Greya

61 11 7
                                    

     "Lah, Ya? Ini mau ngapain, sih?"
     Aku masih tak mengerti. Tidak mungkin, kan, Aria mengajakku kesini untuk—
     "Kenalin. Ini temen gue, Greya," ucap Aria memperkenalkan. Kulihat cowok berkulit putih itu dari atas sampai bawah. Rambut hitam rapi, seragam yang dikenakan dengan baik, hingga sepatu hitam yang di pakainya itu mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang sesekali menyusupi pikiranku.
     "Mm... Gue Ivy. Sa-salam kenal," aku tergagap. Kusenggol lengan Aria sedikit, memberikan kode maksudnya-apa-sih-ini?
     "Gue Gre—tunggu. Kayaknya gue pernah liat lo, deh," ucapannya terputus. "Lo bukannya yang waktu itu ngintipin gue main piano di sini?"
     Skak mat.
     "Eh, gue ga ngintipin lo kali! Waktu itu gue gak sengaja lewat. Trus—"
     "Alah boong banget. Kalo misalnya lo ga ngintip, kenapa lama banget di depan pintunya?" potongnya. Sungguh, aku tak tahu harus menjawab apa. "Tuh, kan, lo diem. Jangan-jangan lo suka sama gue lagi?"
     "Sumpah lo geer banget. Kenal lo aja enggak. Lagian, tuh, ya, gue kalo—"
     "Ini ada apaan, sih?"
Suara Aria yang lantang membuat kami terdiam. Yah, tidak seharusnya kami bertengkar di sini. Tapi aku terlanjur terbawa emosi. Duh, andai saja aku tidak mendengar suara pianonya waktu itu.
"Tadinya gue mau ngasih tau sesuatu yang penting buat kalian berdua. Tapi, kayaknya bakal gue kasih tau nanti. Lo berdua malah berantem, sih," kata Aria. "Lo balik ke kelas aja, deh, Vy. Besok kita kumpul di sini lagi biar keadaannya lebih—"
"Sekarang aja. Besok gue gak ada waktu lagi buat ketemu orang gak penting kayak dia," selak Greya yang membuatku membelalakkan mata. Aku ingin sekali membalas, namun aku sadar diri. Pembicaraan ini tidak akan selesai jika kami terus bersilat lidah.
     "Oke, tapi janji sama gue. Kalian gak boleh ngeluarin reaksi berlebihan sampai teriak-teriak," pinta Aria yang di ikuti helaan nafas beratnya. "Jadi, alasan gue ngajak kalian ke sini itu buat ngasih tau kalo kalian berdua sudah terpilih!" lanjutnya meninggikan suara. Aku dan Greya mengernyit.
      "Terpilih untuk?" tanya Greya memastikan. Ada keheningan sebelum Aria menjawab pertanyaan Greya tersebut. Aria menghela nafas sekali lagi.
     "Terpilih untuk berduet piano di Acateny Piano Competition bulan depan."
     Hening. Tak satupun dari kami yang mengeluarkan suara, berusaha mencerna maksud dari perkataan Aria barusan. Terpilih untuk berduet di Acateny Piano Competition. Terpilih. Berduet. Piano.
     "HAH?" pekik kami bersamaan.
     "Ssssttt, lo berdua kan janji gak bakal berisik," tempel jari telunjuk Aria di bibirnya.
     "Ya??? Please. Lo, kan, tau gue udah lama banget gak nyentuh piano. Mana bisa gue ikutan lomba, apalagi duet sama orang kayak dia!" protesku keras-keras. Greya yang tak mau kalah spontan membalasku.
     "Lo gak ada orang lain buat dipilih duet sama gue apa? Anak ekskur musik kan banyak. Mereka jelas lebih bagus daripada si tukang nguntit ini."
     "Apa lo bilang??" tengokku ke arah Greya dengan wajah merah.
     "Lo berdua bisa diem gak, sih?" lagi-lagi Aria melerai. "Pokoknya kalian gak boleh nolak. Besok kalian udah mulai latihan. Gue bakal booking ruangan setiap pulang sekolah. Lagunya kalian yang nentuin sendiri besok, oke? Gue sama Ivy balik aja, deh, ya. Bye," ucap Aria sembari menarik tanganku keluar ruangan. Seiring berpijaknya kakiku di luar ruangan itu, hidupku lambat laun mulai berubah.

。。。

Part 7 is coming up! Sorry for the late update :(
Enjoy the new part and thanks for reading!

NocturneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang