2. It's Begin

43.5K 2.2K 34
                                    

Casandra melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia sedang menunggu aba-aba dari Riana tentang jadwalnya hari ini. Sebenarnya jika diizinkan memilih, ia ingin pergi berlibur hari ini. Ada banyak hal yang tidak bisa benar-benar ia lakukan sejak dirinya debut menjadi seorang supermodel. Itu memang impiannya sejak kecil, menjadi pusat perhatian. Tapi lambat laun semuanya menjadi membosankan sekaligus melelahkan. Casandra bahkan tidak bisa memiliki waktu luang untuk dirinya sendiri.

"Sandra!"

Riana masuk keapartemennya tanpa perlu mengetuk pintu, menekan bel, atau semacamnya. Ia tahu sandi-sandi yang digunakan Riana, termasuk kode brankas milik Casandra.

"Kupikir kau akan menghubungiku dulu." Sindir Casandra yang kemudian beranjak dari duduk malasnya di sofa menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

"Ah, seperti oranglain saja. Aku bahkan tahu seluruh kode yang kau pakai, pin credit dan debit cardmu, ukuran tiap inchi tubuhmu. Karena kau ini pemalas!" Gerutu Riana.

Casandra selalu meminta bantuan Riana, untuk membayar apapun belanjaannya sehingga debit dan credit card Casandra menjadi lebih sering berada didompetnya daripada sang pemilik. Lalu jika ada desainer ingin bekerja sama, Casandra tidak membiarkan desainer lelaki menyentuhnya sehingga Riana harus mengukur tubuh teman dekatnya itu sendiri. Riana lebih mirip dibilang pengasuh daripada asisten.

Casandra hanya tersenyum mendengar gerutuan Riana yang masih terdengar dari kamarnya. Ia menatap dirinya di cermin, bukan untuk mengagumi rupanya yang dikagumi semua kalangan tapi meratapi apa yang kurang darinya hingga ia di tolak oleh lelaki yang disukainya. Hal yang membuatnya merasa malu hingga detik ini. Casandra dulu memang tidak semodis sekarang, tapi dia tetap masuk kategori cantik. Hanya saja kecantikannya tertutupi kacamata minus yang cukup tebal dan terlebih ia tidak tahu bagaimana cara menggunakan make up.

Sejak itu ia menganggap para pria hanya menilai dari sisi fisik saja. Ia berubah menjadi lebih cantik tapi rasa percayanya hilang kepada setiap lelaki kecuali kepada keluarganya sendiri dan orang-orang kepercayaan mereka.

Ia ingat ketika ia terpuruk saat itu, Max datang jauh-jauh dari Dubai untuk menghadiri wisudanya. Memang Casandra tampak tidak bersemangat dan Max mengetahui masalahnya. Kakak sepupunya itu memberikan banyak dorongan hingga ia menjadi seperti sekarang ini. Baginya, Max adalah panutan. Dan kalaupun ia harus menikah nanti, ia harus mendapatkan pria seperti Max.

"Casandra?" Panggilan Riana di depan pintu kembali menyadarkannya dari lamunan.

"Ada apa?"

"Ini adalah majalah dari hasil pemotretan minggu lalu."

Riana meletakan sebuah majalah di atas tempat tidur Casandra sebelum ia kembali keluar untuk menyiapkan sarapan yang di buat oleh Johnny. Hari ini lelaki itu harus kembali ke Dubai atas permintaan Max, mungkin besok ia baru akan kembali ke New York untuk mengawal Casandra dan membantu Riana.

Dalam foto-fotonya, ia selalu tampil sempurna seolah tidak ada masalah yang terjadi di dunia ini. Seolah ia menikmati segalanya. Gadis itu menghela nafas lalu duduk ditepian tempat tidur sampai akhirnya Riana berteriak untuk memberitahu bahwa sudah waktunya sarapan.

Ia kembali tersenyum dan bergegas menuju ke ruang makan yang ada di dekat dapur.

**

Alex meregangkan otot-otot tubuhnya, semalam ia tidak pulang dan tinggal di kantor untuk menyelesaikan layout desain majalah untuk beberapa artikel yang sudah siap. Masih ada satu yang belum rampung, bagian mode dan cover. Ia ingin menanyakan masalah ini pada bagian pemotretan.

"Alex! Kau sudah dengar bahwa model produk terbaru kali ini adalah Casandra White?!"

Leo tiba sambil berteriak-teriak, membuat karyawan lainnya menatap lelaki itu dengan cepat.

"Kau serius?" Tanya salah satu karyawan pria.

"Tentu! Dan ku dengar akan dipilih pendampingnya selama kontrak kerjasama ini."

"Jelas sekali itu pekerjaan marketing." Keluh yang lainnya. Mereka adalah divisi art dan content sehingga kebanyakan tidak terlalu terlibat langsung dengan para model atau artis karena itu memang bagian dari divisi marketing.

"Tidak, tidak, kudengar Mr. White sudah memiliki kandidat dari divisi kita. Yah kemungkinan besar dari departemen konten sih." Keluh Leo pasrah pada akhirnya.

Para karwayan pria langsung menghela nafas kecewa sedangkan yang wanita hanya menggelengkan kepala dan beberapa jelas menatap dengan kesal.

Suasana langsung hening begitu Mr. White datang bersama pengusaha muda nan tampan, siapalagi kalau bukan Max Lynford. Max bahkan melemparkan senyum ramahnya pada beberapa karyawan wanita yang terpesona.

"Alexander Jefferson?" Panggil Mr. White ragu. Ia tidak tahu orangnya yang mana sampai Alex berdiri dan menatap dengan bingung.

"Bisa ikut kami sebentar?" Tanya Mr. White, Alex mengangguk lalu bergegas membawa pulpen dan buku catatan penting untuk mengikuti Mr. White yang sudah jalan lebih dulu.

"Tidak perlu catatan, hanya diskusi kecil." Ucap Max.

Alex menaruh buku dan pulpennya kembali ke meja dan mengekor Max. Seluruh karyawan yang ada disana langsung berguman, menimbulkan kebisingan. Khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Max karena untuk pertamakalinya Mr. White menemui karyawan biasa secara langsung.

Alex menutup pintu dibelakangnya dan duduk cangguk bersama Max juga Mr. White.

"Saya ingin meminta bantuan anda, Mr. Jefferson." Buka Mr. White, membuat alis Alex berkerut. Ada banyak perasaan tidak menentu dalam pikirannya dan pikiran buruk tidak mampu terhindar.

"Jangan tegang, Alex. Mr. White memang agak kaku." Ucap Max mencairkan suasana.

Mr. White tertawa.
Max benar, beliau memang terlalu formal karena sudah terbiasa berbicara dengan sederet orang penting karena bisnisnya.

"Ah, i-iya." Alex tersenyum canggung.

"Biar kujelaskan. Mr. White ingin kau mengawasi Casandra selama kontrak kerjasama antara Casandra dan White Corp berlangsung." Jelas Max langsung ke poinnya.

Alex terkejut untuk beberapa saat sebelum akhirnya menatap heran, penuh tanda tanya.

"Apa kau mengenal Casandra?" Tanya Mr. White.

"Eh? Aku?" Alex semakin tidak mengerti.

"Ia bilang kau membantunya." Lanjut Max.

"Membantu?" Tanya Alex lagi.

"Oh baiklah mungkin kau tidak mengingatnya sekarang. Intinya kau semacam yah harus menjaga Casandra. Dia sangat senang melarikan diri." Jelas Max.

Mr. White tertawa mendengar bagaimana Max berbicara tentang putrinya.

"Kau tidak keberatankan Mr. Jefferson? Ini bagian dari tugas kantor juga." Lanjut Max, ia tahu bagaimana cara mengatasi orang-orang seperti Alex yang terlalu lemah dalam memanfaatkan kesempatan.

"Maaf, tapi saya memegang desain dan..."

"Kau cukup mendesain hal-hal yang berhubungan dengan Casandra." Jelas Mr. White.

Ini adalah keputusan final dan bagaimana pun Alex menjawab dia tahu bahwa kedua atasannya ini akan memiliki jawaban baru yang jelas mempertegas posisinya sebagai seorang karyawan. Hanya saja pekerjaan ini terlalu aneh baginya.

"Baiklah, diammu kuanggap sebagai persetujuan. Senang bekerjasama dengan anda." Ucap Max sambil mengulurkan tangannya sementara Alex membalasnya dengan kaku.

Bersambung...

Full chapter ada di Google Play Books (wattpad update seminggu 1x atau 2 minggu 1x).

Mask akan open PO besok dan langsung menghubungi penerbit (akan diupdate besok). Tentu akan ada special gift untuk PO yang tidak akan didapatkan di toko buku (Gramedia) di kota kalian. So, stay tune. #wink

Chains [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang