Kenang2an to WNC 2

70 13 6
                                    

RISET

Bagi Reina bisa mengikuti event ini sangat penting. Karena bagi yang sanggup dan lolos dalam penyaringan, dia akan berkesempatan dimentori langsung sama penulis pujaannya. Penulis yang sekaligus memiliki rumah penerbitannya sendiri, dan juga punya akses langsung ke toko-toko buku. Jadi kemungkinan besar dia bisa menerbitkan bukunya sendiri tidak akan sebatas mimpi lagi.

Event ini adalah tahap akhir, setelah sebelumnya Reina lolos dari tantangan membuat cerita jaman kolonial Belanda. Mengisahkan cerita cinta yang berujung kematian pada masa itu. Karena banyak ditentang dari berbagai pihak, mengesampingkan keagungan cinta itu sendiri. Karena pada masa itu, cinta pada negeri itu lebih penting daripada mencintai seorang kompeni.

Membuat cerita tragis, bikin baper juga romantis klasik adalah genre yang biasa Reina tangani. Tanpa perlu bengong cari inspirasi pun, asal jemarinya sudah menyentuh tuts huruf di laptopnya, cerita itu akan mengalir dengan sendirinya. Karena Reina sudah menabung banyak perbendaharaan katanya dalam memory, dengan hobby-nya membaca selama ini.

Tapi tantangan ini lain. Re -biasa dia dipanggil- harus out of genre. Dia harus buat cerita cinta anak abege, lebih tepatnya anak esempe. Mati!

Baginya itu bencana. Karena bahkan dia hampir tamat SMA baru mengenal cinta. Dan begitu dia duduk di bangku kuliah, baru merasai yang namanya pacaran. Bagaimana dia tahu gimana anak esempe pacaran?

Otaknya nggak sampe ke sana. Membayangkanya pun tidak bisa. Baginya usia itu masih anak-anak. Apakah anak-anak jaman sekarang sudah tidak seperti anak-anak lagi?

"Kenapa? Banyak kerjaan?" Fean -tunangannya- yang sebentar lagi -kurang dari setahun- akan menikahinya dibuat bingung. Reina-nya yang selalu smart dan tidak pernah bermasalah dengan apapun belakangan sering murung. Apakah mungkin ada hubungannya dengan jadwal pernikahan mereka yang terpaksa diundur. Mengingat permintaan eyang puterinya Fean yang tidak mengijinkan pernikahan itu sebelum tahun baru Muharam atau bulan suro dalam penanggalan jawa.

"Fe, pertama kali kamu pacaran kapan?"

Fean mengernyit. Menaruh sendoknya lagi, mie goreng yang hampir dingin di depannya terpaksa dia anggurin sebentar. Kekasihnya ini sepertinya punya masalah dengan ingatan.

"Waktu kuliah. Dan itu sama kamu, sampe sekarang. Dan itu sudah tujuh tahun. Ada lagi?"

Reina nyengir. Tentu saja dia tahu itu. Baginya Fean memang yang pertama, dan bagi cowok itu juga sama.

"Pas esempe, pernah nggak suka sama cewek?"

Sekali lagi Fean menaruh sendoknya. "Nggak. Aku lebih suka PS dua."

Reina menggaruk kepalanya yang nggak gatal.

"Kenapa sih?" Sukses, mie goreng itu akhirnya tersingkir dari depan Fean. Sepertinya keadaan Reina lebih genting dari perutnya yang keroncongan.

"Event. Suruh bikin cerita pacaran ala abege. Anak esempe lagi. Anak esempe jaman sekarang gimana ya pacarannya?"

Senyum Fean mengembang. Untuk yang satu ini Fean memang sangat menghargai apa yang dilakukan kekasihnya. Satu dari dua hal yang takkan diprotes Fean. Menulis.

"Coba tanya aja Livy. Dia kan anak esempe tuh."

Mata Reina berbinar. Tapi detik berikutnya kembali redup.

"Aku yakin, tuh anak bahkan belom tau apa itu cinta. Apalagi pacaran. Mau dia diospek ala STPDN sama bapaknya." Bibir Reina manyun.

Livy adalah keponakannya tersayang. Anak dari kakak sulungnya yang kebetulan menikah dengan salah satu perwira angkatan darat. Jadi bayangin aja hidup seorang Olivia yang bagai di sangkar emas. Hidupnya hanya sekolah dan belajar. Kadang Reina kasihan. Sering dia culik gadis itu untuk diajaknya jalan.

"Nyamar aja jadi anak esempe. Biar tahu interaksi anak esempe tuh gimana." Kini Fean mulai menyuap mie-nya. Tersenyum menyaksikan kekasihnya manggut-manggut.

"Gimana nyamarnya? Mereka bakalan langsung panggil gue 'Tante' begitu nongol," tawa Reina geli. Membayangkan dirinya berinteraksi sama anak-anak sebaya Livy-keponakannya.

"Ya pasang foto anak esempe lah. Masak foto kamu. Kalo ada yang oedypus complex terus ngejar-ngejar kamu gimana?"

Reina tersenyum. Men-chat salah satu temennya yang mempunyai club kepenulisan pemula. Dan rata-rata membernya masih esempe.

"Oke. Sip." Reina terkekeh memandang hapenya.

"Kenapa?" Fean mendongak.

"Adeknya Veni punya club kepenulisan. Adeknya masih SMA. Veni mau bantuin. Foto siapa yang kupajang nih?" Kembali Reina menggaruk kepalanya.

"Pake foto Livy aja."

Mata Reina melotot. Sumpah, itu hal terbodoh jika dia melakukannya. Sudah dia pastikan mbak Niken kakaknya akan ngamuk padanya jika foto puterinya beredar di dunia maya. Dan jangan tanya bagaimana bentuk muka mas Rizal -bapak tuh anak- akan mencureng bila ketemu dengannya. Bahkan Reina lebih horor mendapati itu semua daripada dia harus dipecat dari kantornya.

"Sepertinya aku punya foto pas esempe deh. Semoga masih ada." Reina lari ke kamarnya. Mengobrak-abrik tumpukan album lama. Tapi rata-rata malah fotonya waktu masih balita.

Raina menggeram hampir frustrasi sampai dia temukan satu fotonya dengan kacamata kuda. Kacamata tebal dan besar yang membingkai wajahnya semenjak esde.

Reina tersenyum senang. Menghampiri kekasihnya yang masih di meja makan. Menunjukkan selembar foto yang bahkan belum pernah diperlihatkanya pada Fean.

"Coba tebak, ini siapa?"

Fean menghentikan makannya. Mengamati selembar foto di depannya. Senyumnya mengembang.

"Kamu imut sekali waktu kecil."

Reina tersipu. Kurun waktu tujuh tahun, Fean jarang memujinya. Lagi pun Reina juga kurang begitu suka digombalin. Baginya Fean yang tidak romantis, tidak suka berinteraksi dengan lawan jenis, dan tidak suka basa-basi adalah sosok pria yang dibutuhkannya. Jadi dia tidak perlu terlalu khawatir, akan ada gadis lain yang akan mencurinya.

Reina mengambil gambar dari selembar foto di atas meja. Mengubah nama akunnya. Detik berikutnya senyumnya mengembang.

"Pake nama apa?" Fean penasaran. Karena detik-detik selanjutnya dia menyaksikan Reina-nya cengengesan.

"Livy. Titania Candra Olivia. Kelas delapan. Tiga belas tahun." Reina nyengir. Membuat Fean bangkit dari duduknya. Mendekati gadis itu. Otaknya berputar. Bukannya tadi dia keberatan kalau makai apapun yang berhubungan degan Livy?

"Kalau cuma nama, banyak kali yang sama. Kalo foto, memang ada yang sama." Reina seperti bisa membaca keterkejutan kekasihnya. Karena dia putuskan memakai nama Livy di akunnya sekarang.

Matanya melotot bulat, saat kurang dari satu jam saja, Reina-nya ditembak. Eh bukan, yang ditembak kan Livy. Tapi kan itu foto Reina waktu esempe. Meskipun foto itu diambil lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Tapi tetap saja, itu Reina, Reina-nya yang tercinta.

"Sampai kapan risetnya ini?" Ada nada cemburu dari kalimat tanya itu. Membuat Reina memicing, dan detik berikutnya tertawa ngakak.

"Cuma dua hari Fean-ku, sayangku, honey bunny-ku. Hari senin ceritanya harus dikumpulin soalnya. Besok aku left dari group ini. Idih cemburu sama brondong."

Fean melengos menuju dapur, dan membuat Reina terpingkal. Hatinya menghangat, ternyata Fean tidak secuek penampilannya.

¤

Dalam kesempatan ini Livy mau ngucapin maaf n terima kasih pada temen2 yang Livy kenal di sini.

Admin, Kanabil.
Kamuh, BangNabil.
Omkira, kamira, kanadia, kadin, sama karez.

Maaf kalo Livy ada salah kata. Kalau Livy menyinggung. Terima kasih atas kehangatan kalian. Kalian yang nggak pernah ngacangin Livy.

And Thank's a lot for Michelle. Atas kesempatannya riset di sini. Ini gegara kamuh bikin event out of genre ya Chelle. Love you beib.

Sukses buat WNClub.

With Love,
Re

My Event WNClubWhere stories live. Discover now