Chapter II

485 44 12
                                    

4 tahun kemudian.

Kamar yang penuh dengan debu, beserta berbagai barang berserakan di sekitar. Seperti kamar tidak berpenghuni, namun disinilah orang itu tertidur pulas. Dengan pakaian lusuhnya, juga wajah yang sinarnya tertutup oleh kusam.
Tangan itu bergerak, perlahan kelopaknya terbuka, kemudian terdiam beberapa saat.

Mengapa aku masih bisa bernafas?

Hembusan nafas berat keluar dari dirinya, kemudian terduduk, dan meraba sekitar sampai tangannya menyentuh meja nakas yang terdapat di samping ranjang.

"Dimana sisirku?" Ucapnya pelan. Dengan mata tertutup.

Setelah menyisir mahkota nya, langkah pelan nya menyusuri setiap sudut ruangan. Meraba-raba setiap hal. Mulai dari ukiran dinding, lukisan, buku-buku, berbagai benda asing, juga terkadang ia jatuh tersandung. Sampai tangannya berhenti pada sweater polos berwarna merah muda, ia sangat ingat pemberian Orang Tua nya itu.

Mengapa aku tidak mati saja?

Tatapan lurusnya memandang ke luar jendela, merasakan udara segar yang jarang ditemui di pinggiran kota, terkecuali pagi ini. Ia kembali menutup matanya, ia benci hal ini, tapi tak bisa berbuat apapun.
Setetes air mata turun membasahi pipinya yang mulai berisi, bersama dengan setiap kenangan menyakitkannya.

Ayah dan Ibu tak pernah sayang padaku. Keadaan rumah sangat kacau saat itu, aku hanya bisa memegang sebuah jarum pada jemariku. Bersamaan dengan jeritan adikku yang manis. Juga teriakan orang tua ku. Setelah hari itu terjadi, semua semakin terlihat jelas. Mereka tak pernah menginginkan aku, menerima seberapa cacatnya diriku.
Para lelaki itu tak pernah lagi berkunjung ke rumah, aku tidak disuruh Ibu untuk membuat teh dan berdandan cantik lagi. Aku tidak pernah lagi bisa melihat dunia luar. Karna aku menusuk mataku sendiri hingga buta. Dan itu adalah aib keluarga bagi orang tuaku, kemudian memutuskan untuk mengurus surat kematian palsu. Dan merubah identitasku menjadi Jessica Jung secara permanen.

Dan disinilah Jung Sooyeon berada.

"Nona, maaf, bisakah kau bergeser? Aku tidak bisa lewat." Ucap salah seorang perempuan di belakangku dengan iringan suara anjing lucu, mungkin aku menghalangi jalan mereka disini.

Jessica menghirup nafasnya dalam, aroma khas rerumputan, dengan suara pijakan kaki yang sedang berlari. Apakah ini taman?
Dengan ragu kakinya melangkah, kemudian tersenyum setelah mendaratkan bokongnya untuk duduk di rerumputan.

"Apakah aku duduk di tempat yang benar?" Ia berbicara dengan aksen lucu, sambil memiringkan kepalanya dan meraba raba rerumputan.

Namun ekspresinya berubah ketika ia menyentuh tangan seseorang yang tak jauh darinya. "Oh astaga! Aku terkejut, maaf aku tidak bermaksud." Katanya sambil menundukan kepalanya berkali-kali meminta maaf.

"Tidak apa, toh aku juga tak tahu kau disana."

Seorang lelaki dengan aksen mandarin yang khas. Juga memiliki suara yang unik, tidak berat dan tidak nyaring juga tidak terlalu serak.

Matanya membulat sempurna. "Maaf, Tuan. Aku tidak melihatnya."

Lelaki itu terkekeh. "Aku baru saja 27 tahun. Kau kesini sendirian?"

Jessica masih terlihat gugup dan panik. Haruskah ia menjawab? Ia hanya bisa menoleh ke sumber suara sembari menunduk, tak berani untuk menampakan wajahnya langsung. Ia takut jika lelaki ini akan mencampakkannya, tidak menyukai fakta bahwa ia buta.

"Kau baik-baik saja?" Tanya lelaki itu dengan wajah penasaran, menggoyangkan telapaknya di depan wajah Jessica. Tak ada reaksi.

"Ah aku baik-baik saja."

Seulas senyum terlukis di lelaki itu, ia mengulurkan tangannya dengan semangat. "Aku Kris, Kris Wu. Maaf untuk aksen ku yang aneh. Senang bertemu denganmu."

Ia lelaki yang baik. Apa iya? Jessica terus memikirkan berbagai hal di dalam kepalanya.

"Aku Jessica Jung."

Dan perkenalan pun terjadi.

Kris menyodorkan kartu namanya, memberi pujian tentang dirinya sendiri. Namun senyum Kris hilang, saat ia melihat Jessica mencoba mengambil kartu namanya pada tempat yang salah, itu ruang kosong.
Keduanya tidak bergeming.

"M-maaf.." Lirih Jessica berulang kali saat ia menyadarinya. Hal ini hanya menambah lukanya saja. Cukuplah ia menderita selama 25 tahun ini.

Ketika ia kembali menyadari bahwa lelaki ini tidak merespon apapun, ia merasa kembali disakiti. Ini salah satu hal yang membuatnya sedih berlarut-larut, tak ada yang bisa menerimanya. Perlahan air mata mulai membanjiri wajah cantiknya.

"Mengapa kau menangis?"

Itu masih suara yang sama. Dengan perlahan ia mengangkat wajahnya, masih ragu. "Kau memiliki kekurangan." Dan perkataan lelaki itu kembali menohok hatinya.

Ia mengangguk dengan pelan. Hidupnya memang penuh dengan kekurangan.

"Aku juga. Setiap orang punya,"

Jadi dia tidak akan mencelaku?

"Apa?"

"Kau tidak perlu menangis, tak ada guna menangisi apa yang seharusnya kau syukuri-"

Kris melihat tak ada reaksi.

"-aku masih senang berkenalan denganmu, Jessica."

Dan senyum manis mengalun indah pada wajahnya. Membuat Kris kembali merasa terhanyut dalam perasaan baru, setelah mengalami masa kelamnya.

Suka atau tidak, cinta itu ada.

It's Not Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang