Selama perjalanan pulang Ceva tidak berhenti memikirkan semua yang terjadi. Tentang Tasha yang memiliki perasaan kepada kakaknya.
Namun, kakaknya malah memiliki perasaan kepada sahabatnya. Begitu rumit. Tapi, apa sahabatnya itu memiliki perasaan juga kepada kakaknya? Ah ia tidak tahu.
"Lo darimana, Dek? Kok nggak bilang ke gue dulu," tanya Ezra ketika ia sudah sampai di rumah.
"Tadi keluar sebentar, gue ke kamar dulu deh," balas Ceva yang kemudian berlalu menuju kamarnya.
Di tempat yang berbeda, Tasha sedang memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Ia sudah berhasil membuat Syindy dan Ezra menjauh sampai saat ini. Adiknya itu benar-benar menepati ucapannya.
Lain halnya dengan Syindy yang saat ini sedang mengerjakan tugasnya. Namun, belum selesai ia mengerjakannya, terbesit keinginan untuk bercerita mengenai hal ini kepada Ceva.
Tapi, Syindy tidak tahu bagaimana caranya. Ia takut jika semuanya akan semakin rumit. Tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada pesan yang masuk. Ia pun segera membacanya.
Raffa Ghaisan Syafiq : halo
Ia langsung mengerutkan keningnya setelah membaca pesan itu.
"Apa Raffa tidak memiliki pekerjaan sehingga mengirimkan pesan?" batin Syindy. Lalu segera membalasnya.
Syindy Larissa Putri : kenapa, Raf?
Belum sempat ia menaruh ponselnya kembali, sudah ada balasan dari orang itu.
Raffa Ghaisan Syafiq : nggak kenapa-kenapa sih, gue cuma mau chatting-an sama lo aja.
Ia tersenyum membacanya. Setidaknya ia memiliki hiburan untuk melupakan sejenak masalah yang ada.
Syindy Larissa Putri : ada-ada aja deh lo. Jangan-jangan lo kangen ya sama gue?
"Astaga, kenapa gue jadi kepedean gini," batin Syindy.
Raffa Ghaisan Syafiq : pede banget sih, Mbak. Tapi bisa jadi sih, haha. Btw, gue ganggu lo nggak nih?
Syindy mendengus, telat banget tanya pertanyaan seperti gitu.
Syindy Larissa Putri : telat banget sih lo tanyanya, nggak ganggu kok santai aja. Btw, gue tau kok gue emang ngangenin, hehe.
Mereka melanjutkan obrolan mereka sampai tidak sadar bahwa hari sudah semakin malam. Syindy segera menyudahi percakapan tidak jelas mereka. Karena ia belum selesai mengerjakan tugas sekolahnya.
Di tempat yang berbeda, Raffa tersenyum melihat percakapan antara ia dan Syindy tadi. Ia sudah merasa nyaman pada Syindy, seperti sudah lama mengenalnya.
"Kenapa gue jadi senyum-senyum nggak jelas gini ya. Nggak mungkin kan gue udah punya perasaan ke dia. Kenal aja belum lama-lama banget," ujar Raffa. Lalu tidur tanpa mengerjakan tugasnya.
¤¤¤
Belum sempat Syindy masuk ke dalam kelas, Ceva sudah menahannya terlebih dahulu.
"Cha, lo udah ngerjain pr kimia belum?" tanya Ceva.
"Udah kok, emang kenapa?" balas Cindy sambil mengerutkan keningnya.
"Gue mau lihat elah, cepetan masuk," tukas Ceva lalu menarik Syindy ke dalam kelas. Terlihatlah pemandangan yang sudah tidak heran untuk dilihat. Murid yang sudah datang berkumpul mengerjakan pr yang harusnya dikerjakan di rumah.
"Kenapa semalam lo nggak kerjain? Tadi mah kerjain bareng aja di rumah gue. Jangan langsung pulang," ujar Syindy.
"Udah lo diam dulu deh, gue harus cepat nih," tukas Ceva tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Selamat pagi cewek pede," ucap Raffa yang tiba-tiba berada di hadapannya.
"Ngagetin aja deh lo. Kenapa lo panggil gue cewek pede?" tanya Syindy penasaran.
"Lo kan emang kepedean banget jadi cewek, haha," balas Raffa yang disertai tawa.
"Dasar cowok nggak jelas, udah ah mendingan gue gangguin Ceva ngerjain tugas aja," seru Syindy lalu langsung mengalihkan pandangannya.
"Hah? Emang ada tugas apaan?" tanya Raffa heran, ia tidak mengingat jika ada tugas.
"Lah, kan ada tugas kimia. Emang lo nggak ingat?" tanya Syindy. Membuat Raffa mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Ia melihat teman-temannya berkumpul sedang mengerjakan sesuatu.
"Astaga, gue lupa," pekik Raffa. "Gue harus nyontek nih. Gue lihat punya lo aja ya," sambungnya.
"Punya gue lagi dilihat Ceva tuh. Lo bilang ke dia aja," balas Syindy.
¤¤¤
Ketika pulang sekolah, Syindy sudah melihat mobil kakaknya di gerbang. Namun, Raffa menahannya untuk pulang.
"Ih, apaan sih, Raf? Gue mau pulang nih," kesal Syindy.
"Cha, gue duluan ya, bye," tukas Ceva lalu meninggalkan Syindy.
"Jadi gini, kan tadi lo udah nolongin gue tuh, jadi gue mau ajak lo jalan, weekend nanti. Mau nggak?" ajak Raffa.
"Yaudah, terserah lo aja, gue duluan, bye," lalu meninggalkan Raffa yang masih menatap punggungnya.
"Mungkin nggak sih? Kalau gue punya perasaan ke dia?" Gumam Raffa pelan, dan segera meninggalkan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pent Up Feelings
Teen FictionKamu itu seperti langit yang hanya terlihat tetapi takkan tergapai. Sedih rasanya setiap kali melihatmu bersamanya. Tapi apa boleh buat, aku hanya bisa mengagumimu diam-diam. Aku tidak seperti teman-temanku yang bisa dengan mudahnya menyatakan peras...