Five

85 6 3
                                    

Hari besar itu akhirnya tiba. Di pertandingan pertama, tim sekolah kami bisa mengatasi SMP Negri V tanpa perlawanan berarti. Tim kami menang dengan skor 36-22.

Pertandingan kedua, kami mendapatkan perlawanan ketat dari anak-anak Kanisius. Hampir saja kami kalah jika pak kenny tidak segera mengambil tindakan.

"Laura, kau keluar! Zee, masuk, gantikan dia. Jaga musuh dengan nomor punggung 9 itu."

"Tapi, pak..!" Laura hendak memprotes keputusan pak kenny.

"Kenapa? Kau tak suka keputusanku? Saya mengawasimu terus, Laura. Kau tak bisa terus-terusan berkompetisi dengan teman setimmu sendiri jika ingin menang. Kerjasama dengan yang lain. Apa susahnya sih? Apalagi jika musuh yang kalian hadapi sangat tangguh seperti mereka. Avi dan Freya, jangan terlalu lama membawa bola, jika kalian kewalahan segera oper ke Laras, Zee, atau Angela. Kalian harus bisa saling menutup celah. Oke? Ayo masuk. Hajar mereka!"

Kami tos dan berlari masuk ke lapangan.
Akhirnya kami bisa memenangkan pertandingan dengan selisih satu setengah bola. Tipis sekali memang.

"Kalian bermain bagus, Anak-anak! Itu baru team work dan berjuang secara tim. Satu kemenangan lagi dan kalian bisa mengamankan tempat ke babak selanjutnya tapi saya mau kalian bisa menang di dua sisa pertandingan," ucap pak kenny menghampiri kami.

    Sementara itu Morita,Riko, dan puluhan suporter yang dibawa Titus dan Bondi segera mengerubuti kami dengan suka cita tinggi. Kami layaknya pahlawan perang yang patut dielu-elukan. Hanya Laura yang tak suka dengan kemenangan kami. Aneh, kan? Tim kami menang tapi dia terlihat marah. Jelas dia tak suka ketika Pak Kenny menariknya keluar tadi. Seorang seperti Laura pasti ingin sekali memegang peranan penting. Dia jelas sangat menikmati menjadi pusat perhatian semua orang. Namun, kali ini tim bisa menang tanpa kehadirannya. itu pasti sangat melukai egonya yang setinggi langit.

Di pertandingan ketiga, yang harus kami menangkan jika ingin lolos di babak selanjutnya, kami harus berhadapan dengan peserta baru. SMP Trinitas

"Mereka baru ikut pertandingan tahun ini. sebelumnya sekolah ini tak pernah ikut kompetisi. Jadi sebetulnya saya juga tak begitu tahu bagaimana permainan mereka. Tapi jangan takut, Selama kalian memegang teguh apa yang saya ajarkan selama ini kalian pasti bisa menang. percaya diri dan jangan lengah. Oke? "

Di sepuluh menit pertama poin kami imbang. Aku ditarik keluar digantikan oleh Bella. Saat berjalan menuju kursi untuk beristirahat itulah aku melihat dia. Ada kejadian aneh. Selama bermain di tiga pertandingan basket ini aku selalu melihat cowok itu disana, diantara penonton di tribun. Dia duduk di baris tengah agak pojok, dekat pintu keluar. Sepertinya dia datang khusus untuk melihat seseorang bermain. Entag siapa. Dari penampilan dan usianya terlihat dia pasti anak SMA, pikirku. Dan dia datang bersama beberapa temannya. Ada sesuatu di dalam matanya yang membuatku ingin selalu menengok padanya. Bukan karena kecentilan. Aku hanya merasa tatapan matanya itu mampu menyedot energiku untuk berpaling kearahnya. Dan saat mataku bertemu dengan matanya, bibirku otomatis membentuk senyuman kecil. Itu semuanya terjadi begitu saja, tanpa bisa kucegah.

Entah dia merasa atau tidak, saat pandangan kami bertemu untuk pertama kalinya aku merasa dia memang seharusnya ada di sana, melihatku bermain dan itu memberiku semangat untuk bermain dengan bagus. Aneh, kan? Aku tak mengenalnya tapi dia bisa membuatku semangat untuk tampil bagus.

Aku dipanggil pak kenny masuk lagi setelah istirahat dua menit. Kedudukan tim kami saat itu tinggal satu setengah boa. Pak kenny memberikan intruksi singkat pada kami. Kami pun mengangguk-angguk paham. Kali ini semua bola mengarah padaku. Aku tak boleh lepas konsentrasi jika mau menang. Cukup berat beban yang kuemban sebetulnya, tapi aku tak mau mengecewakan Pak Kenny dan timku. Maka, ketika peluit tanda berakhirnya pertandingan hari itu berbunyi keras dan panjang, aku mendapatkan pelukan luar biasa dari teman-temanku yang ada dipinggir lapangan. Kami lolos menuju babak selanjutnya, babak perempat final! pertandingan keempat yang akan datang sudah tak terlalu memengaruhi nilai kami

Kejadian luar biasa terjadi saat kami bertanding di semifinal. Ya, tim kami lolos ke semifinal setelah diperempat final kami menang alot dari runner up tahun lalu. Laura ternyata masih menyimpan dendam padaku karena kejadian di pertandingan penyisihan yang membuatnya ditarik keluar oleh Pak Kenny. Semuanya meledak di semifinal. Entah kerasukan setan dari mana, saat bermain Laura seakan ingin menjegalku. Dia sepertinya ingin aku menyingkir dan membiarkan dia yang mengambil alih semua bola. Ketika aku membawa bola, dia memelototiku sambil berdesis pelan, "Hei, gembel, berikan bola itu padaku." Aku sebetulnya bisa mengoperkan pada Bella yang ada diposisi bebas saat itu. Namun sorot mata Laura seakan hendak membunuhku jika aku tak memenuhi permintaannya. Aku pun melempar bola itu padanya, namun karena konsentrasiku terpecah antara Bella dan Laura, lemparanku itu bisa direbut dengan mudah oleh lawan. Laura marah. Amat sangat marah. Ketika dia membawa bola, entah sengaja atau tidak, tubuhnya membentur tubuhku dengan keras hingga membuatku terhuyung-huyung. Untung Avi yang kebetulan ada didekatku segera memegangku.

"Hei, kau tak apa-apa?" Aku mengangguk. Peluit ditiup.

Pak Kenny memanggilku kan Laura.

"Laras, kau istirahat sebentar. Angela masuk, gantikan dia!" Pak kenny kemudian menoleh ke Laura yang masih menunggu di samping. Katanya dengan nada tegas, " Dan kau, Laura, keluar kau. Saya tak mau lagi kau bermain lagi ditimku. jangan membantah. Sehabis pertandingan ini usai, kita berdua kan bicara."

Kami semua terkaget-kaget dengan keputusan itu. Wajah Laura terlihat memerah padam. Tanpa berkata apa-apa lagi, hanya dengan bibir mengetat murka dan matanya melototiku dengan ganas beberapa detik. Tapi semua itu diawasi oleh Pak Kenny. Laura kemudian berderap pergi keluar lapangan. Dia berhenti sebentar untuk mengambil tas yang dijagai oleh kroni-kroni setianya, kemudian dia menghilang ke belakang, beserta tiga dayang-dayangnya yang setia mengintil.

Akhirnya hari itu kami memenangkan pertandingan dengan susah payah, maka tim kami berhak masuk ke final. itu artinya kami nanti main di partai final tanpa Laura! Wah sebetulnya dia pemain yang bagus. Tubuhnya yang tinggi langsing itu ideal untuk menjadi peman forward. namun apa mah dikata, mata jeli pak kenny tak bisa ditipu. Guru kami tak menyukai attitude Laura saat bermain di lapangan. Kata beliau, Laura terlalu membahayakan tim dengan sifatnya yang susah bekerja sama denganku.

 I Love You Goodbye!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang