(t)Hrowback

19 3 0
                                    

"Bun, aku pulang."
Kulepas sepatu hitamku terlebih dahulu sebelum memasuki rumah. Rumah yang hening. Tidak ada jawaban atas panggilanku tadi. Kecuali suara Fluffy yang mengeong meminta segera diberikan makanan.
"Ivy?? Kamu udah pulang?" teriak bunda dari dapur yang kujawab dengan kata iya.
"Kamu, tuh, tadi pagi kemana? Bunda nyariin tau. Kesian si Aria jadi telat gara-gara kamu," omel bunda.
"Aria ini. Biarin aja, Bun. Dia juga jemput gak pake persetujuan dulu. Aku mana mau di jemput-jemput kayak gitu," jawabku sambil mengambil seplastik makanan kucing.
Bunda menghela nafasnya sebelum berbicara. "Kamu inget gak? Aria itu udah ngelakuin banyak banget buat kamu. Pas TK, kamu pup di celana. Aria doang yang gak ngetawain kamu. Dia malah—"
"Please, Bun. Itu malu-maluin," potongku. Ya, kejadian yang tak akan kuulangi lagi seumur hidupku.
"Iya iya. Pas SD juga. Hari pertama masuk sekolah, kamu salah kostum. Hari Senin kamu malah pake baju batik. Aria minjemin baju dia ke kamu, kan? Trus Aria cuman pake kaos dalem sampe pulang," cerita bunda terkekeh pelan.
"Kok Bunda tau, sih? Ih itu, kan, udah lama banget."
"Tau lah. Bunda juga ngikutin gosip ibunya temen-temen SD kamu kali," jawab bunda tak mau kalah. "Oh, iya. Pas SMP kamu di bully sama temen-temen cewek kamu. Kamu waktu itu disuruh ngapain, ya? Ah, Bunda lupa. Pokoknya Aria ngelindungin kamu dari mereka, kan? Sampe akhirnya kamu gak di gangguin lagi."
"Aku juga bisa ngelawan mereka sendiri," balasku gengsi. Aku tidak ingin mengingat masa lalu dengan Aria yang sok jadi pahlawan itu.
"Kamu, tuh, harusnya bersyukur ada teman macam Aria. Udah ganteng, baik lagi. Bunda setuju kok kalo kamu pacaran sama dia," kata bunda sambil tertawa. Sayangnya, itu adalah harapan yang tak akan pernah tercapai.
"Temenan sama dia aja enggak, malah pacar-pacaran. Ya gak bakal, lah, Bun. Gak akan dan gak mau," jawabku menekan suara. "Udah, deh, Ivy ke kamar dulu mau ganti baju. Males juga ngomongin Aria," lanjutku sambil melengos pergi menuju lantai atas.
     Bunda hanya menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum. Entah apa yang ada di pikirannya.

。。。

"Vy? Keluar, ya. Bunda udah nyiapin kamu makan malam."
Ketukan pintu dan panggilan bunda membangunkanku. Tanpa sadar sudah terlelap sedari tadi. Segera kulangkahkan kakiku menuruni kasur dan keluar.
"Di kamar lama banget. Bunda tungguin dari tadi," pekik bunda sambil menyiapkan piring.
"Iya, tadi aku ketiduran. capek kali abis sekolah. Plus capek dengerin Bunda ngomongin Aria terus," jawabku sedikit mencibir. Bunda tertawa dan langsung mengusap rmbutku gemas.
"Iya, sayang. Bunda, kan, cuman mau kamu inget lagi sama kebaikannya Aria. Kasian, kan, kalo kamu diemin dia terus?" bunda kembali menyendokkan nasi ke piringku dan ayah. Aku hanya cemberut mendengar ucapannya. "Becanda. udah ayo di ambil makanannya. nanti keburu dingin."
Kami makan dalam diam, tanpa berkutik ataupun mencela. Sesekali pikiranku melambung jauh. Apa iya, aku terlalu jahat kepada Aria? Apa iya, menerimanya adalah suatu hal yang baik? Tapi apa alasannya untuk selalu ada disampingku sedari dulu? Hanya penasarankah? Entah, aku juga tak begitu ingin tahu.
"Vy, makanannya jangan di liatin doang, dong," lamunanku sontak teralihkan oleh suara bariton ayah. Ia menatapku tersenyum dan sesekali menggeleng pelan. "Kamu sekelas sama Aria?"
"Hah? Emang kenapa?" tanyaku meminta penjelasan. Kenapa, sih, malah ngomongin Aria lagi.
"Itu, dia di teras rumah daritadi. Katanya nungguin kamu selesai makan dulu."
Makanan yang hendak aku telan malah mengundang batuk yang hebat di kerongkongan. Otakku masih berusaha mencerna perkataan ayah. Setelah meminum segelas air, otakku bekerja kembali.
"HAH?"

• • •

Setahun gak ngepost akhrnya dilanjutin lagi AHAHHAAH
Halo Wattpad.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NocturneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang