chapter 2

94.9K 9.1K 247
                                        

Prilly mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha mengumpulkan kesadarannya. Setelah matanya terbuka sempurna, ia mengedarkan pandangannya kesekeliling kamar yang kini ia tempati.

Sepi. Itulah kesan pertama yang ia dapati. Kamar ini sangat menggambarkan bahwa kamar ini adalah milik pria dari segi warnanya karena didominasi oleh warna hitam dan putih. Namun dari segi kerapian dan kebersihan, ini sangat jarang ditemui dikamar pria. Kamar ini sangat rapi dan bersih. Semuanya tertata rapi. Prilly terpejam sejenak menghirup aroma kamar ini. Prilly yakin ini bukanlah aroma pewangi ruangan, tapi ini wangi pria bernama Ali itu. Bahkan kini Prilly merasa aroma khas pria itu menempel pada bajunya karena pria itu tadi penggendongnya.

Krukk...krukkk...

Prilly mengusap perutnya yang terasa lapar. Prilly baru sadar bahwa sejak tadi siang ia belum makan bahkan kini sudah malam. Ini pasti karena ia sedari tadi hanya tidur untuk menghilangkan rasa pusingnya.

Tak tahan dengan lapar yang sudah menyerangnya, Prilly langsung bangkit dari tidurnya. Ia sedikit meringis saat merasakan ngilu yang luar biasa di pergelangan kakinya. Dengan hati-hati Prilly berjalan keluar dari kamar dengan menopang pada dinding.

Di luar kamar, Prilly mengedarkan pandangannya mencari sosok Ali. Tak mungkin dengan lancang ia mengambil makanan di apartemen orang asing. Namun tiba-tiba indra penciuman Prilly langsung menangkap aroma sedap. Dengan naluri kelaparannya, Prilly langsung berjalan menuju asal aroma walaupun harus berjalan dengan susah payah.

Prilly mengerutkan dahinya saat melihat Ali yang sedang berkutat di dapur. Pria ini sedang masak? Oh tentu saja.

"Ekhemmm," Prilly sengaja berdehem agar Ali menyadari kehadirannya.

"Eh kamu udah bangun, kenapa gak nunggu dikamar aja? Kaki kamu kan masih sakit. Aku bakal antar makan malam kamu ke kamar kok."

"Kaki gue ini keseleo, bukannya lumpuh," balas Prilly ketus kemudian mengambil posisi duduk di minibar yang berhadapan langsung dengan dapur.

"Yang bilang kamu lumpuh siapa sih."

"Secara gak langsung lo itu memperlakukan gue kayak orang lumpuh."

"Yaudah deh maaf."

"Lo masak? Kenapa gak pesen aja? Buang-buang waktu tau gak masak gitu. Takut uang lo habis karna sekarang tanggungan makan lo bertambah karna ada gue?" Tuduh Prilly membuat Ali yang sedari tadi sedang memotong bawang terhenti sejenak.

"Bukan gitu, aku emang biasa masak. Lagian lebih terjamin kan kehalalan dan kebersihannya. Emangnya kamu tau yang di jual orang-orang itu bersih apa enggak?" Tanya Ali melanjutkan memasaknya.

"Terus menurut lo, yang lo masak itu bersih? Gak bisa terjamin juga kali."

"Yaudah deh kalau kamu gak mau makan masakan aku gampang, gak usah dimakan kalau gak percaya sama kebersihannya," balas Ali sembari tersenyum membuat Prilly geram.

"Oh jadi maksud lo gue gak boleh makan masakan lo?" Tanya Prilly. Apakah pria dihadapannya ini tidak tau bahwa kini ia sangat lapar.

"Bukan itu maksud aku, makanya kamu jangan berpikiran negatif terus sama orang. Aku bisa pesanin kamu makanan kalau kamu gak mau makan masakan aku."

"Gue bakal makan masakan lo. Lama kalau pesan lagi," balas Prilly. Ali mengangguk paham.

Setelah beberapa saat, makanan yang Ali buat pun sudah selesai. Prilly sempat tercengang melihat hasil makanan Ali yang terlihat sangat meyakinkan dari segi bentuk. Udang asam manisnya terlihat sangat menggoda. Ali menatap makanannya di meja makan.

"Sini, makannya udah siap," panggil Ali.

Prilly langsung turun dari kursinya dan berjalan menuju meja makan. Prilly nampak sedikit kesusahan untuk berjalan. Ali langsung bergerak cepat menghampiri Prilly.

My Perfect CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang