Author POV
Hujan yang daritadi begitu deras akhirnya reda juga. Setidaknya, Arteri masih memiliki harapan untuk menjual dagangannya ini. Arteri tidak pernah percaya dengan cinta dan kasih sayang. Apalagi yang namanya ketulusan, sungguh hanya hal konyol yang tidak mungkin terjadi, baginya.
Dari awal, ia tidak pernah mengetahui siapa orang tuanya. Dan nasib buruk, mengapa ia bisa diasuh oleh manusia seperti Mole. Setiap hari ia bekerja hanya untuk Mole. Mengapa hidup ini begitu tidak adil?
Arteri berjalan sepanjang jalan sambil menjajakan dagangannya. Dari kejauhan ia melihat seorang anak gadis yang tengah menunggu jemputannya. Entah bagaimana bisa, ia menghampiri gadis itu dan mencoba untuk berbicara dengannya.
"Enggak baik anak perempuan sendirian nunggu disini" ujar Arteri sambil tersenyum kepada gadis itu.
"Hm" jawab gadis itu.
"Enggak niatan pulang?"
"Lagi nunggu jemputan"
Arteri tidak melanjutkan percakapan tersebut. Ia rasa anak perempuan ini tidak memiliki mood bagus untuk berbicara dengannya.
"Kamu jualan?" gadis itu bertanya kepadanya.
"Iya" jawab Arteri singkat.
"Aku mau air mineral nya, dong"
"Ini" perempuan itu memberikan satu lembar uang dua puluh ribuan. Arteri terdiam sambil menyerahkan satu botol air mineral tersebut.
"Ehmm, tapi aku gak ada kembalian" ucap Arteri pelan.
"Ambil aja kembaliannya" jawab gadis itu.
"Beneran? Oh ya, nama kamu siapa?" tanya Arteri penasaran.
"Vena"
Setelah itu, muncul sebuah mobil hitam mewah di hadapan mereka berdua, yang tak lain adalah jemputan dari gadis bernama Vena tersebut. Gadis itu berdiri sambil tersenyum tipis dan langsung meninggalkan Arteri.
Ia memiliki kehidupan yang jauh berbeda dengan aku, batinnya.
Author POV
Hujan sudah reda dan jemputannya tak kunjung datang. Ia memutuskan untuk pergi dan berjalan ke halte depan dekat sekolahnya. Moodnya benar-benar kesal hari ini. Karena, ini sungguh menguras energi nya.
Ia berjalan ke halte yang tidak jauh dari sekolahnya. Vena tidak ingin berjalan lebih jauh karena ia benar-benar sudah kelelahan. Pikirannya mulai bercampur aduk dengan moodnya yang lagi jelek ini, asli kacau.
"Enggak baik anak perempuan nunggu sendirian disini"
Pikirannya seketika berpaling ke seorang lelaki yang tampak sedikit lebih tua darinya. Karena tak begitu mendengar apa yang dikatakan laki-laki itu, Vena hanya bergumam. Laki-laki itu tampak lusuh dan kecapekan. Mungkin karena ia bekerja menjual dagangannya itu. Tapi, bukankah harusnya ia sekolah?
Lamunan Vena terpecahkan ketika terdengar suara berat dari belakang kemudi setir, yang tak lain adalah papanya.
"Vena maafin papa yahh tadi ada rapat mendadak" ucap papa merasa bersalah.
Vena tidak menjawab. Ia telah hanyut dengan rasa kesalnya. Bagaimana ia bisa lebih memilih rapat daripada anaknya ini? Apa dia gak takut kalo ada apa-apa sama anak semata wayangnya ini?
Vena berasal dari keluarga Oryza, seorang pengusaha bisnis ternama di Jakarta. Wajar saja kalo papanya itu sangat sibuk. Tapi, papa tak pernah mau anaknya dijemput oleh supir. Vena pun tak mengetahui alasannya mengapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arteri and Vena [SLOW UPDATE]
Подростковая литератураApa sebenarnya arti bahagia menurut kalian? Arteri hanyalah seorang pemuda biasa yang diangkat sebagai anak oleh keluarga Oryza. Ini semua terjadi ketika Arteri berusia 10 tahun. Saat dimana yang namanya "bahagia" hanyalah sekadar tiupan angin yang...