Part 1-Wedding Party

41.3K 1.5K 17
                                    

Rasya's POV

"Sya, are you okay?" bisik Lia di telingaku. Aku menggeleng dengan cepat. Lia hanya membalas dengan tertawa.

"Lo tau gimana sakitnya hati guekan Li," kataku ketika Lia memeluk aku. Dia hanya menepuk pundakku.

"I know banget, lo harus kuat Sya. Gue tau lo pasti bisa," katanya lagi sebelum kami berfoto. Lia datang dalam resepsiku bersama dengan teman-teman dokter yang lain, beberapa bulan yang lalu kami sudah berhasil melakukan sumpah dokter. Setidaknya, jika mengingat aku berhasil melalui seluruh proses belajarku, rasa senang kembali muncul dalam hati.

"Lo kalo temuin gue gantung diri atau gimana gitu di rumah, harus cepet-cepet selametin gue ya," kataku lagi, bahkan aku tidak menyadari bahwa Radit ada di sebelahku, bisa saja dia mendengar kata-kata yang telah kuucapkan.

"Gila aja, lo kalo ngomong ati-ati kalik Sya," Lia memelototiku lalu tersenyum dan melambaikan tangannya. Dia harus segera turun sebelum puluhan orang yang mengantre di belakangnya memarahinya. Aku tertawa membalas lambaiannya.

Sebelumnya dia sudah berjabat tangan dengan Radit.

"Dit, gue Lia temennya Rasya. Semoga pernikahan kalian bisa bahagia ya, aamiin," katanya ketika menjabat tangan Radit.

"Oke thank you ya Lia," jawabnya sambil tersenyum. Aku menggerutu, kata-kata yang Radit ucapkan pada Lia bahkan lebih panjang dari kalimat terpanjang yang dia ucapkan padaku.

Aku diam saja dan melanjutkan berjabat tangan dan berfoto dengan tamu yang lain, badanku rasanya letih sekali. Berbaring di kasur atau sekedar duduk di sofa adalah kenikmatan dunia yang ingin kurasakan saat ini.

"Akhirnya selesai juga, capek banget ya Mbak," kata Ibu pada Mama Radit.

Aku sedang memembersihkan make-up tebal yang menghiasi wajahku, dibantu dengan asisten Wedding Organizer, aku melepas gaunku dan berganti dengan kaos lengan panjang, longcardi, dan celana jeans. Kuseruput jus jambu di gelas di sebelahku. Aku menghela nafas panjang, akhirnya gaun berat itu lepas dari tubuhku.

Radit's POV

Aku kembali harus berpura-pura memasang senyum terbaikku. Tidak ada salahnya tersenyum pada orang, bukan? Aku berdiri tegak sambil menyalami ratusan tamu yang datang. Resepsi ini dijadwalkan hanya sampai pukul sepuluh malam saja, hanya dua jam aku harus pura-pura tersenyum bahagia. Ah, waktu yang sebentar.

Beberapa kali aku melihat Papa dan Mama tersenyum bahagia sambil bercakap-cakap dengan teman-teman lamanya atau rekan bisnis mereka. Aku menatap ke seluruh ruangan, mengapa rasanya hatiku tetap sakit?

"Lo kalo temuin gue gantung diri atau gimana gitu di rumah, harus cepet-cepet selametin gue ya," lamat-lamat kudengar Rasya berbicara. Bisa juga ya dia berbicara sepanjang itu.

Bagaimana bisa dia berfikir mengakhiri hidupnya? Dia memang sama tak bahagianya dengan aku, tapi untuk mengakhiri hidup sama sekali tak pernha terbayangkan dalam pikiranku. Memang gila perempuan ini.

Tapi itu awal yang baik buatku untuk segera mengakhiri hubungan ini.

"Dit, gue Lia temennya Rasya. Semoga pernikahan kalian bisa bahagia ya, aamiin," kata Lia saat dia menjabat tanganku. Aku balas tersenyum dan berterimakasih padanya. Doa yang tidak akan terwujud, bagaimana mungkin aku bahagia dengan Rasya?

Resepsi itu akhirnya selesai tepat pukul sepuluh malam, aku segera masuk ke dalam ruang make-up dan melepas seluruh jasku. Aku menggantinya dengan kaos lengan pendek dan celana jeans.

"Dit, Sya, Mama sama Papa pulang dulu ya," kata Mama sambil mengelus bahu Rasya. Aku mengangguk pelan, aku benar-benar takut saat akan tiba dimana yang tersisa hanya ada aku dan Rasya. Harus seperti apa aku melaluinya? Jika dalam keheningan, apa aku sanggup tak berbicara padanya?

"Iya Sya, Dit, Papa sama Mama juga pulang dulu ya, kalian langsung istirahat, supaya nggak kecapekan dan sakit," kata Tante Via sambil tersenyum, aku kembali mengangguk.

Kulihat Rasya memeluk dan mencium Mamanya, matanya berkaca-kaca. Aku membayangkan apa yang ada di pikirannya.

Malam itu aku sungguh ingin mengatakan apa yang sejak tadi ada di pikiranku pada Rasya, hubungan kami tidak dimulai dengan baik, akhirnyapun akan sulit untuk menjadi baik. Lebih baik, aku berusaha mengakhirinya sejak sekarang.

Lima belas menit yang lalu aku sudah menyetir mobil keluar gerbang gedung pernikahan itu, kulihat Rasya hanya diam tak berbicara sepatah katapun. Bagaimana bisa dia tidak berbicara sama sekali sejak tadi? Aku berdeham pelan, kulihat Rasya menoleh ke arahku.

Hohohoho cerita abal-abalnya selesai juga, maafkan kalau soo jelek yha:(

Maklum masih belajar dan berusaha hehehehe

See you soon!

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang