25. You Are My Medicine

17.4K 1.6K 113
                                    

Waktu terus bergulir dan langit biru di luar sana mulai berubah warna menjadi jingga. Alex mulai merasa matanya semakin berat terlebih setelah beberapa jam ia hanya memandangi wajah wanita yang masih terlelap itu dengan seksama. Berharap ada perubahan. Sayangnya tidak ada. Casandra masih terbaring di atas ranjang mewah nuansa merah muda miliknya dengan selang infus dan alat bantu pernafasan.

"Hatinya mengalami kerusakan karena kebiasaan buruknya setelah kalian berpisah."

Kalimat yang disampaikan Victoria ketika ia menyusul dan mencegah mereka di depan lift kembali berputar-putar dalam kepalanya. Minuman alkohol dan obat tidur akan menjadi candu untuk Casandra. Wanita itu bahkan terkadang meminum pereda rasa sakit yang sebenarnya tidak ia butuhkan. Sesak dalam dadanya bukan karena penyakit, tapi perasaannya yang kesepian sekaligus putus asa.

Alex membelai puncak kepala Casandra dengan lembut. Tatapannya begitu sendu dan ia merasa nyeri di dadanya. Jika hal buruk terjadi pada Casandra, maka ia akan mati. Ancaman Max memang membuatnya takut di awal, tapi setelah berpikir lagi ia menganggap bahwa itu adalah balasan yang setimpal untuknya. Casandra datang dengan kerapuhannya. Ia menyadarinya dan seharusnya ia lebih peduli tapi ia mencoba mengabaikannya dan beralasan dengan berbagai batasan-batasan yang sebenarnya sama sekali tidak masuk akal.

Alex tidak takut dengan kehadiran Casandra dalam hidupnya, tapi ia takut dengan dirinya dan perasaannya sendiri. Ia sadar suatu saat ia akan goyah dan berakhir dengan meninggalkan Dhinna. Tapi disisi lain ia tidak bisa menyakiti wanita itu, wanita yang telah memberikan segalanya untuk dirinya. Ia tidak ingin terlihat seolah memanfaatkan wanita itu, kemudian meninggalkannya dengan berpaling dipelukkan wanita lain.

"Maafkan aku. Aku tahu bahwa selama ini aku jahat. Tidak hanya kepada dirimu tapi juga Dhianna."

Tidak ada jawaban.

Yang terdengar hanyalah suara hembusan nafas teratur Casandra dengan matanya yang terpejam. Wajahnya pucat dan mulai cekung. Ia menderita dan Alex tahu itu.

"Maafkan aku. Bangun dan tersenyumlah. Aku akan melakukan apa yang kau inginkan, tetap disini atau menendangku untuk pergi dari hidupmu. Akan ku lakukan."

Alex masih bicara dalam keheningan hingga akhirnya lambat lain kesadarannya mulai hilang karena rasa lelah. Matanya mulai meredup dan terpejam dalam hitungan detik. Ia masih menggenggam tangan Casandra dan tertidur di sana, di samping tempat tidur itu.

**

Dhianna mencoba untuk menghubungi Alex, namun ia tidak menghasilkan apa-apa. Ponsel Alex masih tidak merespon dan panggilannya masih belum masuk.

"Kenapa dia mematikan ponselnya?"

Sekarang wanita itu berkeliling di kamarnya sambil menggigiti kuku jemari tangannya. Ia memang tidak tahu banyak tentang keluarga Victoria dan saudara-saudaranya namun mendengar dari cerita-cerita orang, mereka bisa melakukan apapun untuk mencapai tujuan dan memenuhi keinginan mereka. Dhianna hanya takut kalau Alex-nya terluka.

Ya, Alex-nya karena bagaimanapun pria itu masih kekasihnya. Dan mereka saling mencintai. Ia yakin Alex tidak akan mau melepaskannya dan menjadi milik Casandra atau apapun itu. Ia tidak ingin Alex disakiti.

[Mohon maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan...]

Dhianna melempar ponselnya ke atas temapt tidur lalu duduk di tepi tempat tidur. Ia sedang berpikir apakah ia harus memberitahu semua ini pada ayahnya atau tidak?

Ia tidak ingin merusak kerja sama perusahaan tapi ia tidak ingin hubungannya hancur. Sekarang yang bisa ia lakukan adalah menunggu Alex agar menghubunginya lebih dulu. Hanya itu.

Chains [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang