Lelaki Hujan

10.9K 240 4
                                    

Halo para readers setia. Gue cuma mau ngasih tau, kalau cerita ini mau gue ubah. Jangan khawatir, tetap di story yang sama, cuma bedanya gue edit sedikit biar kagak ambigu. Oke, thanks buat vote en komennya. Semoga gubahan ini bisa membuat kalian makin cinta sama Senandung Hujan :*

*

Prolog.

Langit mendung.

Itu satu-satunya hal yang berada dipikiran lelaki itu. wajahnya yang muram sama gelapnya dengan mendung yang menggantung di langit luas itu. Di bawah kakinya, mengalir sungai yang amat deras karena curah hujan yang terus meningkat beberapa hari terakhir ini.

Dua orang yang sedang berbicara di belakang punggungnya tak ia dengar. Percuma, karena sekarang ia tak akan bisa mendengar apapun. Yang ia bisa dengar hanyalah senandung hujan yang menetramkan jiwanya.

Perlahan, titik-titik air itu jatuh, menetes membasahi dirinya dan bumi. Tersenyum pedih, ia menatap kea rah gadis yang berada di pelukannya. Berharap bahwa gadis itu juga akan membalas senyumannya. Tapi wajah pucat dan dingin itu tak akan bisa bergerak lagi. Karena tak ada jiwa yang mendiaminya.

Satu.

Dua.

Tiga.

Byuuurrr!

Biarkan ia hanyut ke dalam aliran deras ini. Agar cintanya yang terlarang abadi, selamanya.

*

Gadis berseragam putih abu-abu itu mendesah sebal saat ia melihat langit di atasnya lagi-lagi berwarna kelabu. Dihentakkan kaki mungilnya hingga menimbulkan suara berdebum yang lumayan nyaring di koridor sekolah yang sepi. Lalu, bibirnya mengerang saat tetes-tetes air hujan itupun satu demi satu turun hingga akhirnya berubah menjadi gerimis.

Gadis itu tak suka hujan. Bahkan ia sedikit membenci anugerah Tuhan itu. Bukannya apa. Baginya, hujan adalah hal yang membuat berbagai penyakit datang. Dan juga, menyusahkan orang lain jika hujan itu menyebabkan banjir. Intinya, ia tak suka hujan.

Dilirknya arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Masih dua puluh menit lagi mamanya menjemput. Huh! Gadis itu membuang napas. Apa yang harus ia lakukan untuk mengusir kebosanan?

Aha! Ia menjentikkan jarinya. Ia mengeluarkan i-Pod-nya dan mulai memutar beberapa lagu yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya. Sembari duduk di depan ruang kelasnya, ia mengikuti setiap alunan nada yang mengalun di telinganya.

Matanya terpejam meresapi syair demi syair yang melantun di sana. Hingga tanpa ia sadari, seseorang telah duduk di sebelahnya.

Gadis itu terkejut karena tiba-tiba musik yang berdendang di telinganya berhenti. Refleks, ia membuka matanya dan memekik nyaring saat ia melihat sosok yang ada di sampingnya.

“Hai,” sapa sosok itu pelan.

“Ah…Oh, hai. Eh, hai, Kak,” gadis itu membalas sapaan sosok di sebelahnya dengan canggung. Ia yakin, cowok disebelahnya ini kakak kelas. Karena ia masih baru kelas sepuluh dan ia tak pernah melihat wajah ini diantara siswa baru saat MOS seminggu yang lalu. Tapi bukan itu yang membuatnya canggung. Masalahnya, cowok ini menatapnya dengan pandangan lembut yang menghangatkan hatinya. Dan demi Tuhan, wajah cowok di sampingnya ini benar-benar sempurna.

“Lagi nunggu jemputan?” tanya cowok itu.

“Eh, iya nih. Lagi nunggu mama sama nunggu hujan berhenti,” jawabnya kikuk.

“Oh. Kamu suka hujan?” rupanya cowok itu ingin mengobrol, batinnya.

“Ya, dibilang suka sih enggak. Aku malah nggak suka sama hujan, Kak,” gadis itu meringis.

Senandung HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang