Part 22-Bulan Pertama

54.1K 1.1K 143
                                    

Part 22

Radit bergegas pulang sebelum langit menjadi gelap, namun sayang, jalanan Jakarta memang sekalipun tak pernah bersahabat dengannya. Setelah melalui berjam-jam di jalan, Radit tiba di rumah dan bergegas menuju meja makan, Rasya bisa jadi masih menunggunya.

"Kok makannya masih utuh Bi?" tanya Radit ketika tiba di ruang makan, tak ada Rasya di sana.

"Iya, tadi Ibu mau makan, tapi nunggu Bapak pulang dulu," jawab Bi Inah pelan.

"Rasya di mana Bi?"

"Udah ketiduran Pak di sofa sejak tadi, saya bangunin buat pindah ke kamar enggak bangun-bangun, kayaknya kecapekan," jawab Bi Inah sambil menunjuk ruang tengah.

"Ya ampun, padahal saya udah bilang kalo pulang telat."

"Iya Pak, tadi saya bilang mending Ibu makan duluan, kan butuh energi banyak, bisa lemes nanti. Tapi tetep nggak mau Pak."

"Iya Bi, makasih ya Bi. Saya coba bangunin dulu."

Bi Inah mengangguk.

Radit berjalan menuju ruang tivi dan mendapati Rasya tertidur pulas dengan nafas yang naik turun dengan teratur, tanda dia sudah cukup lama tertidur.

Rambut panjang Rasya terurai setengah basah, mungkin beberapa jam yang lalu dia baru menyelesaikan mandinya. Aroma khas wangi rambut yang hanya dimiliki oleh Rasya menguap di udara, bau yang menjadi candu bagi Radit.

Wangi itu juga yang sering secara tak sengaja mampu membuat ia menciumi Rasya habis-habisan, menggigit dan menghisap bibirnya, dan berunjung dengan...yah you know what it means.

"Sya, kok tidur di sini? Pindah ke kamar ya," Radit mengusap pipi Rasya kemudian mencium keningnya.

Rasya menggeliat sambil berusaha membuka matanya.

Radit menyunggingkan senyum sambil kembali mengusap pipi Rasya, tapi sesungguhnya ada pemandangan yang jauh lebih indah daripada sedang menggeliatnya Rasya. Pahanya!

Rasya mengenakan celana legging, membuat bentuk paha dan pantatnya sempurna terlihat.

Berulang kali sudah Radit memaksakan senyum mengembang padahal dirinya begitu ingin meremas paha Rasya. Paha Rasya terlihat begitu menggiurkan.

Radit menggeleng cepat. Cukup Radit, tahan, tolong kali ini tahan.

Ini sudah tepat di hari pertama pada minggu ke-4 kehamilan Rasya, tak hanya berubah lebih sensitif, istrinya itu lebih manja daripada sebelumnya. Radit begitu bersyukur akan kedua hal itu.

Satu hal yang membuatnya merutuki diri sendiri adalah, ketika ia tak mampu menahan gejolak dalam tubuhnya. Setiap kali pulang dari kantor, Radit selalu memutuskan untuk bermanja-manja dengan Rasya di atas tempat tidur.

Kegiatan itu tak murni hanya bermanja biasa, seringkali keduanya justru terlalu hanyut dalam beberapa isapan dan gigitan, kedua hal itulah yang membuat tangan Radit dengan sendirinya akan meremas payudara Rasya, kedua pantatnya, atau kemudian mengusap-usap bagian bawah Rasya.

Rasya paham betul sesungguhnya akan lebih baik jika selama proses kehamilan benar-benar terbebas dari hubungan suami istri, nyatanya, hal itu sangat sulit dihindari, ditambah tatapan Radit dan tangannya yang mengusap dengan lembut dan penuh cinta, wanita mana yang bisa bertahan?

Jika dihitung, sudah empat kali mereka melakukannya sejak berita itu ia kabarkan pada Radit. Empat kali itu selalu memiliki akhir yang sama, yaitu raut wajah menyesal Radit sambil mendesiskan "maaf" berkali-kali. Dia memang bodoh. Sudah tau jika bermanja-manja dengan Rasya akan menghasilkan semacam itu, mengapa masih dilakukan?

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang