"Kamu pembunuh! Kamu pikir saya tidak tahu kamu menyelundupkan pistol ke sekolah? Saya tidak bodoh!" Ia menendang Elric lagi."Bapak juga membunuh-" balas Elric. Terpotong.
"Kamu belum mengerti." Darren berjongkok, memegang kerah seragam Elric erat, kemudian mengangkatnya tinggi.
"Kalau saya tidak membunuh orang-orang itu, bukankah kamu akan mati? Saya bisa melaporkan kejadian kemarin ke kepala sekolah," lanjutnya datar, tapi tetap saja menegangkan. Ketakutan terlihat jelas di mata Elric.
"Saya hanya melindungi diri! Kalau saya tidak membunuh orang itu, saya juga akan mati!" seru Elric panik. Mengapa tiba-tiba Darren berkata begitu? Ada yang janggal.
"Tidak! Seharusnya aku yang membunuh mereka! Tetapi kamu? Kamu hanya ingin memamerkan kebolehanmu saja!"
"Bapak gila!? Mana saya tahu kalau Bapak sudah bersiap menghabisi orang-orang itu? Memangnya saya paranormal?"
"Saya memang gila," suaranya datar dan mengerikan.
Darren menatap Elric tajam. Tiba-tiba tangan Darren membesar. Badannya membesar. Kulit tubuhnya berubah menjadi kemerahan. Dalam hitungan detik, badannya berubah dari manusia biasa menjadi seperti raksasa. Tatapannya berubah menjadi tatapan kematian. Ia berubah menjadi sosok yang tak terbayangkan.
Lelaki malang itu berteriak. Kaget. Takut. Ia memegang tangan Darren yang mulai mencekik lehernya, berharap cengkeramannya akan lepas, tetapi tidak. Cengkeramannya malah semakin keras mencekik lehernya.
Raungan Darren terdengar keras sekali ketika ia membanting Elric ke tanah. Lantai-lantai putih di ruangan itu retak. Suaranya beradu dengan teriakan Elric yang tak kalah keras.
"Bapak mau apa!?" teriak Elric sebisanya. Darah keluar dari mulutnya.
"Jangan berani-beraninya ambil mangsa saya."
Suara Darren terdengar lebih berat lagi. Datar. Tajam. Menyeramkan. Seorang guru matematika yang dulunya terkenal membuat soal-soal di luar pikiran manusia sekarang telah berubah menjadi raksasa setinggi tiga meter yang bisa mencabik-cabikmu dan mengeluarkan isi perutmu kapan saja.
Tinju dari tangan raksasa itu mendarat dalam dinding ruangan putih polos itu, meretakkan dindingnya dalam tinju pertama. Potongan-potongan kecil batuan jatuh ke lantai. Darren yang sudah berubah menjadi raksasa membenamkan jarinya ke dalam dinding itu, mengeruk dinding itu dengan jarinya, mengambil potongan batu yang cukup besar ke tangannya, kemudian melemparkannya ke Elric. Potongan batu itu pecah di badan Elric.
Ia melakukannya lagi. Lagi, lagi, dan lagi. Warna putih polos lantai itu ternodai oleh darah Elric.
Ternyata seperti ini rasanya dirajam, batin Elric. Ia tidak peduli lagi. Ia bisa melihat otot-otot tangannya keluar dari kulitnya perlahan-lahan. Ia berpura-pura mati, agar Darren berhenti melakukan itu. Percuma saja. Darren tahu ia masih hidup.
Darren mengangkat badan Elric. Ia memegang kepala Elric, lalu menabrakkannya ke dinding. Membenamkannya ke dinding berkali-kali. Tawa Darren membahana memenuhi ruangan itu. Tawa kepuasan.
Elric tidak bisa membuka matanya lagi.
Tidak.
...
Elric terbangun dari mimpinya. Ia berkeringat. Napasnya terengah-engah. Ia berkeringat. Sungguh mimpi yang gila.
Ia sedang mendengarkan briefing Ujian Tengah Semester.
"Ric? Kenapa? Lu keringatan," kata Joseph, teman Elric. Aula memang dingin, sehingga tak wajar jika kita berkeringat. Apalagi jika disertai napas yang terengah-engah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Five
FantasySerum pembuat kekuatan super sedang dikembangkan di kalangan masyarakat. Ya, benar. Cukup memasukkan serum itu ke dalam tubuh kita, maka kita bisa memiliki kekuatan super. Bayangkan saja, manusia bisa terbang, membaca pikiran, dan lain-lain. Tentu s...