Journey

291 17 9
                                    

Pagi ini terik matahari memaksa masuk dari jendela kamar, aku bangun terengah-engah karena mimpi itu lagi, tunggu sepertinya aku kenal mimpi itu. Oh iya soal kecelakaan mobil dan jalanan panjang dan dingin itu!

Aku berfikir keras, kurasa itu adalah ingatan yang nyata sebelum aku berakhir di rumah sakit, sampai saat ini aku belum tau kenapa ayah dan ibu tidak mengikutiku pergi dari hotel, bahkan aku sepertinya tak sempat memberitahu mereka. Ini tidak masuk akal.

"Mel kamu sudah bangun?" Mike mengetuk dari luar jendela. Aku tak ingin bertemu dengannya, aku tak sanggup menatap matanya, terlalu sakit buatku.

"Mel aku masuk ya," ijinnya membuatku sedikit panik. "Jangan! Eng aku sedang ganti baju," tuturku berbohong padanya. "Oh baiklah, makanannya aku taruh di depan yah, yang semalam kamu belum makan juga?" Perhatiannya kepadaku membuatku selalu salah tingkah.

Ketika kita mencintai seseorang tapi tak bisa mengungkapkan karena bisa melukai hati orang lain, itu seperti kamu sedang bahagia ketika semua orang bersedih. Kau hanya bisa merasakan kebahagianmu sendiri dan memendamnya tapi akankah kau masih bahagia saat itu? Tentu saja tidak.

Seperti saat ini, aku hanya bisa diam. Hari ini aku akan pergi bersama Mike dan Michele, aku berharap tubuhku panas sehingga aku tak perlu melihat mereka, aku takut jika menangis di depan mereka berdua.

"Mel kok kamu diem aja sih? Udah selesai ganti bajunya?" Tanya Mike lagi membuatku terpaksa membuka pintu, aku harap dia tidak sadar mataku bengkak karena menangis semalam.

"Hei kamu baik-baik saja? Ini makanannya, semalam kau benar-benar tidak mengikuti pestanya? Sayang sekali, padahal pestanya sangat seru," ia bercerita kurasa dia sangat senang.

"Em ya aku baik-baik saja," ia terlihat tidak yakin. "Mata kamu kenapa?"

Deg

Pertanyaan yang kutakutkan keluar juga, aku cuma tersenyum. Begitulah wanita, ia masih bisa tersenyum saat hatinya sakit.

"nggak papa Mike, udah sana keluar aku mau makan dulu," dia terdiam sejenak menatapku dan tiba-tiba ia menggenggam tanganku.

"Yaudah Mel habis makan kamu langsung siap-siap ya, kita kan mau jalan-jalan," ia terlihat bersemangat, aku cuma mengangguk.

Telfonku berdering, sepertinya Mike sudah mengganti sim card agar bisa kugunakan disini. Ternyata Arjuna.

"Mel kau baik-baik saja? Obat yang paman beri sudah kau minum?" Suara dari Arjuna membuyarkan lamunanku soal pesta semalam. Lagi-lagi dia masih mengiraku gila.

"Mel sudah diminum kan? Oh ya kamu kapan pulang? Mochi nyariin kamu nih, katanya dia minta gendong lagi," Arjuna berusaha membuatku tertawa tapi entah kenapa perasaan ini tak sama lagi. "Jun kebiasaan deh, palingan nanti aku dikencingin lagi kalau gendong dia, aku sudah minum obatnya."

"Baguslah, sampai jumpa di Jakarta, i miss you Mel," aku mematikan telfonnya karena aku tau aku tak sanggup membalasnya.

Akhirnya setelah bersiap-siap sebentar wajahku sudah tidak terlihat kacau lagi, mungkin aku butuh hiburan.

"Come one Melati, kita sudah mau berangkat," ucap Michele mengajakku masuk ke mobil. "Hari ini cukup cerah, kita beruntung," ucap Michele tersenyum kearah Mike.

Jalanan terlihat cukup ramai tapi tidak macet, kota ini kecil tapi sangatlah terstruktur. Gedung-gedung tinggi membuat negara ini terlihat luas, katanya sih kalau punya rumah sendiri disini sangatlah mahal, pajak di negara ini pun sangat ketat.

"Welcome to orchard Mel, disini kamu bisa belanja kebutuhan kamu dan kita sekalian makan siang, disini tempat belanja yang cukup terkenal, pasti kau juga pernah mendengarnya kan?" Tanya Michele yang kujawab dengan anggukan.

I Know What You ThinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang