To Liong To/ Thio Boe Kie 31 - 40
Tiba-tiba ia mengeluh karena di jalanan yang barusan dilewatinya, yang tertutup dengan salju, terdapat tapak-tapak kakinya sendiri. Daerah barat (See hek) adalah daerah yang hawanya sangat dingin dan biarpun waktu itu sudah masuk musim semi, salju di gunung-gunung masih belum lumer. Semalam, dalam ketakutannya, ia tak berani jalan di tanah datar dan sudah mendaki puncak itu. Tapi dengan berbuat begitu, ia malah sudah membuka rahasia sendiri.
Pada saat itu, dari sebelah kejauhan sekonyong-konyong terdengar geram kawanan serigala yang menakutkan. Boe Kie berdiri di atas batu karang yang sangat curam. Mendengar suara itu, ia mengawasi ke bawah. Ternyata, di dasar lembah terdapat tujuh-delapan serigala yang sedang meronyang-ronyang kearahnya dan menyalak tak henti-hentinya. Kawanan binatang itu kelihatannya kelaparan dan ingin menubruk dirinya untuk mengganjal perut. Tapi ia berdiri di tempat aman yang terpisah jauh dari mereka.
Ia memutar kepala dan mengawasi keberapa jurusan. Mendadak sekali ia terkesiap. Matanya yang jeli melihat bergeraknyalimabayangan manusia di sebuah tanjakan. Ia tahu, bahwa mereka rombongan Coe Tiang Leng yang sedang mengejar dirinya. Dari jauh mereka kelihatannya berjalan sangat perlahan, tapi ia mengerti, bahwa dalam tempo satu jam, mereka akan tiba di tempat dimana ia sekarang berdiri.
Sesudah menentramkan hatinya, Boe Kie segera mengambil satu keputusan, lebih baik aku mati dimakan serigala daripada jatuh ke dalam tangan mereka,. katanya dalam hati.
Untuk sejenak ia berdiri bengong. Ia ingat bahwa dengan setulus hati ia mencintai Kioe Tin sebagai seorang adik mencintai kakak sendiri. Sungguh tak dinyana wanita yang begitu cantik mempunyai hati yang begitu kejam. Ingat begitu, ia malu campur duka. Cepat-cepat ia melompat dan masuk ke dalam hutan dengan berlari. Karena hutan terdapat rumput-rumput tinggi,
maka meskipun masih ada salju, tapak-tapak kakinya sukar terlihat. Sesudah lari beberapa lama, mendadak racun dingin dalam tubuhnya mengamuk lagi. Ia tidak kuat berjalan terus. Rasa lelah dicampur dengan kesakitan hebat. Apa boleh buat, ia merangkak masuk ke dalam gerombolan alang-alang dan menjumput sebutir batu tajam dari atas tanah. Ia sudah mengambil keputusan bahwa Coe Tiang Leng mengejar sampai di situ dan cepat menemukan tempat persembunyiannya, ia akan membunuh diri dengan menghantam Tay Yang Hiatnya dengan batu itu.
Sesudah mengambil keputusan itu, hatinya jadi lebih tenteram. Didepan matanya lantas saja terbayang kehidupan bahagia selama 2 bulan lebih dalam rumah Tiang Leng dan peringatan yang sedap itu telah mendatangkan kedukaan terlebih besar dalam hatinya. Pendeta Siau Lim Sie mencelakakan aku, tapi hal itu tidak usah dibuat heran.. Pikirnya. Orang-orang Kong Tong Pay, Hwa San Pay dan Kun Lun Pay telah membalas budi dengan kejahatan, tapi itupun tak perlu dihiraukan. Tapi Tin Cie…aku mencintainya dengan sepenuh hati!... ah! Bukankah ibu pernah memesan aku pada waktu ia mau menghembuskan napas yang penghabisan? Mengapa aku melupakan pesan itu.
Sebagaimana diketahui, sebelum mati In So So telah memesan Boe Kie supaya anak itu berhati-hati terhadap perempuan. Menurut So So, makin cantik wanita, makin pandai menipu orang.
Dengan air mata berlinang-linang, anak itu berkata dalam hatinya. Waktu mengucapkan pesan itu, pisau sudah menancap di dada ibu. Dengan menahan sakit, ibu sudah memesan aku, tapi aku sendiri sedikitpun tidak memperdulikan pesan itu. Kalau aku tidak mengerti ilmu membuka jalan darah, tipu busuk Coe Tiang Leng dan kawan-kawannya sudah pasti tidak akan
diketahui olehku dan aku menuntun mereka ke Peng Hwee To untuk mencelakakan Gie Hu..
Sesudah hatinya lebih tenteram, ia bisa memikir secara lebih terang. Ia segera dapat melihat latar belakang dari tindakan-tindakan Coe Tiang Leng. Sesudah menduga, bahwa ia adalah putera Thio Coei San, si orang she Coe lalu membinasakan kawanan anjing, sebagai tindakan pertama untuk mendapat kepercayaan.