PUF 1

163 23 22
                                    

Pagi itu, terlihat seorang gadis yang sedang berjalan di koridor sekolah tanpa memiliki rasa semangat. Ia masih merasakan suasana liburan yang masih kurang menurutnya. Mungkin sama halnya bagi murid-murid lain.

Ia menuju kelasnya yang terletak di dekat perpustakaan. Namun sebelum sampai di kelas, sudah ada yang berteriak memanggil namanya.

"Icha," panggil sahabatnya dari arah belakang. "Tungguin gue," sambung sahabatnya itu. Tetapi Syindy tetap berjalan menuju kelasnya.

"Lo mah gitu, kan gue bilang tungguin," gerutu sahabatnya.

"Lagian lo jalannya lama banget," balas Syindy lalu menghempaskan tubuhnya di kursi samping sahabatnya.

"Tumben banget lo jam segini udah sampai." Syindy heran karena tidak biasanya sahabatnya itu sudah datang sepagi ini.

Apa ia yang datangnya lebih lama? Syindy langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, tetapi baru segelintir siswa yang sudah datang.

"Gara-gara Kak Ezra nih gue jadi dateng jam segini."

"Emang lo nggak bareng Ayah?" tanya Syindy lagi.

"Nggak, Ayah udah berangkat duluan tadi. Jadi mau nggak mau gue bareng Kak Ezra deh daripada telat." Syindy hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

Ia adalah Syindy, Syindy Larissa Putri nama panjangnya. Tetapi ia dipanggil Icha oleh keluarga dan sahabatnya. Ia memiliki dua sahabat sedari kecil. Yaitu, yang tadi berbicara dengannya dan seseorang yang entah berada di mana.

Membicarakan orang itu membuat perasaannya hancur. Orang itu adalah cinta pertamanya. Mungkin benar apa yang didengarnya. Cinta pertama adalah orang yang sulit dilupakan.

Sudah bertahun-tahun padahal. Namun, ia masih belum bisa melupakannya, kalo bahasa sekarangnya sih move on.

"Cha," panggil sahabatnya itu, Ceva. Lidyana Oceva nama panjangnya. Ia adalah sahabat yang paling mengerti Syindy sedari kecil.

"Eh, kenapa, Va?" Rupanya sedari tadi Syindy melamun. Ia langsung menengokkan kepalanya menghadap Ceva, yang dibalas dengan tatapan jengkel Ceva.

"Maaf, Va. Gue nggak dengar lo ngomong tadi, hehe," sambung Syindy.

Ceva pun mengembuskan napasnya. Lalu berucap "Iya deh."

Tak terasa bel pun berbunyi dan kelas rupanya sudah ramai tanpa mereka sadari. Semua murid mengeluarkan buku pelajaran yang akan membuat mereka mengantuk, sejarah.

Apalagi bagi Syindy yang notabennya tidak begitu menyukai pelajaran yang terlalu banyak menghafal seperti itu.

Tak lama terlihat wali kelasnya yang datang bersama seorang laki-laki. Laki-laki itu membuat semua murid yang berada di kelas heboh tidak keruan.

Sebagian yang lain heran karena bukan guru mata pelajaran sejarah yang masuk melainkan wali kelasnya.

"Kenapa aku ngerasa familiar sama orang itu? Tapi siapa?" batin Syindy. Mungkin itu hanya firasatnya saja.

"Anak-anak, Ibu di sini ingin memberi tahu bahwa Pak Amran berhalangan hadir hari ini. Lalu kalian kedatangan teman baru. Nak Raffa silakan perkenalkan diri kamu," ucap bu Disya. Guru wali kelas mereka yang merupakan salah satu guru killer di sekolahnya.

"Nama gue Raffa Ghaisan Syafiq, biasanya dipanggil Raffa. Salam kenal." ujar laki-laki itu.

"Raffa? Kenapa namanya sama seperti dia? Apa laki-laki itu adalah dia? Tapi gimana bisa, mungkin hanya pemikiranku saja," pikir Syindy masih dalam keadaan diam.

Pent Up FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang