First Move

3K 169 6
                                    

"Hyung tunggu!" Teriak seorang namja tinggi berseragam SMA berbalut mantel cokelat. Rambut hitam keabuannya tampak sedikit berantakan karena hembusan angin musim gugur pagi ini. Meski begitu, ekspresi diwajahnya nampak sangat ceria, sangat berbanding terbalik dengan ekspresi namja berbeanie dan bermantel putih yang dipanggilnya. Wajahnya terlihat datar, tak tampak ada ekspresi disana.

"Kita berangkat bersama. Kajja!" Ujar namja tinggi itu lagi lalu sebelah tangannya langsung menggandeng tangan kiri namja minim ekspresi itu.

"Kenapa hyung? Kajja! Nanti kita bisa terlambat!" Ujar namja tinggi bernama Mingyu, Kim Mingyu yang merasa heran karena Wonwoo -nama namja yang digandengnya- itu hanya terdiam ditempatnya, sama sekali tak bergerak.

"Lepaskan, Mingyu-ah. Aku tak suka seperti ini." Ujarnya datar lalu segera melepaskan genggaman tangan Mingyu pada tangannya.

"Wae hyung? Bukankah ini yang sering dilakukan oleh para pasangan, hmm?" Tanya Mingyu dengan dahi berkerut, bingung.

Wonwoo hanya terdiam, sama sekali tak menjawab pertanyaan Mingyu. Wonwoo mulai kembali melangkahkan kakinya, menapaki trotoar jalanan, berniat melanjutkan perjalanannya untuk menuju ke sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul 07.45, 15 menit lagi bell masuk akan berbunyi. Jika tak cepat, ia akan terlambat masuk kelas Son sonsaengnim. Jika itu terjadi, maka ia tak akan bisa mengikuti pelajaran Sejarah guru yang terkenal killer itu. Dan hal itu dapat menjadi ancamannya untuk ke depan.

Melihat Wonwoo yang sudah berjalan mendahuluinya, Mingyu pun hanya bisa menghela nafasnya. Ya, ia memang sudah terbiasa dengan sifat Wonwoo yang begitu. Pendiam dan sedikit sulit untuk ditebak apa yang dipikirkannya. Mingyu mulai menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Wonwoo. Selama perjalanan, sama sekali tak ada pembicaraan diantara keduanya. Mingyu sibuk memandangi wajah Wonwoo dari samping dalam keterdiamannya. Sementara Wonwoo sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga akhirnya mereka memasuki gerbang sekolah dan berpisah untuk menuju ke kelas masing-masing.

Waktu berjalan begitu cepat. Tepat 5 menit yang lalu, bell berbunyi, menandakan waktu istirahat telah tiba. Wonwoo mulai memasukkan buku catatan dan buku cetak sejarahnya ke dalam tas ransel hitam yang dibawanya. Ia berniat untuk pergi ke kantin. Ia merasa sangat lapar dan butuh makan. Belum sempat Wonwoo memasukkan semua bukunya, seseorang nampak sudah berdiri di samping mejanya. Orang itu tersenyum sambil menyodorkan sebungkus roti dan sekotak susu vanilla kehadapannya.

"Ini untukmu, hyung. Roti melon dan susu vanilla, kesukaanmu." Ujar Mingyu tanpa melepaskan senyum tampannya membuat gigi taring seksinya terlihat begitu jelas. Beberapa murid yang masih berada di dalam kelas itu hanya melirik sekilas. Mereka sudah terlalu biasa mendapati adik kelas yang -sayangnya tampan- itu datang ke kelas mereka. Hampir setiap harinya Mingyu memang begitu. Datang ke kelas Wonwoo memang merupakan sebuah rutinitas yang wajib baginya.

"Tak perlu repot-repot. Aku bisa berjalan ke kantin dan membelinya." Balas Wonwoo cuek tanpa menerima roti dan susu pemberian Mingyu. Ia malah mulai berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kelas. Melihatnya, lagi-lagi Mingyu hanya bisa menghela nafasnya.

Dengan kedua tangan berada disaku mantelnya, Wonwoo berjalan menyusuri koridor kelas 3 untuk segera menuju ke kantin yang berada di lantai 1. Sepanjang perjalanan, ia begitu merasa diperhatikan oleh beberapa siswa maupun siswi. Bahkan ia bisa mendengar beberapa bisikan dari antara mereka membuat Wonwoo mengepalkan tangannya yang berada di dalam saku. Emosinya terasa terpancing mendengar bisikan-bisikan yang sama setiap harinya. Dan selama itu ia juga sudah berupaya untuk mencoba bersabar. Beruntung mereka tak pandai membaca gerak gerik ataupun ekspresi diwajahnya.

"Hyu-"

"Kim Mingyu, cukup!" Potong Wonwoo setengah berteriak membuat Mingyu yang tadi berteriak ingin memanggilnya menjadi terhenti. Kini Mingyu memang telah berada tepat di belakang Wonwoo. Beberapa pasang mata yang berada di dalam lorong seketika tertuju ke arah mereka.

StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang