7. Promise

8 1 0
                                    

*Author point of views*

Mulai hari itu, hari dimana David menyatakan cintanya ke Nadira. Seisi sekolah tau bahwa jika disitu ada Nadira pasti ada David.

David memperlakukan Nadira seperti Tuan Puteri. Membuat iri seisi sekolah. Bahkan guru-guru pun juga ikut tahu.

Hari ini hari jadi Nadira dan David yang ke dua bulan dan tepat tiga bulan lagi David melaksanakan Ujian Nasional.

"Naa, ntar pulang sekolah jalan yuk?" Tanya David sewaktu jam istirahat. Mereka sekarang berada di taman belakang sekolah. Mereka sering menghabiskan waktu istirahat di kantin atau di taman belakang sekolah. Tak jarang juga mereka duduk berempat-David,Nadira,Dino,Devina- mereka juga sering jalan bareng berempat atau istilah kerennya double date.

"Boleh, kemana kak?"

Ya, meskipun Nadira dan David sepasang kekasih, Nadira tetap memanggil David 'kak', dan David pun tidak mempermasalahkan soal panggilan itu. Baginya, apapun panggilan dari Nadira yang di tunjukkan untuknya diterimanya dengan lapang. Asalkan jangan memanggil 'om'.

"Kamu maunya kemana?"

"Hm, kemana ya? Eh kak kita ajak Devina sama Dino juga ya?"

"Kok ajak mereka? Inikan acara kita,Naa. Hari jadi kita yang ke dua bulan. Masa mereka juga harus ikut?"
David sebenarnya malas jika harus jalan berempat. Bukan karena apa-apa, melainkan Dino yang rese tingkat dewa itu sering menjahilinya. Akibatnya David jadi bahan ketawaan Nadira dan Devina.

"Kamu gak mau ya? Yaudah deh nggak usah ajak mereka. Terserah kamu aja kita ntar mau kemana." Nadira langsung pergi meninggalkan taman tersebut. Nadira bete. Kalau Nadira sudah bete, David susah membujuknya kecuali satu hal yang bisa meluluhkan hati Nadira yaitu membelikan gulali. Permen gulali. Tau nggak? Yang sering ada di pasar malem. Nah sekarang masalah bagi David karena tidak ada pasar malem di dekat-dekat ini.

"Nadiraaa.. yah jangan marah dong." David menoel pipi Nadira ketika David berhasil mensejajari langkah Nadira.

"Sayang."

"Babe."

"Tuan putri-ku."

Semua panggilan dari David tak ada yang di jawabnya. Tak mampu juga meluluhkan hati Nadira.

"Sayangnya aku jangan marah dong. Ntar aku beliin gulalinya deh. Gimana?"

Nadira langsung berhenti dan menoleh kearah David. Tatapannya tajam. Setajam silet.

"Bener nih? Gak bohong lagi? Gak kayak waktu itu? Janjinya mau beliin tapi nggak dibeli-beliin sampai sekarang."

"Iya beneran, ntar aku cariin ya."

Sebuah lengkungan tercetak diwajah Nadira yang artinya Nadira tersenyum menanggapi ucapam David.

"Oke."

"Nah gitu dong senyum, kan jadi cantik. Jadi makin sayang deh. Oh iya, gimana test basket kamu kemarin?"

Kemarin, hari eksekusi bagi Nadira. Kemarin, hari paling menegangkan bagi Nadira. Kemarin, hari yang paling tidak mau dinanti-nanti oleh Nadira. Ya! Kemarin Nadira melaksanakan test olahraga tepatnya test basket untuk ujian kelulusan naik kelas.

"Aku frustasi banget kemarin,kak. Gak ada satu bola pun yang masuk ke ring. Tapi, pas menit-menit terakhir aku berhasil masukin 3 bola. Kata Pak Tono minimal harus masukin 3 bola ke ring baru bisa lulus ujian kenaikan kelas ini. Yeee aku lulus kak. Makasih ya berkat kakak juga ini." Nadira heboh menceritakan kejadian kemarin lalu memeluk David sebagai ucapan terimakasihnya. David pun juga membalas pelukan Nadira.

A Past MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang