8. Messed up

152 17 6
                                    

7.28 AM

Aku memasuki sekolah bersama Kizzy dan Crawf. Beberapa wanita genit menggoda Crawf sesekali. Kami menggoda Crawf dan wajahnya tampak seperti kepiting rebus sekarang. Tak heran banyak wanita yang menyukainya. He is such a cute guy.

"Shut up you two" protes Crawf. Kami hanya tertawa sebagai respon padanya. Berbeda denganku, Kizzy terus menampilkan deretan giginya dan menyenggol-nyenggol lengan Crawf. Kizzy terus menggodanya hingga Crawf berhenti pada lokernya.

"Kalian pergilah. Kelasku pagi ini ada di lantai dua. Jangan lupa, makan siang kalian harus menungguku!" kata Crawf.

"Kenapa tidak dengan gadis-gadismu itu saja Crawf?" Kizzy masih menggodak Crawf sambil tertawa renyah membuat wajah Crawf kembali memerah. Crawf bergerak hendak menjahili Kizzy, namun Kizzy sudah berlari sambil menarik lenganku. Masih tertawa.

"Kizzy sudahlah." bujukku padanya. Kizzy seketika terdiam namun pandangannya tidak ke arahku melainkan ke sosok laki-laki yang sedang berjalan ke arah kami. "Hai Martha." tegur Tyler. Matanya sesaat melirik pada Kizzy namun ia segera mengalihkannya. Kejadian itu hampir seperti tidak nyata dan hanya di hayalanku saja, tapi itu benar terjadi. Tyler melirik Kizzy dengan tatapan yang sulit kuartikan.

Kizzy mengambil buku-buku yang dibutuhkannya dan berjalan menuju kelas kami pagi ini. Kebetulan kelas kami seharian penuh ini sama. Tentunya dengan seekor Tiffany di dalamnya.

3.00 PM

"Martha, kau akan menginap hari ini?" tanya Kizzy saat kami berjalan menuju parkiran sekolah. Aku melihat sosok Evan sedang menungguku sambil bersandar pada motor sportnya. Ia sedang fokus mengetikkan sesuatu pada iPhonenya. "Sebenarnya, Evan sudah menjemputku. Sampaikan salam untuk Crawf ya!" dan juga Chris. Aku melambai pada Kizzy dan menghampiri Evan.

Evan menyerahkan satu helm padaku sambil berkata, "Kau terlihat gemuk". Evan dan mulut sampahnya. Baru saja aku ingin membalas ejekkannya, aku mencium bau tak sedap yang bertiup dari tubuh Evan.

"Evan! Kau mandi tidak? You smell like sweaty socks." protesku sambil menutup hidungku. Sulit dipercaya, berani-beraninya Evan keluar rumah dengan bau badan yang seperti ini.

Evan tidak menjawab apa-apa. Sebagai balasannya, ia melajukan motornya beberapa meter meninggalkanku. Aku mengejarnya dengan berlari dan menyesali perbuatanku saat ini juga. Dengan begini, aku bisa mencium bau badan Evan dengan lebih jelas lagi. Ia seakan meninggalkan bau badannya hanya untuk kucium sepanjang jalanku mengejarnya.

"Menikmati aromaku, Nona?" goda Evan sesampainya aku di belakangnya. Tanpa banyak protes, aku langsung naik ke bagian belakang motornya masih dengan menutup hidungku. Aku memutuskan untuk bernafas lewat mulut saja.

Baru kali ini perjalanan dari sekolah menuju ke rumah terasa seperti seabad bagiku. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk dan berlarian menuju kamarku.

Namun betapa terkejutnya aku ketika mendapati banyak baju-baju berserakan di lantai. Salah satu baju yang terdapat di lantai adalah milik Mom. Sedangkan yang lain, aku tidak mengenali milik siapa itu. Jaket kulit berwarna coklat? Ikat pinggang coklat? Setahuku Evan tidak memiliki barang-barang itu. Semuanya terlihat seperti sesorang sedang terburu-buru melepasnya satu-persatu. Baju-baju itu mengarah pada kamar Mom.

Oh, tidak. Kumohon jangan.

Aku melangkahkan kakiku perlahan ke arah kamar Mom. Sayup-sayup kudengar suara menjijikkan yang berasal dari kamar Mom. Pintu kamarnya tidak terkunci. Semakin mendekat, suara-suara itu makin jelas. Aku mengintip dan mendapati Mom sedang bersetubuh dengan orang asing.

Aku mengucapkan 'Oh my God' dengan tak bersuara. Perlahan-lahan aku mundur namun punggungku menabrak sesuatu. Saat aku menoleh, ternyata Evan juga menyaksikannya. Raut wajah Evan tak terbaca. Percamuran antara kecewa-sedih-marah membuat wajahnya menjadi merah dan mengeluarkan urat-urat halus di dahinya.

"Oh Shit!" umpatan seseorang bersuara berat dari dalam kamar Mom membuatku langsung berlari menjauh. Sebelum aku selesai menuruni tangga, terdengar suara pintu yang dibanting kuat. Aku tebak itu Evan.

Aku segera keluar dari rumah dan mengabaikan seruan Mom yang memanggil namaku. Bagaikan mendukung suasana yang menyedihkan ini, hujan deras turun dan membasahi tubuhku.

"Are you kidding me right now?" aku berteriak sambil menengadahkan kepalaku ke atas berbicara pada langit. Aku merasakan getaran ponselku dari dalam kantung celanaku. Aku merogoh kantungku dan membuang ponsel sialan itu ke sembarang arah. Terdengar bunyi ponsel yanh berbenturan dengan aspal di telingaku.

Itu pasti Mom. Masa bodoh.

Aku tidak tahu harus kemana saat ini. Kalau ke taman di dekat rumah, Mom pasti langsung menemukanku. Aku memutuskan untuk berlari sekencang mungkin menuju pusat kota, menuju sekolahku. Tidak ada tujuan lain yang aman. Hanya sekolahku saja.

Kakiku mulai lelah. Tinggal beberapa blok lagi, aku sampai di sekolahku. Langkah kakiku mulai melambat. Nafasku terengah-engah. Aku jatuh terududuk di trotoar, membiarkan tangisanku makin pecah. Sweater yang kukenakan tidak membantuku sama sekali untuk merasa sedikit hangat karena ia sendiri juga sudah basah kuyup.

Beberapa orang datang ke arahku dengan membawa payung sambil menanyakan keadaanku. "No, it's okay. I'm fine."
Mereka mulai berjalan menjauhiku. Aku kini duduk sendirian hingga seseorang menghampiriku dan memayungiku lagi. "I SAID I'M FINE!" teriakku frustasi tanpa memandang ke arahnya. Aku melirik sepatu yang dipakai orang asing ini. Dilihat dari yang dipakai ia adalah laki-laki yang seumuran denganku. Ia mengenakan sepatu adidas putih dan skinny jeans hitam.

"No, you're not." kata si orang asing.

Mataku seketika melotot karena mengenali suaranya. Aku menengadahkan kepalaku untuk melihat orang itu.

Holly shit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Youtubers Love Story --[Christian Collins]--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang