3

32 5 1
                                    


Pagi ini aku masuk ke kantor The wind pada pukul 08.00 am seperti biasa. Aku bukanlah pegawai yang suka datang terlambat seperti pada umumnya. Seperti yang telah aku katakan, aku adalah pekerja keras dan gigih dalam menyelesaikan tugasku. Karena selalu menyelesaikan artikel tepat pada waktunya dan juga mendapat rating tinggi untuk setiap hasilku, aku dinobatkan sebagai managing editor dalam team workku. Sudah satu tahun aku menyandang gelar itu di perusahaan ini, dan aku cukup bangga dengan hal itu.

Kususuri lorong kantor menuju ruangan timku di lantai dua. Di lantai ini terdapat tiga ruangan tim yang bekerja dalam bagiannya masing-masing, seperti timku yang bekerja dalam bagian business. Yeah business. Bagian ini cukup sulit bagiku untuk mendapat rating tertinggi, karena jika dibandingkan dengan bagian Entertiment yang banyak diminati oleh khalayak masyarakat, kami sedikit tertinggal.

Ada 5 anggota dalam team workku, Lucas Rhicard Carlkson sebagai reporter, Nathan Redclife sebagai fotograper, Alice McVey sebagai editor, Kelly Werstone sebagai desainer grafis dan tentunya aku sebagai managing editor. Jika diperhatikan semua tugas pembuatan artikel dapat diselesaikan oleh mereka semua, tapi jangan salah, tugasku dalam team ini lebih berat kurasa dibandingkan yang lainya. Aku harus bertanggung jawab pada semua pekerjaan anggotaku hingga artikel kami dalam proses promosi untuk naik cetak. Bukan hanya itu saja, aku harus mempertaruhkan segala cara untuk mendapatkan kata sempurna untuk artikel yang kubuat karena jika tidak, maka aku harus siap mental kuat untuk mendapatkan kritikan pedas dan hukuman dari dewan redaksi. Memang ini terkesan hanya membebankan pada diriku sendiri, tapi pada kenyataannya 'Ya' akulah yang harus bertanggung jawab. Tidak mudah mendapatkan posisiku sekarang, aku harus bekerja selama 2 tahun dengan pengalaman semua bagian dalam team.

Setelah sampai di ruanganku, aku mendapati Alice dan Kelly tengah berbincang bincang sambil memegang masing-masing satu cup kopi di tempat mereka.

"Ekhem.."

Aku berdehem sambil melangkah menuju kursiku. Mereka sepertinya tidak menyadari aku masuk ke ruangan ini dan mulai menyadarinya setelah aku duduk dikursiku.
Begitulah jika para wanita bergosip, tidak memperhatikan sekitar dan merasa dunia dimilikinya.

Mereka lalu berdiri dan tidak lupa menyapaku seperti biasa. Aku hanya membalas sapaan mereka sekedarnya. Aku tidak terlalu bersahabat dengan semua pegawai disini, namun tidak juga membangun permusuhan di dalamnya. Hanya saja, tidak ada orang yang sejalan dengan pikiranku dan semua kebiasaanku kecuali satu orang, Lucas.

"Kelly, apa kau sudah mendapatkan materi dari Lucas? Aku lupa menanyakan padanya" tanyaku.

"Baru beberapa Ms. Roseline, akan segera kukirimkan"

"Baiklah, aku tunggu. Dan untuk kau Alice, aku ingin kau mengirimkan desain grafis artikel yang kuberikan kemarin lusa"

"Baik Ms. Roseline" jawabnya patuh.

Kembali pada pekerjaanku, aku harus membuat banyak pertanyaan untuk bahan wawancaraku. Hasil observasi kemarin lumayan banyak memberiku alasan untuk menulis pertanyaan-pertanyaan ini. Kubuka laptopku dan menyalakannya. Kumainkan jemariku di atas keybord dan mulai menulis segala pertanyaan yang ada di kepalaku. Mulai dari hal umum hingga hal menditel termasuk masalah cinta seorang Evan McAllister.

Aku menghembuskan nafasku berat, mengingat betapa kacaunya pikiranku hanya karena sosok yang terus mengintimidasiku dalam tatapannya semalam. Aku benar-benar harus menyegarkan pikiranku demi mendapatkan pengalihan pikiranku yang terus berpusat padanya. Semalam aku bahkan sulit tidur dan terus memandangi gaun yang ia berikan. Entah aku harus senang atau menderita kedepannya, mengingat diriku akan bertemu dengannya lagi.

Tidak.. Ini tak boleh dibiarkan. Siapa dia? Dia hanya pria tampan dan kaya yang pasti mempunyai kebiasaan yang sama seperti pria lainya, mempermainkan perempuan. Aku benci kenyataan itu. Tapi berdasarkan hasil observasi dan informasi yang dapat kupastikan kebenarannya, dia bukan tipe Player seperti yang kupikirkan. Ada sedikit harapan terbesit dalam benakku menyadari hal itu. Harapan dapat bersanding dengannya. Dewi dalam batinku menari penuh bahagia. Ahh.. Berpikiran apa aku ini. Imajinasi tinggiku mulai mengambil alih pikiranku.Aku hanya menjalankan tugasku dan setelah artikel ini terbit, selesailah urusanku dengannya.

Allena RoselineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang