Lima

24 6 0
                                        


Maafin kami karena kami enggak ceritain semua ke lo, Mole.

Bos udah rencanain semua ini.

Lo harus pergi dari tempat ini sekarang juga.

Jangan pernah kembali kesini.

Pergi yang jauh.

Arteri, anak kami, ada di salah satu panti asuhan di Jakarta.

Tolong cari dan jaga dia.

Jakarta, 15 November 1999

Your best partner


Vena POV

Beberapa hari ini, Arteri tidak seperti biasanya. Semenjak malam itu, seperti ada yang dipikirkannya. Dia berubah jadi cowok dingin yang pernah gue liat. Terkadang, gue berpikir dia bukanlah Arteri yang gue kenal.

"Lo lamunin apa, Ven? Bengong aja daritadi" ujar Ceres heran.

"Hmm, ntah lah" jawabku seraya memandangi Arteri yang sedang berkumpul dengan teman-temannya.

"Arteri?" tanyanya seakan tahu isi otak ku.

"Mungkin"

"Gue temen lo disini, lo bisa cerita apa aja ke gue" tutur wanita itu sambil tersenyum manis.

"Gue ngerasa beda sama Arteri"

Ceres melihat Arteri sejenak. Yah, dari hasil rapat pembagian kelas, gue, Arteri dan Ceres berada di satu kelas yang sama. Kelas XI IPA 2.

"Gue rasa, sebenernya gak ada yang beda dari kalian"

Hah?

"Ehmm, mungkin perasaannya yang beda?" lanjutnya.

"Maksud lo? Perasaan gue ke dia gitu?" tanya gue memastikan.

"Hm? Ya nggak, mungkin emang perasaan hati dia aja yang lagi bad mood gitu, atau ada sesuatu yang dipikirin?? Yah kan gak mungkin lo suka sama abang lo sendiri, heheh" kekeh Ceres.

Sudah gue duga.

"Mungkin lo bener" jawab gue sembari senyum tipis.

Ada sedikit perasaan kecewa mendengar jawaban Ceres tadi. Tapi, yang dikatakan Ceres itu emang bener. Gue gak mungkin suka sama abang gue sendiri.

Walaupun abang angkat?

Gak, gak, gak, gue gak boleh kayak gini. Gue gak boleh terlalu berlebihan, yah gue sadar itu.

"Eh, Cer? Lo mau ke kantin?" tanya gue ke Ceres yang sedang asyik membaca novel.

"Ehmm, sorry. Tapi, gue lagi nggak laper. Lo sendiri gak apa kan? Atau mau gue temenin?"

"Ahh, nggak, nggak usah repot-repot" jawabku tersenyum lalu meninggalkan Ceres.

Sebenernya gue gak punya niatan mau ke kantin. Gue cuman pengen nenangin perasaan gue aja, semakin gue perhatiin Arteri, gue berasa semakin gak tenang dengan semuanya.

Gue berjalan ke jendela belakang perpustakaan. Tempat yang aman untuk menyendiri. Angin melambai menyentuh helai-helai rambut gue. Berlari seolah mengerti perasaan gue. 

Angin yang menyejukkan. Seketika gue ngerasa angin membawa semua  kenangan gue bersama Arteri. Apa yang udah gue lakuin sampe gue harus segininya dengan Arteri? Toh, Arteri belum tentu ngerasain apa yang gue rasain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arteri and Vena [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang