akan pernah. Azayn nggak mau sakit lagi. Dia akan menghargai hidupnya, akan menerima cinta mas Tim sebanyak mungkin. Hanya untuk dirinya.

"Janji!" Tegas Tim. Memaku wajah Azayn. Dan entah kenapa, Tim baru menyadari bahwa Azayn memiliki raut muka yang....

Azayn mengerjap saat mas Tim menatapnya. Mereka bertatapan lama. Kebisuan perlahan tercipta, menyusup canggung di antara keduanya. Azayn hanya sedang menikmati cara tatap mas Tim.

...manis, menarik, sepasang alis tipis, bulu mata terlalu lentik, hidung mungil, mata hitam hampir sipit yang... ah Tim hanyut terlalu dalam.

Azayn sadar, mas Tim sedang menatapnya tanpa kata. Mas Tim memindainya. Azayn mau pingsan sekarang.

Akhirnya untuk mengurai canggung di antara mereka berdua, Tim mengansurkan kelingkingnya, "Janji kelingking gue nggak akan ninggalin lo." Dia seperti terhipnotis sama pesona Azayn.

Azayn mengerjap lembut, tersenyum manis. Dia menyambut uluran kelingking mas Tim sembari berkata, "Orang yang mengingkari janji kelingking katanya hatinya akan hancur."

Tim tersenyum mengangguk, kemudian melakukan hal yang tak pernah ia lakukan, bahkan dalam mimpi sekalipun. Tim merengkuh si bongsai, mendekapnya, memeluknya. Mengelus-elus punggungnya, lalu kelepasan mencium puncak kepalanya

Ketika bibir mas Tim mendarat di puncak kepala Azayn, si mungil beku. Azayn sudah sering nyosor lebih dulu, mencium pipi mas Tim kalau cowok itu lengah. Namun sekarang mas Tim yang bergerak lebih dulu. Lambat namun pasti, Azayn tersadar kalau perasaannya terhadap mas Tim semakin tinggi dan membuncah. Lalu bagaimana dengan mas Tim? Apa dia mencium puncak kepalanya hanya karena spontan? Menganggapnya adik? Apa arti Azayn di mata mas Tim? Apa Azayn boleh jadi cowok yang penuntut? Bagaimana kalau mas Tim malah menjauh?

"TIMOTHY ARSHAFIN!!! PUTUS DARI GUE LO JADI HOMO?" Tim tersentak begitu suara yang familiar itu menjerit nyalang dari belakang mereka. Tim melepas pelukannya. Menoleh. Dan mendapati Dan berdiri penuh kekecewaan di sana.

Azayn menelan ludahnya gugup dan takut. Dia menoleh ke arah mas Tim. Azayn bergerak mundur, melepaskan diri dari mas Tim. Azayn takut dijambak mbak Dandel. Nggak, nggak!!

Tim berdecak. Memutar mata malas. Mendengus sebal ketika Dan mendekati mereka. "Tim, seriously? Yang gue lihat nggak bener-bener kan? My godness, lo nggak gay, kan? Lo nggak homo, kan? Ama bocah ini? Lo pasti bercanda, Tim. Gue minta maaf karena udah mutusin lo. Tapi kalo akhirnya lo bakal jadi homo untuk cowo model wayang-wayangan kek dia. Gue nggak rela! Gue nggak rela, Tim!"

Azayn berdoa dalam hati. Ucapan mbak Dandel ini menyakitkan. Azayn sudah biasa dibully dan dihina mas Tim, tapi hinaan mbak Dandel itu beda. Kayak ada pedes pahitnya gitu! Lantas jemari mungil Azayn menggenggam baju mas Tim, meminta perlindungan. Azayn nggak kuat dengan hinaan mbak Dandel yang maha jahat itu.

Tim yang melihat keresahan di wajah Azayn, mengernyitkan kening. Matanya melirik jemari Azayn yang takut-takut memainkan keliman bajunya. Tanpa pikir panjang, Tim menggenggam tangan mungil itu. Menautkan jemarinya.

 "Tim, dont dare to do it in front of me!" Dan memekik. Melepas tautan tangan Tim. 

Tim yang antisipasi, segera menarik tubuh Azayn bangkit dari bangku taman. Tuyul menggemaskan itu, masih aja memegangi cilok bakarnya. "Maaf, Dan, tapi sepertinya apa yang gue lakukan sepenuhnya bukan urusan lo. Hubungan di antara kita udah kelar. Lo ama gue udah gak ada ikatan lagi."

Azayn melongo. Dia jadi penonton pertengkaran itu. Dia nggak enak melihat ekspresi mbak Dandel, tapi juga nggak mau kehilangan mas Tim. Azayn berbisik lirih setelah itu, "Mas Tim, kalian selesaikan aja berdua. Azayn tunggu di rumah."

Tim balik berbisik. "Kalo lo pulang, gue nggak beliin lo cilok bakar lagi!"

Azayn ragu mendadak. Harga dirinya memang seharga cilok bakar. Azayn menunduk, lalu menatap mbak Dandel takut-takut. "Mbak, maaf ya! Azayn cinta cilok bakar."

"Cih... dasar murahan!" 

"Shut up you, Bitch!" Hampir aja mendarat sekepal tinju Tim yang melayang spontan ke udara. 

Dan tampak terkesiap. Nyaris mundur, andai aja ia nggak lihat Tim yang kelihatan ragu memukulnya. "Kenapa berhenti?" Dan menantang. "Kenapa nggak tonjok gue! Gue tahu gue salah udah ngianatin lo! Tapi kalo gue harus ngelihat lo menjadi homo, gue nggak bakal terima! Mau lo pukul gue. Mau lo nonjok gue, gue nggak akan ngebiarin lo jadi homo! Apalagi hanya untuk cowo murahan seperti dia!" Kali ini, serangan Tim nggak main-main. Ia mencengkeram leher Dan. Hampir aja mencekiknya jika aja Azayn nggak menghalaunya.

"Mas Tim nggak boleh memukul cewek. Mak bilang cowok sejati itu nggak akan melayangkan tangannya untuk menyakiti cewek," ucap Azayn pelan. Azayn sakit hati mendengar ucapan mbak Dandel, tapi nggak seharusnya mas Tim bersikap seperti itu. Azayn tersenyum lembut, mencoba menenangkan mas Tim kesayangannya. Mas Tim melepaskan cengkeramannya dan balik menatap Azayn.

"Tapi nih cewe udah ngehina lo, Az!" Tim menggeram. Nggak terima. Emosinya numplek di ubun-ubun.

"Mas Tim lupa, ya? Kata mak, tong kosong itu nyaring bunyinya. Itu yang mak bilang pas Azayn dihina orang. Azayn nggak paham, makanya aku nanya ke mas kan waktu itu. Lalu mas Tim yang jelasin. Sekarang, anggap aja kita lagi menghadapi tong yang emang lagi kosong!" Azayn nyengir dengan wajah nggak berdosa. Dia mengabaikan mbak Dandel yang sedang mengos-mengos melotot mirip Nyi Blorong ditinggal nikah sama pacarnya.

"Nggak usah cari muka lo di depan, Tim! Gue tahu hati lo busuk! Buka topeng lo! Gue tahu semua jelek lo!" Dan emosi. Matanya yang bersoft lenss hijau kaya kucing melotot mengerikan. Tim yang mendengar itu, seperti dituangkan sekuali air mendidih di kepalanya. Tangannya terkepal kuat. Namun lagi-lagi, tangan mungil dari si kecil bertubuh bongsai di sampingnya, menggenggam kepalan tangannya. Mata Azayn berpijar. Mengerjap. Kemudian ia menggeleng penuh isyarat.

"Mas Tim, Azayn mau pulang...." Si mungil akhirnya bersuara. Matanya mengerjap, suaranya bergetar. Kalau Azayn di sini, maka akan ada banyak hati yang akan tersakiti. Hatinya sendiri, hati mas Tim, juga hati mbak Dandel. Azayn mau pulang. Azayn nggak mau lama-lama di sini.

Kepalan tangan Tim mengendur. Tanpa sepatah katapun ia berlalu dari Dan, merangkul leher Azayn dengan membawa setumpuk emosi disudut hatinya.    

***

jangan bully duo absurd ini kalau tiap chapternya terlalu pendek. buat hepi2 aja. nggak usah terlalu serius mantengin cerita ini, karena saya dan gaachan ngetiknya sambil senang-senang.

Vote, komennya ya.. Makasih :)

Mendaki AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang