The Wheel of Life - Part 7

54 8 8
                                    

(Halsey's POV)

Aku terus berlari kencang dengan napas yang terengah-engah. Melihat Ayahku dikepung para pekerja, air mataku tak henti-hentinya menetes. Dan dalam hatiku, aku hanya bisa menjerit meminta tolong agar pemerintah membantuku, atau mungkin setidaknya seseorang membantu permasalahan keluargaku.

Adelle dan Ibu berlari di depanku, mencari-cari jalan keluar. Kami bertiga terus berlari menyusuri gang-gang kecil. Berharap jejak kami tidak tertangkap oleh para pekerja mata-mata.

Dan kami terhenti di sebuah gang buntu, tidak ada jalan kembali. Kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat sejenak. Aku, Adelle, dan Ibu duduk di atas tumpukan barang-barang bekas. Berusaha mengatur napas agar kembali normal.

Ibu merebahkan punggungnya, menatap ke arah langit biru dan berkata, "Aku masih tidak percaya dengan ini. Tolonglah, siapapun, bangunkan aku dari mimpi burukku."

Adelle mendongak, menatap bangunan kumuh tinggi di kanan dan kiri gang. Menghela napas sejenak dan mulai berbicara, "Tuhan, sebenarnya apa yang baru saja terjadi? Kenapa kau selalu membuat kami menderita.". Ia berkata dengan isakan tangisnya.

"Tidak, jangan berkata begitu. Tuhan hanya menguji kita." aku membantah.

Aku merebahkan punggungku, mengistirahatkan kaki-kakiku yang sangat pegal.

Sejenak aku berpikir, "Mungkin kejadian ini akan membuat kakakku terdorong menjadi seorang ateis tapi aku tidak akan membiarkan hal gila seperti itu sampai terjadi."

"Apa Ibu sudah mengetahui semuanya? Kesalahan ayah di masa lampau, apakah ia benar benar telah mengetahuinya?"

Aku mengusap tetesan air mataku yang sedang memberontak keluar dari ujung mataku. Aku melirik ke arah Adelle, ia sedang merenung, mendegungkan kepalanya beberapa kali ke tangannya sendiri.

Sementara Ibu, ia berbaring di atas tumpukan barang bekas sepertiku dan ia sedang memejamkan matanya. Perlahan-lahan bibir tipis merah meronanya melengkung sedikit, ia tersenyum sedikit.

Layaknya seorang gadis kecil yang sedang mengkhayalkan kuda poni impian atau mengkhayalkan bagaimana rasanya menjadi seorang tuan putri di sebuah kastil megah.

Tapi sejenak ada pikiran yang tiba-tiba terlintas dan mungkin akan menghantui diriku, "Bagaimana jika aku menghembuskan napas terakhirku di saat-saat seperti ini? Kematian adalah hal yang sangat tidak menentu."

Aku berusaha keras agar pikiran itu tidak terlintas di pikiranku. Semoga aku masih diberi waktu. Semoga saja. Aku hanya bisa berharap.

"Adelle, Halsey, ibu butuh pelukkan hangat kalian." gumam ibu seketika. Mataku terbelalak untuk beberapa detik, karena memang hubungan antara aku dan ibu bisa dibilang tidak terlalu dekat.

Adelle mendekati ibu, ia memeluknya dengan isakan tangis. Sejenak aku memperhatikan mereka dan aku mulai memikirkan sesuatu lagi.

"Halsey..." ibu memanggil namaku dengan suara yang sangat halus dan lembut, suaranya membuyarkan pikiranku.

Ibu memeluk tubuh Adelle dengan lengan kirinya. Ia menyodorkan lengan kanannya, telapak tangannya terbuka. Itu menandakan bahwa hatinya berkata, "Kemarilah..."

Aku memeluk ibu dengan erat. Lengan kanan ibu yang lembut melingkar di punggungku. Ini adalah pelukan terhangat yang pernah aku rasakan. Dan aku tidak mau kehilangan pelukan hangat ini.
-----
(Author's POV)

Sementara itu, Foster menyeringai dengan tatapan psikotiknya. Ia terus menatap tajam menunggu jawaban salahsatu pekerja Edward yang belum menemui ajalnya akibat Foster.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Wheel of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang