The Day I First Met You

25 1 0
                                    

Seingatku ada minimarket di pertigaan komplek tidak jauh dari rumahku. Mama menyuruhku membeli bahan makanan untuk makan malam.

Aku berpikir untuk jalan kaki, sekalian refreshing setelah dua jam lebih membantu Mama merapikan barang-barang di rumah yang baru. Benar-benar hari yang melelahkan.

Jarak dari rumah ke minimarket sekitar 500 meter. Aku hanya perlu melewati tujuh rumah lalu menyebrang.

Komplek perumahan Asri kelihatan sepi. Hanya ada satu dua mobil yang terparkir di pinggir jalan. Disamping minimarket ada sebuah taman. Taman yang terlihat asri sama dengan nama komplek perumahan ini. Mungkin aku akan kesitu kapan-kapan.

Sesampainya di minimarket aku mulai mengambil beberapa bahan makanan untuk persediaan malam ini dan besok. Sisanya Mama yang akan belanja lagi besok.

Setelah membawanya lalu membayarnya di kasir aku berjalan pulang. Langit sudah mulai gelap. Lampu-lampu jalan mulai menyala. Tinggal melewati satu rumah lagi aku akan sampai di rumah.

"REGA!!!"

Suara menggelegar itu berasal dari rumah yang bersebelahan dengan rumahku. Langkah kakiku berhenti ketika sebuah motor hitam besar keluar dari gerbang rumah itu.

Meskipun tertutup helm, aku masih bisa melihat pengendara motor itu melirikku dengan mata tajamnya yang mengerikan ketika motornya melewatiku. Bahkan aku sempat terpana oleh mata itu hingga mematung sesaat.

"REGA!!! MAU KEMANA KAMU?!" suara itu menggelegar lagi.

Dengan cepat aku berjalan lalu berbelok masuk ke dalam rumahku. Aku tidak ingin ikut campur urusan orang lain. Tapi mata tajam itu, aku tidak bisa melupakannya.

"MAMAAAAA!" aku menjerit histeris begitu masuk rumah.

Aku takut, untuk hal yang sebenarnya tidak aku ketahui. Aku hanya takut.

"Ya ampun, Rea. Kenapa kamu teriak begitu?" Mama muncul dari dapur yang terhubung dengan ruang tengah.

Ah, mamaku tercinta. Aku menghambur ke dalam pelukannya.

"Hei, kamu kenapa?"

Aku jadi ingat satu lirik lagu.
Berada di pelukanmu, mengajarkanku, apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta. Pelukan Mama selalu membuatku merasa aman dan nyaman.

"Rea, kamu kenapa?" tanya Mama.

Ah, aku ini absurd sekali. Ditanya bukannya menjawab, malah bernyanyi dalam hati.

Mama pasti bingung oleh tingkahku yang berlebihan. Padahal aku juga sedang dibuat bingung oleh diriku sendiri.

Aku melepaskan pelukanku lalu meringis,"Nggak apa-apa kok, Ma. Rea cuma laper."

Maaf, Ma. Rea bohong. Aku mendesah dalam hati. Lagipula apa yang mau diceritakan. Cerita tentang mata tajam itu? Aku bergidik ngeri.

"Ya udah, Mama masak dulu. Kamu mandi, gih!"

Aku mengangguk lalu masuk ke dalam kamarku yang masih berantakan oleh kardus-kardus yang bertebaran dimana-mana.

Rega. Nama pemilik sepasang mata tajam itu.

•••

Setelah makan malam aku masuk ke dalam kamarku. Aku masih harus merapikan barang-barangku yang masih tersimpan di dalam kardus.

Kardus pertama berisi buku sekolah dan alat tulis. Aku memasukkan buku itu ke lemari buku. Dompet berisi alat tulis aku letakan diatas meja belajarku yang berwarna putih.

Kardus selanjutnya berisi baju-bajuku. Aku mengambil baju-baju sekolahku terlebih dahulu lalu menggantungnya dengan rapi di lemari besar dekat jendela.

ReaRegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang