1. How's Life?

168 20 1
                                    

Mataku terbuka sedikit demi sedikit, mencoba menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang masuk. Apakah ini hanya pendengaranku saja, atau memang alarmku tidak berbunyi? Segera aku menoleh ke arah meja kecil disebelahku. Jam digital berwarna abu-abu itu menunjukkan angka 5.38 AM. Astaga ini baru jam setengah 5 pagi.

Oh, shit!

Hari ini aku bangun terlalu pagi. Bahkan Evan, kakak kandungku, belum bangun dari tidur pulasnya. Aku tahu itu. Kamarnya berada persis disebelah kamarku. Dan ia tidak pernah berubah. Selalu tidur mendengkur dan lupa mengunci kamarnya. Pintu kamar Evan agak rusak. Walaupun ditutup rapat tetap saja akan terbuka saat angin malam bertiup dan itu mengharuskannya mengunci kamarnya terlebih dahulu kalau tidak ingin mengganggu tidurku dan Mom.

Aku segera bangkit dari tidurku dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka. Lalu kuputuskan untuk membuat sarapan saja daripada kembali tidur dan malah kesiangan. Dengkuran Evan semakin keras saat aku membuka pintu kamarku. Kulihat, pintu kamar Mom sudah terbuka, tandanya ia sudah terlebih dulu bangun.

"Elle is that you?" Ugh aku benci dipanggil dengan nama itu. Aku meneruskan langkahku menuruni tangga sambil menjawab seadanya, "Martha, Mom". Mom hanya menghela nafas panjang sambil menggeleng pelan kemudian melanjutkan kegiatannya, menyapu rumah.

"Mom tahu kan aku akan melakukan itu sepulang sekolah?"

"Melakukan apa, sayang?" tanya Mom.

"Menyapu rumah." jawabku sambil berusaha mengambil sapu dari tangan Mom.

"Jaga-jaga kalau kau tidak sempat, Elle"

"MOM!"

"Okay.... Grumpy Martha"

Aku menghempaskan tubuhku ke sofa di ruang tengah, tempat Mom dan aku sekarang berada. Aku melihat langit-langit, kemudian ke tembok-tembok. Dan mataku terpaku pada sebuah foto dengan frame besar diatas perapian. Aku rindu Dad dan Emma.

"So, how's life?" tanya Mom penasaran.

Aku terkekeh kemudian menjawab "Sucks, as always."

Kemudian hening sejenak. Aku memejamkan mataku dan memijit kepalaku pelan berharap bayangan-banyangan itu pergi.

Mom menghentikan kegiatannya sejenak. Ia menoleh kearahku dengan tatapan iba. Ia berjalan mendekatiku dan berjongkok di depanku. Tentu saja ia mengerti masalah yang kuhadapi. Ia pernah remaja. Pasti pernah mengalami ini. Ia pasti mengerti bagaimana rasanya jadi diriku. Apalagi aku siswi pindahan.

"Kau selalu bisa kapan saja mengadukan mereka, sayang" Mom menggenggam tanganku dan meremasnya pelan. Menyalurkan kekuatannya padaku.

"Tidak Mom, mereka belum melukaiku. Lagian mereka hanya meng-"

"Belum! Belum! Itu berarti satu saat mereka akan melukaimu. Kalau saja nanti, atau besok atau lusa? Mom tidak bisa melihatmu terluka karena ulah bodoh teman-temanmu disekolah,sayang. Mom tidak akan bisa memaafkan diri sendiri kalau kau sampai benar-benar terluka". Mata Mom mulai berkaca-kaca. Air matanya siap terjatuh kapan saja.

"Mom tenang aku baik-baik saja kok selama ini" jawabku tenang berusaha meyakinkannya.

"Dan apakah kau punya teman selain Oscar? Kau ada atau tidak juga pasti mereka tidak tahu, Martha"

"Mom tenang saja, aku pasti akan mendapatkan teman saat kelas 8 nanti"

Ya, memang aku duduk di kelas 7 walaupun usiaku hampir 17 tahun. Bukannya aku terlambat atau tidak naik kelas. Tapi karena aku dulu aku tinggal di Bali. Dad meninggal setahun yang lalu. Mom merasa tidak kuat terus tinggal di Indonesia dan memutuskan untuk kembali ke Los Angeles, tanah kelahiran Mom, Dad, Evan dan aku. Yang berarti aku harus pindah sekolah. Perbedaan kurikulum antara Sekolahku di Indonesia dan sekolah baruku disinilah yang membuatku harus turun 2 tingkat kelas. Sebenarnya, tergantung dari sekolahnya. Mungkin, ada sekolah yang menerimaku dan hanya mengharuskanku turun 1 tingkat, namun tetap saja aku harus turun tingkat.

Mom memilih untuk mengalah dan menyuruhku untuk bersiap-siap ke sekolah.
Dan mengingatkanku untuk membangunkan Aurora aka Sleeping Beauty aka Evan.

Aku memasuki kamar Evan dan langsung membuka pintu balkon, jendela, tirai dan selimut Evan. Sebelumnya ia terlihat seperti kepompong karena bergelung di selimutnya yang tebal.

Aku segera melompat ke atas ranjang tepatnya ke atas Evan sambil berteriak "BANGUN PEMALAS"

Evan langsung bangun terududuk, menyebabkan aku terjatuh ke samping. Untung saja ranjang ini masih cukup menangkap tubuhku. Tidak biasanya ia cepat terbangun.

"Kau ini! Aku baru tertidur satu jam yang lalu!" keluhnya sambil balas berteriak padaku.

"Cepat bangun dan antarkan aku ke sekolah, Evan."

"Mandilah dasar kau bau!"

Aku refleks mencubit lengannya dan berlari ke kamarku untuk bersiap-siap ke sekolah.

Youtubers Love Story --[Christian Collins]--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang