Hari ini Silvya datang ke sekolah hampir telat. Abangnya, Aufar, mendadak tidak bisa mengatar dirinya berangkat ke sekolah. Alhasil dia berangkat kesekolah menggunakan Gojek yang sudah dipesan oleh Abangnya. Aufar sepertinya memang berniat menelantarkan Silvya untuk berangkat sekolah sendiri dengan memesankan Gojek.
Gerbang sekolah sudah tiga per empat tertutup. Sebentar lagi pasti akan ditutup, pikir Silvya. Setelah selesai membayar Gojek, dia lantas berjalan memasuki sekolah. Tiba-tiba ada suara keras yang menahannya untuk masuk.
"Heh lo!" kata seseorang dengan suara keras.
Silvya membalikkan tubunya. Ia merasa orang tersebut memanggilnya. Karena memang tidak ada satu pun siswa atau siswi yang berada disitu dia. Terkecuali Mang Didin, penjaga sekolah. Yang pastinya bukan Mang Didin yang dimaksud oleh orang tersebut.
"Siapa? Gue?" tanya Silvya menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuk kirinya.
"Iya elo. Sini cepetan!" panggil seseorang tersebut yang ternyata seorang cowo.
"Ada apa?" tanya Silvya setelah mendekat ke arah cowo tersebut yang masih berdiri diatas motor ninja hitamnya. "Cepetan! Gue mau masuk."
Cowo itu memandang Silvya dengan datar tetapi tajam–itulah yang dirasakan oleh Silvya. Dan itu membuat Silvya tidak nyaman berada didekat cowo itu. Dia mengeluarkan sebuah handphone yang berada disaku kanan jaket kulit miliknya dan memberikannya kepada Silvya. Silvya menerima itu dengan pandangan heran.
"Anterin ke kelas gue." Katanya seakan tau apa yang dipikirkan oleh Silvya. Cowo tersebut mulai menyalakan mesin motornya.
Sebelum Silvya mengucapkan sesuatu, cowo itu sudah pergi menancapkan gas motornya meninggalkan Silvya. Yang ditinggalkan hanya bisa terpaku sambil memegangi handphone cowo itu.
Silvya bingung, bagaimana caranya memberikan handphone ini kepada cowo itu? Namanya saja dia tidak tau apa lagi kelas atau alamat rumahnya.
"Neng, mau masuk ga?" Suara Mang Didin memecahkan lamunan Silvya tentang bagaimana caranya mengembalikan handphone ini.
"Kalo ga masuk mauo bapak tutup nih. Neng, mau bolos ya? Udah sana cepetan pergi." Lanjut Mang Didin yang membuat Silvya berpikir, lagi. Bagaimana ada seorang penjaga sekolah yang membantu seorang siswi untuk membolos? Perlu dipertanyakan pikiran Mang Didin ini.
"Neng, jadi bolos ga nih? Pegel euy ini tangan bapak." Keluh Mang Didin yang sejak tadi sudah berpose seperti ingin menarik gerbang sekolah.
"Eh iya. Mau masuk kok ini, pak." Silvya berjalan setenogah berlari ke daam sekolah sambil memasukkan handphone cowo teorsebut kedalam saku rok bagian kanannya. "Makasih, mang." Katanya. Dan dibalas dengan senyuman serta anggukan dari Mang Didin.
Silvya berjalan menuju ke kelasnya sambil memikirkan kembali bagaimana mengembalikan handphone ini.
---
Bu Komari, guru Bahasa Indonesia, hari ini tidak dapat mengajar dikarenakan ada keperluan keluarga. Dan itu adalah berita yang sangat menyenangkan bagi siswa dan siswi X-2. Waktu kosong tersebut tidak akan mereka sia-sia kan dengan browsing, dengerin lagu di earphone, online social media, nonton film, bahkan tidur.
Tak terkecuali juga dengan Meida, teman sebangku Silvya. Meida mulai membuka instagramnya dan mengajak Silvya untuk selfie–tapi dia lebih senang menyebutnya wefie –dan selanjutnya diupload di instagram Meida. Selesai meng-upload fotonya bersama Silvya, Meida dengan iseng mengecek timeline instagramnya.
"Aaaaa..." pekik Meida yang dengan refleks meremas bahu Silvya yang berada disampingnya.
"Aw... apaan sih, Mei?" tanya Silvya yang mengusap pelan bahunya yang sedikit terasa nyeri akibat remasan tangan Meida.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Are We Going?
Teen FictionDari pura-pura bisa jadi kenyataan. Bagaimana dengan awalnya yang hanya bercandaan bisa menjadi kenyataan juga? "Where are we going?" "Who knows?" A.As May, 2016