Siang ini cukup terik karena matahari sedang mengamuk di atas sana. Walaupun matahari sedang gencar-gencarnya menunjukkan perlawanan seolah lagi menyemprot gue, gak mengizinkan gue buat pergi, tapi gue sih memilih untuk tetap bandel. Dan tetap keluar rumah, mencari-cari dimana rumah cewek yang udah bikin gue terpesona itu. Tatapan matanya, wangi badannya, rambutnya, auranya, bener-bener bikin gue gila dan kebelet ingin segera mendapatkannya, jadiin dia pacar gue. Ahh.. Namun daritadi gue terus mencari-cari, gue baru sadar gue hanya berutar-putar ke tempat yang sama. Gue terus menemui ibu-ibu rumpi yang seperti sedang asyik ngumpul disana. Mereka daritadi terheran-heran melihat gue yang terus muter-muter kayak gosokan. Padahal jelas temen-temen gue bilang rumah Khanza, si cewek itu ada di blok A6/11, kata temen-temen gue. Ibu-ibu rumpi itu makin membuat gue salting ketika mereka rame-rame ngetawain gue secara massal karena gue belagak gak tau jalan (karena emang gue kagak tau jalan kalee!!!). Aduhh, malu-maluin banget nih. Apalagi jarum barometer gue udah menunjukkan bensin gue dalam keadaan F, fuel please, f*ck, artinya bensin motor gue udah mau sekarat gila!. Dan tandanya, bentar lagi gue harus menggandeng motor gue dengan mesra. SIALAN!.
"Mas, daritadi kok muter-muter terus, cari rumahnya siapa ya, Mas?", celetuk seorang ibu-ibu yang dari tadi sibuk ngerumpi sambil milihin daster baru buat dibeli. Ibu-ibu ini rupanya lagi bertransaksi jual beli daster, bro!.
"Hehe, saya lagi cari rumahnya Khanza, Bu. Mau ngasih tahu laporan kas hasil pendapatan warnet kemarin ke dia..", gue cengar-cengir sambil menggaruk-garuk hidung gue yang tiba-tiba jadi gatel. Gue rasa bakteri di dalem hidung gue juga ikutan salting karena mau mengadakan konser untuk merayakan kemenangan gue sejauh ini, makanya mereka reramean bikin hidung gue gatel.
"Oh, cari Khanza. Saya ibunya Khanza, Mas. Mari saya anter ketemu Khanza..", Hah, what, what, what, what?!!. Ibu-ibu berambut sebahu dan berbadan mungil tapi berisi ini ternyata ibunya Khanza. Pantes, cantiknya nurun. Aduuhh.. Makasih banyak ya, Bu. Bu, boleh gak anaknya saya lamar hari ini, terus saya bawa pulang?, dalem hati gue bergumam sendiri sambil cekikikan sendiri.
"Boleh Bu, naik aja di motor saya..", Ibu Khanza, eh, calon ibu mertua gue yang bongsor ini langsung naik ke boncegan gue yang sedari tadi gak ada yang ngisi. Beliau juga gak lupa pegangan ke pinggang gue. Dan itu juga yang bikin gue melesat, memacu motor gue lebih cepat (dalam upaya menghindari peristiwa ironis berupa menggandeng motor dengan mestra saat mogok) untuk menuju ke tempat yang ibu calon mertua gue tunjukkan. Yang tak lain tak bukan adalah... rumah Khanza, pujaan gue..
Lima menit kemudian gue langsung sampe di rumah Khanza berkat bantuan calon ibu mertua gue. Gue pandangi rumah warna hijau yang keliatan asri karena dipenuhi tanaman-tanaman dan bunga-bunga cinta gue buat Khanza (halah!). Gue pandangi juga nomor rumahnya yang ternyata bukan blok A6/11, tapi blok A6/21!. Sialan, gue dikerjain temen-temen gue lagi!!!. Calon ibu mertua gue senyum-senyum melihat gue mematung kayak patung lutung buntung. Abis itu, doi dengan tangan terbuka, ikhlas, tabah dan ramah mempersilahkan gue masuk ke ruang tamu untuk bertemu (dan selanjutnya ngelamar, hoho) Khanza. Lagi-lagi gue mematung sambil memandangi ruang tamu yang benar-benar tampak nyaman karena dibalut warna putih. Ditambah hiasannya semuanya berwarna cokelat jati. Dan lagi, aroma semerbak bunga lavender yang dipajang disini, menghipnotis gue dan memprovokasi gue untuk tidur. Sialan, kenapa gue jadi ngantuk begini?..
Gak lama setelah itu, Khanza, si bidadari, keluar dari tirai depan ruang tamu dengan anggunnya. Haduuhh.. hidung gue tambah gatel, pipi gue rasanya memerah membara seperti semangat gue pengen mendapatkan doi, tapi gue juga jadi ngantuk gara-gara aroma lavernder itu. Untungnya ada wajah cantik Khanza, badan indah Khanza, dan parfumnya yang gue rasa wangi rosemary ini, jadi gue bisa tetep melek memandangi doi. Doi keluar dengan baju rajut panjang berwarna peach, dan rok jeans selutut berwarna coklat tua. Rambutnya yang panjang dikuncir kepang kebelakang. Haduuuhh.. Khanza, andai lu tau, gue bener-bener merona, terpana, terpesona karena elo hari ini...
"Hmm... Oh iya, ini laporan kas pendapatan warnet kemaren. Gue kasih ini ke elu karena lu gak ke warnet kemarin..".
"Hehehe, iya, Kak. Sorry, Kak, kemarin aku gak masuk, kepala aku pusing, demam pula..", Haduuhh.. Za, zaa.. Senyumnya doi itu loohh.. Manis banget. Lebih manis dari gula termanis di seluruh dunia. Bibirnya yang merah merekah dan matanya juga ikut tersenyum.
Karena gue gak mampu jawab kata-kata Khanza, gue terdiam mematung lagi. Menatap ke bawah, bayangin wajah Khanza yang baru aja gue liat. Sambil nyampirin tangan kiri gue ke leher gue. Gue salting dan sekaligus mikir merumuskan gimana caranya buat bisa dapetin doi SEKARANG JUGA. Si doi yang disamping gue juga nampaknya ikutan salting, pipinya merona merah sambil malingin muka dari gue. Gue kemudian natap doi yang terus malingin muka, sambil menerka apa yang doi pikirkan sambil malu-malu kucing.
Walhasil, karena kami sama-sama salting, kami diem-dieman sejenak...
Huufftt.. Gue menghela napas dalem-dalem mempersiapkan jurus pamungkas gue. Pokoknya gue harus mendapatkan Khanza, sekarang, harus sekarang juga, gue bergumam dalem hati seolah mau modar besok. Ya sekarang waktunya gue keluarin jurus pamungkas gue, bro-bro sekalian!.
"Eh, Za.. Lu mau gak jadi..."
"Jadi apa hayo?..", calon ibu mertua gue tiba-tiba nongol dari 'gerbang' yang tampaknya dapur itu. Sialan, padahal tinggal dikit lagi!!!. Doi keluar bawa nampan gambar bunga-bunga yang diatasnya ada dua gelas ramping yang berisi cairan berwarna merah. Atasnya gelas itu dihiasi potongan buah jeruk nipis. Namun walaupun tampilan gelas-gelas itu emang kelihatannya manis, tapi entah kenapa gue curiga bahwa yang dibawa oleh ibu calon mertua gue isinya darah, bukan sirop. Warnanya pekat banget!.
"Hehehe...", gue cuma bisa cengar-cengir menjawab pertanyaan calon ibu mertua gue. Salting banget, lah, bro!.
"Za, ibu keluar dulu ya, mau beli daster. Moga langgeng ya kalian!. Ahahaha..", Calon mertua gue yang berbadan berisi itu melenggang ringan dengan gelak tawa yang bikin gue makin salting. Baguslah, seperti usaha gue akan terbayat dengan naik ke pelaminan bareng Khanza kalo gue berhasil ngedampingi dan ngejaga Khanza dengan baik nantinya. Tapi tetep aja salting!.
"Ihh.. Ibu apaan sihh...", Ciee.. ciee.. akhirnya gue bisa liat senyum malu-malu kucingnya Khanza yang tiba-tiba muncul saat calon ibu mertua gue melenggang ke luar rumahnya. Indah banget rasanya dunia.
Setelah itu gue dan Khanza diem-dieman lagi karena lagi sama-sama salting.
"Oh iyaaa.. Hmm.. Kak Yoga tadi mau bilang apa?", Haduuhh.. Khanzaaa.. Lu bikin gue gilaa..
"Oke, hmm.. mau gak jadi.. hmm.. hmmm.. pa.. pa.. car gue?", gue terpaksa ngulang lagi apa yang harusnya udah gue bilang dengan terbata-bata karena udah saking melting, salting, korsleting, dan sintingnya karena Khanza.
"Hmm.. aku.. aku gak.. gak keberatan, Kak.."
Haahh?!.. Gue gak salah denger nih?. Telinga gue masih normal kan?. Telinga gue gak ada masalah kan?.
Gue melongo kayak kambing congek setelah itu. Gak percaya sekaligus berharap kalo kejadian yang barusan terjadi itu bener-bener nyata...
Hai, pembaca!! :D. Sorry lagi buat the late update. Maklum lagi UTS. Bagian ini memang sengaja dibikin panjang, supaya pembaca makin penasaran juga. Huahaha.. XD
Tunggu terus kelanjutannya ya, jangan lupa vote dan vomment-nya, ya ! ^^~Next Part: Warnet dan Kami
YOU ARE READING
Warung Internet [COMPLETE]
CasualeGue Yoga, cowok yang diamanahi untuk menduduki kasta tertinggi di sebuah warnet. Ya, jadi penjaga warnet. Namun, suatu saat gue tertarik sama seorang pelanggan yang ternyata memutuskan untuk magang di warnet tempat gue kerja. Namanya Khanza. Ada 5...