Chapter 1 - Kesiangan

257 74 26
                                    

Suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga. Seorang gadis berseragam putih abu dengan rambutnya yang panjang tergerai tampak terburu-buru memakai sepatunya ketika tiba di lantai bawah. Ia lalu menghampiri mamanya yang sedang sibuk memasak di dapur untuk pamit ke sekolah.

"Kamu kan belum sarapan, Sayang." Thalia dibuat bingung dengan anak semata wayangnya yang hampir setiap hari selalu tidak sarapan. Ini bukan pertama kalinya Mitha bangun terlambat. Gadis itu hanya mengiyakan panggilannya saat dibangunkan, tetapi tidak benar-benar bangun dan mandi untuk bersiap ke sekolah. Mitha selalu melanjutkan tidur ketika telah dibangunkan, membuatnya sering hampir terlambat ke sekolah.

"Udah enggak keburu, nih, Ma, soalnya udah jam setengah delapan," jelas Mitha buru-buru. Ia mencium pipi kanan Thalia lalu bergegas pergi ke sekolah dengan sepotong roti berselai stroberi di tangannya.

Semoga enggak terlambat, Mitha membantin ketika melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

Gadis itu mempercepat langkah kakinya agar dapat segera tiba di halte bus. Ia tidak boleh melewatkan pemberhentian bus selanjutnya yang akan segera tiba sekitar dua menit lagi jika tidak mau terlambat ke sekolah.

***

Mitha tiba di sekolah dengan napasnya yang tersenggal-senggal. Ia berlari dari tempat pemberhentian bus hingga ke sekolah karena tidak ada bus yang dapat ia naiki. Beruntung, letak sekolah dan rumahnya tidak terlalu jauh, sehingga memungkinkannya untuk jalan kaki juga.

Mitha tersenyum puas saat belum mendengar bel masuk berbunyi. Saat melihat jam tangannya, waktu masih menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh menit yang artinya masih ada waktu sekitar lima menit lagi sebelum bel masuk. Teringat olehnya pula, jam tangan yang sedang dikenakannya adalah pemberian dari seseorang yang berharga baginya. Pemberian Rino saat ulang tahunnya yang ke tujuh belas kemarin.

"Tumben lo enggak telat?" Sebuah suara terdengar dari arah belakang. Mitha langsung menoleh dan mendapati Rino yang berjalan mendekatinya. Baru saja ia memikirkan Rino, lelaki itu telah muncul saja di hadapannya.

"Lo itu ya," Rino menggantungkan kata-katanya sambil membersihkan selai stroberi yang berada di sekitar bibir Mitha dengan jari ibunya. Gadis itu langsung terdiam mematung. Bibirnya terkatup rapat, napasnya tertahan. Jari Rino terasa begitu lembut ketika membersihkan sisa selai di bibirnya.

"Udah tujuh belas tahun tapi masih aja belepotan pas makan. Selai stroberi pula. Lo lagi-lagi makan roti?"

Debaran yang dirasakan Mitha perlahan menghilang. Ada kalanya sikap Rino yang so sweet berubah menjadi menjengkelkan.

"Iya, lalu kenapa? Bukan urusan lo juga, kan?"

"Urusan gue, dong! Kan enggak bagus kalau lo terus-terusan sarapan roti. Kalau lo sakit, gue bakal repot," kata Rino sambil mengacak-ngacak rambut Mitha, "Yuk, masuk! Bentar lagi bel."

Mitha mengerucutkan bibirnya karena sebal. Ia lalu masuk ke dalam kelas mengikuti Rino. Namun, baru beberapa langkah, ia dibuat berhenti oleh Rino yang mendadak berhenti.

"Ah, iya, sepulang sekolah gue tunggu di tempat biasa, ya!"

***


[SUDAH TERBIT] Akhir PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang