part 11

82 10 5
                                    

Ray menarik kasar rambutnnya. Mengepalkan tangannya sekeras mungkin. Tenggorokannya tercekat, tak bisa membalas perkataan Kael tadi. Menatap matarahari yang mulai tertutupi oleh awan kelabu. Dingin, cuaca yang cukup mewakilkan perasaannya hari ini. Ray mencermati kalimat yang barusan seolah menampar pelan pipinya yang keluar dari mulut Kael itu.

Kael menolaknya untuk kedua kalinya.

Sebesar itukah sayang lo buat Dash ? Sampai ga bisa goyah sedikitpun ?

Ray pun pergi ke parkiran dan mulai memacu motor ninja merahnnya itu.

***

Isakan kecil yang meneteskan bulir-bulir bening menyadarkan Cello bahwa sosok gadis kecilnya yang selalu ceria telah berubah 180°. Cello memeluk erat tubuh Kael yang mungil itu dan membiarkan semua emosi keluar dalam dekapannya.

Kael bukan gadis lemah yang hanya bisa menangis, hanya saja dia mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan kesedihannya.

Isakan semakin kencang, tubuh Kael bergetar. Entah apa yang Kael tangisi ini, rasannya sesuatu telah merasuki dirinnya. Cello mempererat pelukannya. Hangat dan nyaman. Itu yang dirasakan Kael. Isakan Kael perlahan mereda.

"Udah nangisnnya ?" Cello melepaskan pelukannya dan membelai rambut Kael. Kael pun hanya mengangguk pelan sambil menyeka air matannya.

"Lo butuh waktu, El. Gabisa jawab secepat itu. Lo harus mikirin semua mateng-mateng. Inget El, penyesalan selalu datang diakhir." Kael hanya mengangguk pelan, lagi.

Keheningan terjadi diantara mereka. Cello pun juga mencermati kalimat yang ia tak sengaja dengar tadi.

Kael nolak Ray untuk ke duakalinnya. Mahal ugha nih cewek.

Cello bukan tipe cowok yang melihat hanya sebatas fisik. Attitude. Itu yang paling menonjol. Sosok cewek yang selama ini berhasil membuat hatinnya menyala lagi, sosok yang sulit ditebak dan sulit juga untuk digapai. Meskipun hanya sebatas teman, itulah zona paling aman sekarang baginya.

Mau nembak Kael sekarang ? Udah jelas banget bakal ditolak. Nunggu Kael move on ? Sampe kapan ?

Disinilah mereka, dalam sebuah taman dekat lapangan basket. Meskipun mendung, namun belum turun tetesan air dari atas sana. Kael hanya termenung sambil duduk di kursi taman tersebut. Kursi yang menjadi saksi bisu pertemuannya dengan Dash. Ingatan demi ingatan yang terpecah pun kembali sedikit demi sedikit.

Kael menarik pelan rambutnnya. Sakit. Itulah yang ia rasakan sekarang. Ada sesuatu yang memaksa mengingatnya di dalam kepala. Bayangan-bayangan itu kembali muncul. Kael menjambak pelan rambutnnya dan menutup matannya dan meringis kesakitan. Cello yang berada di sampingnnya pun panik. Belum pernah ia lihat Kael seperti ini.

"El, lo kenapa ?" Kael pun menjawab dengan ringisannya. Semakin kuat jambakan Kael. Semakin sakit kepalanya. Dengan sigap Cello menggendong Kael untuk masuk ke mobilnnya. Untung saja hari ini Cello membawa mobil beserta supirnnya. Kalau tidak?

Pak supir memacu mobilnnya di tengah jalan raya menuju rumah sakit terdekat. Kael masih meringis kesakitan. Butir bening itu keluar kembali membanjiri pipinya. Namun kali ini berbeda. Kael meringkup lemas didalam mobil dan tak sadarkan diri. Menyadari kejadian itu, Cello pun segera memeluknnya dalam kehangatan.

Bangun dong, El. Gua kangen senyuman lo yang ceria itu.

***
Kael membuka matannya yang setengah sadar itu. Terlihat ada dua bayangan yang berada didepannya. Tante Rika dan Cello. Kael mendapati dirinya telah berbaring di rumah sakit.

"Ma, aku emang kenapa ?" Kael memijat pelipisnnya karena masih sedikit sakit.

"Tadi kamu kepalannya sakit, terus Cello bawa kamu ke rumah sakit. Eh, pas di mobil kamu pingsan. Kata dokter, ingatan kamu akhir-akhir ini mulai pulih sedikit demi sedikit." Kael hanya mengangguk mengerti.

Lovë PozděTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang