Siapa dia?

300 22 2
                                    

"Alya dibunuh," ucapku kemudian kehilangan kesadaranku.

"Mel bangun Mel," aku mengerjapkan mataku memandang kabur seisi ruangan ini.

"Sudah berapa lama aku pingsan?" Tanyaku pada Mike yang kini berada di sampingku.

"Baru 10menit mungkin, lo jangan terlalu banyak mikir yeh. Ini minum dulu biar tenang," ujarnya sambil menawarkanku teh hangat.

"Ngg makasih," tanganku bergemetar mengingat kejadian tadi, tatapan mata Alya, darah itu semua terasa sangat jelas di ingatanku.

"Aku nggak bisa minum," aku mengembalikan gelas itu ketangan Mike.

"Mel minum aja, biar lo agak lebih tenang. Gue tau lo pasti trauma. Jangankan lo, gue juga Mel," Mike menatapku lekat-lekat dan membiarkan mataku mengitip matanya yang coklat.

"Alya dibunuh Mike! Gue denger sendiri pembunuhnya bilang kalau dia merasa aman sekarang," bibirku kelu tapi berhasil melontarkan kata-kata yang tadi sempat terputus.

Mike menatapku lagi, dia terdiam dan terlihat tegang. Hawa dingin memasuki UKS sekolahku yang sekarang kutempati bersama Mike.

"Ayo gue anter pulang, hari ini lo nggak usah ngajarin gue. Biar lo istirhat dulu," ucapnya sambil menarik tanganku.

"Mike tapi gimana soal pembun...," Mike segera menutup mulutku dan membawaku ke mobilnya.

"Jangan sampai orang lain tau masalah ini ,atau lo bakal dalam bahaya! Kita cari tau siapa pembunuhnya. Pokoknya lo nggak boleh lengah sekalipun, kita harus pasang mata" ungkap Mike yang kusahut dengan anggukan.

Mobil Alphard milik Mike menyusuri jalan raya, aku hanya bisa memandang keluar jendela. Membayangkan bagaimana nasib Ibu Alya setelah mendapat kabar tentang kematian anaknya.

"Mike, Alya tu hamil. Gue yakin banget kalau orang yang mendorong dia dari atas atap itu laki-laki yang menghamilinya," aku mengucapkan kegundahanku pada Mike yang sedang fokus menyetir.

"Tapi saat di TKP tidak ada orang di atas atap Mel, bersih. Gue sendiri yang nge-check nggak ada siapapun kecuali Pak Norman, Pak Dadang dan Bu Nana yang sudah ada diatap untuk mengecheck keadaan."

"Jangan-jangan!" Aku menatap Mike penuh keraguan. Mike menggeleng. "Nggak mungkin Mel, jangan menuduh sembarangan kita harus mengumpulkan bukti yang kuat, kalau kamu ragu coba kamu ajak bicara Pak Dadang atau Pak Norman soal kejadian kemarin.

"Tapi suara hatinya terlihat sangat tidak dewasa Mike, sepertinya itu milik anak remaja yang tak lain adalah salah satu dari siswa di sekolah ini" aku mulai mengingat dengan detail kejadian tadi."

"Kira-kira Alya punya pacar?" Tanya Mike serius. "Sepertinya tidak. Kalaupun iya kurasa bukan pacarnya yang melakukannya, Alya bicara soal pembullyan, sekolah yang terasa seperti neraka," aku mengingat kembali perkataan Alya dalam hati.

"Bagaimana kalau jatuhnya dia dari atap murni karena faktor kecelakaan, bisa saja dia terpleset jatuh bukan?" Mike berusaha berpikir keras begitupula denganku.

"Tapi soal suara itu?" Aku bertanya lagi masih tidak percaya dengan asumsi Mike. "Bisa saja orang itu memang yang menghamili Alya dan dia merasa aman karena Alya terjatuh dengan sendirinya, bukan berarti dia harus membunuh kan?" Mike benar, aku tidak boleh berprasangka buruk.

Tinnn... tinnnn...

Suara klakson bersahutan, ternyata saking seriusnya kami dalam berbincangan ini, lampu hijau sudah muncul membuat mobil dibelakang kami sudah tidak sabar.

Aku dan Mike sudah sampai di depan rumah, tapi aku masih merasa tidak aman.

"Mike aku takut, mamaku sepertinya sedang pergi kerumah budheku untuk menjenguk anak budhe yang sakit, kau mau menemaniku?" Ujarku ragu-ragu tapi tidak punya banyak pilihan.

I Know What You ThinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang