Hai gaes, panggil saja gue Yusuf. Gue salah satu pejuang di tanah air ini yang sedang mencari cinta sejati. Gue yakin di dunia ini bukan cuma gue aja yang jomblo. Dalam pemikiran gue jomblo itu ada dua tipe, yang pertama ngenes dan yang kedua ngenes level dewa. Saat ini gue tengah memasuki fase jomblo stadium 4 di level dewa. Bukan berarti gue gak ada yang mau ya. Bukan. Tapi karena gue terlalu elegan sob. Sekali lagi gue tekankan, bukan karena gue gak LAKU. Bukan.
Lanjut, di kampus gue punya dua sohib karib yang sama jomblonya kayak gue, cuma level stadiumnya aja yang beda tipis. Sohib gue ini merupakan dua makhluk absurd yang gak tau datengnya dari planet mana, atau dilahirkan dimana, dan bahkan gue sempet curiga kalo mereka berdua ini terlahir dari batu seperti Sungokong. Kan gak mungkin lah ya, jadi mari kita lupakan sejenak tentang Sungokong. Namanya Robi dan Vino.
Gue tekan kan sekali lagi mereka ini sama kayak gue gaes, jadi jangan terpesona cuma karena gue sebut namanya ya. Jangan pernah. Sekali lagi. Jangan.
Vino ini anaknya pinter tapi level ke-jones-annya itu berada di atas gue. Dia yang paling sering galau di antara kita bertiga. Dia yang sifatnya 'Tsundere'. Iya 'tsundere'. Lo pasti gak tau kan 'Tsundere'. Iya kan? Nenek gue di rumah aja gak tau apa artinya 'Tsundere'. Tetangga gue yang lagi lewat depan rumah gue aja gak atau artinya. Makanya, kerena lo maksa gue terus buat kasih tau apa artinya jadi gak bakal gue kasih tau kalo 'Tsundere' itu artinya adalah sifat seseorang yang berkebalikan apa yang diucapkan sama yang dirasakannya. Gak bakal gue kasih tau meski lo udah sujud di kaki gue. Gak bakal.
Robi. Kalo Robi ini anaknya super alim. Banyak anak cewek di kampus yang suka sama dia. Tapi kalo udah kumat dia jadi apatis gaes. Suka senyum sendiri, ketawa sendiri, tiba-tiba teriak gak jelas. Kadang gue sama Vino gak bisa bedain mana Robi sama orang yang memiliki gangguan mental. Dan terkadang gue juga bingung bedain yang mana orang waras dan gila karena tingkah laku Robi.
Terlepas dari itu semua gaes, kita sama. Gue tekankan sekali lagi. KITA BERTIGA SAMA. Gue capslock biar kalian fokus ke kaliamat itu.
Awalnya, gue deket duluan sama Robi. Kita deket karena menjadi salah satu volunteer buat event internasional. Gue ngerasa keren banget habis menyatakan kalimat yang udah gue sengaja cetak bold itu, gaes. Gue ngerasa bener-bener udah menjadi anak yang membanggakan emak gue.
Tapi, kenyataannya gak sekeren itu gaes. Gue sama Robi deketnya karena sering kejar bus bareng selama dua minggul full buat para turis-turis di event itu. Ya bisa dibilang kita kerja rodi disana.
"Eh, lo Yusuf yang temen satu kelas gue itu kan?"
"Iya, lo Robi yang temen satu kelas gue juga kan?"
"Iya"
Begitulah percakapan singkat gue dan Robi, hingga menjadi sohib sampe sekarang.
Namanya juga anak cowok normal. Yang udah lewat dari masa ABGnya, lewat dari masa remajanya, lewat dari pintu depan ke pintu belakang, ya kira-kira gue seperti itu. Bisa lo banyangkan sendirilah betapa cakepnya gue, atau betapa kerennya gue. Imajinasinya itu loh gaes di pake sedikit. Spongebob sama Patrick aja berimajinasi, kan masa kalian nggak.
Kembali ke cerita.
Coba lo pikir, apa yang biasanya dilakukan anak cowok normal kalo lagi gak ada tugas kuliah? Pasti lo tau kan jawabannya apa. Iya itu. Betul sekali. Game. Main Game. Kenapa? Kok jadi kecewa gitu. Maaf ya gaes, kalo gue menghancurkan imajinasi kalian yang super kreative itu. Tapi serius loh gue kepikirannya 'Game' gak ada yang lain. Bukan tentang 'Miyavi' ya gaes. Bukan. Tapi yang gue lakuin itu adalah main 'Game'. Game yang sering orang mainkan di komputer pc, laptop, atau nintendo itu loh.
Sejak dirilis sampe sekarang di kampus gue game DotA 2 selalu jadi trendsetter. Ya kalau anak ilmu komputer kayak kita gaes bisanya hiburan di game doang. Kita mah apa atuh ya cuma butiran debu. Yang gak bisa nongkrong sana sini dengan kantong tebel. Gue gak bilang kalo kantong gue gak tebel ya. Nggak. Gue sebenernya banyak uang tapi buat bayar kuliah sama beli bensin motor gue aja Alhamdulillah. Gue ini anak yang berbakti sama emak. Gue gak suka kalo menghabiskan uang emak buat yang gak jelas. Mending gue habiskan buat rental PS atau gaming di warnet depan komplek rumah. Berbakti sekali gue ini.
Jadi, balik ke pokok pembahasan tentang game yang gue bicarakan tadi. Game. Ya itulah syurganya para gamer. Karena game kita melupakan semua pikiran yang berbau negative terutama tentang 'Miyavi'. Karena game juga kita dituntut untuk cekatan, tepat waktu, dan menjunjung tinggi sportivitas. Lalu, karena game jugalah gue menyandang gelar jomblo sampe detik ini. Mulia banget kan tujuan game itu. Makanya gue pengen jadi seorang programmer. Gue ganteng. Pasti kalian bingung kenapa tiba-tiba gue tulis 'Gue ganteng'. Dan gue juga bingung kenapa, tapi gue pengen banget nulis kalimat itu.
Nah programmer gitu tuh kerjaannya, buat perangkat lunak yang ada di laptop atau mobile kalian saat ini. Bukan, tukang service komputer ya. Bukan. Sekali lagi gue tekankan. Bukan.
Gue rasa cukup untuk perkenalan kita ya gaes. Bisa disimpulkan kan kalau gue itu orang yang super ganteng, berusia 20 tahun, sedang menempuh pendidikan semester akhir di bangku kuliah jurusan teknik informatika guna menjadi programmer yang handal, bersama kedua rekan gue Robi dan Vino, rajin menabung, hapal Pancasila, berbakti sama emak, dan gue nggak aneh.
Gue harap, setelah kalian membaca chapter pertama ini. Tidak mengurungkan niat kalian untuk membaca chapter berikutnya. Hiks.
Salam Pro~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Programmer
UmorismoSiapa bilang jadi seorang programmer itu susah dan buat rambut botak. Setelah kalian baca Novel gue ini, kalian pasti akan berubah pikiran memilih jurusan lain daripada menjadi seorang programmer (lho?) Perjuangan tiga makhluk absurd yang menempuh p...