4

33 4 1
                                    

Jam di atas meja kerjaku menunjukan pukul 05.10 pm. Waktu berjalan cepat tanpa dirasa, ini saatnya pulang. Aku meregangkan badanku dengan menggerakan leher ke kiri dan ke kanan begitupun tangan dan punggungku. Cukup untuk merasa lebih baik setelah seharian berkutat dengan banyak file.

Aku mematikan laptopku, dan memasukannya ke dalam laci. Beberapa barang-barangku yang kuletakan di atas meja tak luput dari penglihatanku. Aku memasukan mereka ke dalam tas tangan yang kubawa. Ponsel, kunci mobil dan... Kartu nama itu. Kartu nama milik Evan McAllister. Hingga sekarang aku masih belum menghubunginya. Siang tadi aku berencana menghubunginya setelah jam pulang kantor karena tidak ingin mengganggunya di jam kerja. And it's time.

Aku yang tengah berdiri, kembali duduk di kursiku. Bimbang dengan apa yang aku akan lakukan. Ada niatan terbesit untuk menghubunginya nanti karena aku merasa belum siap. Entah kata siap yang seperti apa bagiku untuk bisa menghubunginya. Aku menggigit bibirku, bingung Atau mungkin gugup. Dewi dalam batinku memutar kedua bola matanya padaku. Jengah dengan sikap tak beraniku.

"Lena, apa kau ingin pulang bersama?" tanpa ku sadari Lucas sudah ada di sampingku dan menepuk bahuku pelan.

"Eh..mm. Tidak untuk hari ini Lucas. Aku membawa mobil" aku tersenyum padanya menyamarkan kegugupanku.

Ia mengangguk dan berjalan pergi. "Baiklah hati-hati, ok?"

"Ya" aku menghembuskan nafas lega karena ia tak menyadarinya.

Tinggal hanya ada aku sendiri di ruangan ini. Dan aku bersyukur akan hal itu. Setidaknya, tidak ada yang melihat aku gugup karena hal sepele. Ya benar, ini hanya hal kecil. Mengapa aku harus gugup? Aku hanya perlu meneleponnya dan mengatakan kalau aku akan mengembalikan gaunnya besok. It's simple. Ya ampun Lena, kau bisa melakukannya.

Kurogoh kembali ponselku di dalam tas. Telah kuputuskan untuk menghubunginya sekarang. Aku menekan nomer teleponnya dan memanggil. Cukup lama aku menunggu panggilanku terjawab. Dan yap! Di angkat pada dering ke lima.

"Hallo dengan Sekretaris Mr. McAllister M enterprises holdings Inc. Ada yang bisa saya bantu?" kusadari bibirku tertarik ke bawah, cemberut. Ada perasaan kecewa mengetahui sekretarisnyalah yang menjawab panggilanku.

"Hallo? Dengan siapa saya berbicara?" dia kembali berbicara.

"Oh, mm.. Saya Allena Roseline. Apa saya bisa berbicara dengan Mr. McAllister?"

"Maaf Mrs. Roseline, Mr. McAllister sedang sibuk. Kau bisa menghubunginya nanti. Ada pesan yang dapat saya sampaikan?" bibirku menekuk semakin bawah. Shit! Aku sudah berusaha untuk meneleponnya. Dan tidak berhasil untuk sekarang.

"Oh.. Tidak. Tidak ada. Katakan saja kalau saya menelepon" aku berupaya agar ia tidak mendengar desahan kekecewaanku.

"Baiklah. Ada lagi?"

"Tidak. Itu saja, terima kasih."

"Terima kasih kembali Mrs. Roseline"
Kuputuskan panggilan dan mengumpat sekencang-kencangnya. Untuk hal ini aku gugup? Yang benar saja! Dasar workaholik! Ini bahkan sudah jam pulang dan ia masih saja sibuk. Aku yakin orang sepertinya hanya berpusat pada pekerjaan dan pekerjaan.

Secara kasar kumasukan kembali ponsel dan kartu nama sialan itu. Aku berjalan keluar ruangan yang mulai sepi dari semua staff the wind. Jika ini bukan untuk mempermudah pekerjaanku, aku akan biarkan ia yang meneleponku balik. Untuk sekarang mungkin kuputuskan meneleponnya besok.

....

Aku memarkirkan mobilku di halaman rumah. Ada dua mobil lain juga terparkir disini. Secara pasti mobil berwarna hitam adalah milik Antonie Kedrick Firestone, Dady kesayanganku. Tapi mobil putih yang juga terparkir disini, aku tidak mengenalinya. Mungkin milik teman Ant yang berkunjung.

Allena RoselineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang