PUF 2

114 17 4
                                    

"Bareng aja, searah ini," ucap suara dari belakang Syindy. Ia pun menoleh dan seketika terkejut melihat siapa orang tersebut. Orang tersebut adalah Ezra, Landezra Orlando. Ia adalah kakak Ceva.

"Nggak usah deh, Kak. Aku naik angkot aja," tolak Syindy. Ia tidak mau merepotkan kak Ezra terus menerus.

"Udah ah lama." Ezra pun menarik tangan Syindy menuju mobil.

"Masuk cepet." Akhirnya ia pun masuk karena tidak bisa menolak lagi. "Ternyata kamu maunya dipaksa gitu ya baru nurut."

Mobil pun meninggalkan pelataran sekolah. Selama perjalanan hanya Ceva yang terus berbicara. Ezra pun diam-diam terus memperhatikan Syindy yang sedari tadi terdiam.

"Cha, kok lo diam aja sih daritadi, bingung gue." Ceva pun akhirnya menyadari kalau Syindy sedari tadi tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Bahkan, Syindy tidak mengalihkan pandangannya dari jendela. Saat sampai di depan rumah pun ia tetap diam di tempatnya.

"Cha, udah sampai kali. Lo mau di situ sampai kapan?"

Karena Syindy tidak juga turun, akhirnya Ezra pun turun untuk membukakan pintu Syindy dan menepuk pundaknya.

"Cha, udah sampai. Nggak mau turun?" tanya Ezra.

"Eh, udah sampai ya. Makasih udah antar aku. Kalian mau mampir?"

Syindy lalu segera turun. Ia baru sadar jika daritadi melamun.

"Lain kali aja deh," ucap Ceva dari dalam mobil.

"Ok gue tunggu. Yaudah kalian hati-hati, makasih sekali lagi. Jangan ngebut-ngebut, Kak."

"Siap bos," ucap Ezra seraya mengangkat tangannya hormat pada Syindy. Lalu mobil pun meninggalkan rumah.

Syindy menghela napas lelah. Mengapa bisa ia melamun sepanjang perjalanan. Sampai ia tak sadar jika sudah sampai rumah.

"Cha!" Terasa tepukan seseorang di pundaknya. "Kok malah di sini? Kenapa nggak masuk?" tanya Tasha, Audrellia Natasha, kakaknya.

"Eh, Kakak baru pulang?" tanya Syindy balik.

"As you see," balas Tasha.

Mereka langsung masuk ke dalam rumah. Namun ketika sampai di depan pintu, pintu sudah dibuka dari dalam.

"Loh, Bunda?" tanya Syindy kaget.

"Eh, kamu, Cha? Apa kabar? Tambah cantik aja nih," goda bunda Nasya, bundanya Ceva.

"Baik kok, Bunda bisa aja nih. Oh iya, Bunda ke sini sama siapa? Tadi aku pulangnya bareng Ceva loh."

Mereka berdua asyik bercerita sampai lupa jika masih ada orang lain.

"Ya ampun Bunda sampai lupa ada kamu, Sha. Kamu juga makin cantik aja nih," kata bunda Nasya.

"Bunda juga kok. Oh iya, tadi Bunda buka pintu mau ke mana?" tanya Tasha.

Tersadar Bunda Nasya langsung menepuk keningnya. "Bunda lupa, tadi mau ke minimarket beli keperluan buat bikin kue. Kalau gitu Bunda jalan dulu deh." Bunda Nasya pun bergegas menuju gerbang.

"Bun," panggil Syindy. "Aku temenin aja mau? Daripada sendiri kan nggak asyik," sambungnya.

"Boleh, yaudah yuk," balas Bunda Nasya. Kemudian Syindy langsung berucap, "Kak, nanti kalau Mama tanya bilangin ya aku temenin Bunda."

Kemudian Syindy segera berlari mengejar bunda yang berada di gerbang.

"Yuk, Bun," ajak Syindy lalu mereka jalan berdampingan keluar gerbang.

Lain halnya dengan Tasha yang melihat hal tersebut dengan tatapan tak sukanya. Harusnya ia yang menemani bunda, bukan Icha ucapnya dalam hati.

Dengan perasaan kesal, ia segera masuk kekamarnya dengan menghentak-hentakkan kakinya. Melihat hal tersebut mama segera menyusulnya. "Kamu kenapa, Sha? Kok masuk rumah mukanya gitu banget. Cerita sini sama Mama."

"Eh Mama, nggak apa-apa kok aku cuma ... kesal aja iya kesal, hehe," ucap Tasha yang tidak seratus persen salah itu. Ia memang kesal karena malah adiknya yang dekat dengan bunda Nasya, bukan dirinya.

"Kesal kenapa, sih? Nggak mau cerita nih sama Mama?" tanya mamanya sambil tersenyum.

"Nggak apa-apa kok, Ma. Biasa urusan anak muda," ujar Tasha.

"Udah jangan marah-marah terus, nanti cepet tua loh. Kalau gitu mama turun ya."

Lalu mama segera keluar kamar Tasha.

¤¤¤

Setelah puas mencari bahan-bahan yang diperlukan, Syindy dan bunda Nasya segera menuju kasir untuk membayarnya.

"Emang bunda mau bikin kue apa sih? Daritadi aku mau tanya lupa terus," ucap Syindy penasaran.

"Jadi daritadi kamu nggak tahu?" tanya bunda Nasya yang disambut gelengan Syindy.

"Bikin brownies." Setelah mengucapkan itu, tiba giliran mereka membayar. "Bunda bayar dulu ya, kamu tunggu di luar aja."

Ketika Syindy sedang berada di luar, ada yang menepuk pundaknya. "Syin!" panggil orang itu kemudian.

"Ya ampun, Raf. Ngagetin aja deh lo," ujar Syindy yang disambut kekehan Raffa.

"Lagian lo ngapain sih sendirian di sini?" tanya Raffa.

"Oh, gue abis belanja," ucap Syindy seraya tersenyum. Ah, mengapa senyuman Syindy selalu mengingatkannya, ucap Raffa dalam hati.

"Lah, belanjaannya mana? Kok nggak ada," tanya Raffa lagi, mengapa ia terus bertanya hari ini.

"Ada kok, lagi dibayar sama Bunda. Gue disuruh tunggu di sini," jelas Syindy.

"Mau gue temanin?" tanya Raffa untuk kesekian kalinya.

"Nggak usah, nggak apa-apa kok. Paling sebentar lagi keluar," balas Syindy.

"Yaudah kalo gitu gue masuk dulu ya, see you." Raffa lalu segera masuk ke dalam. Tidak lama Bunda Nasya pun keluar.

"Cha, tadi kamu ngobrol sama siapa? Pacar baru kamu ya?" canda bunda Nasya.

"Eh, itu temen aku, Bun. Udah ah yuk pulang." Mereka pun segera berjalan menuju rumah Syindy.

¤¤¤

Malam harinya, seperti biasa keluarga Syindy makan malam bersama disertai canda dan tawa. Kebetulan saat ini ada paman mereka yang akan berangkat kerja ke Makassar. Tetapi hari ini Tasha menjadi pendiam, tidak berbicara bila tidak ditanya. Ditanya pun jawabannya hanya seperlunya saja.

"Sha, kamu kenapa sih? Papa perhatiin kamu daritadi diam aja. Ada masalah?" ujar Papa.

Syindy dan Mama pun seketika menoleh ke arahnya. Diperhatikan seperti itu membuat Tasha merasa tidak nyaman.

"Aku nggak apa-apa kok, cuma agak kurang enak badan aja," balas Tasha.

"Aku lagi sebel, Pa, sama Icha. Kenapa dia bisa dekat banget sama Bunda. Mana tadi pulang sekolahnya bareng Ceva lagi," batin Tasha yang sangat berbeda dengan yang ia ucapkan di mulut.

"Mau Papa antar ke dokter?" tanya Papanya.

"Nggak usah, Pa. Nanti juga baikan. Aku ke kamar duluan ya, mau istirahat." Tasha segera meninggalkan meja makan.

Syindy hanya mengerjapkan matanya. Ia tahu bahwa ada suatu hal yang terjadi pada kakaknya. Ia pun berdiri ingin meninggalkan tempat itu.

"Mau ke mana, Lek?" Pamannya itu selalu memanggilnya jelek. Terkadang ia jengkel dengan panggilan itu.

"Ma, Pa, Om, aku ke kamar ya udah ngantuk." Syindy pun menuju kamarnya. Ah, mengapa hari ini begitu banyak yang dipikirkannya.

¤¤¤

Paginya, Syindy tidak menemukan Tasha di meja makan. Kakaknya itu sudah berangkat terlebih dahulu dengan alasan macet.

Padahal biasanya mereka selalu berangkat bersama. Apa kakaknya itu menghindari Syindy? Jika memang iya, Syindy salah apa?

Pent Up FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang