Buku 400
KETIKA menyadari semua yang terjadi itu, Ki Tumenggung Untara pun kemudian bersyukur dan terus berusaha mendalami ilmunya yang baru terungkap. Ki Tumenggung Untara melatihnya berulang-ulang.
Ternyata di dalam gua itu terdapat cukup banyak batu besar yang teronggok di sudut-sudut ruangan yang dapat menjadi sasaran ilmunya.
Karena mengetahui di dinding gua itu banyak terdapat pahatan gambar yang dibuat oleh ayahnya Ki Sadewa mengenai berbagai tata gerak dasar olah kanuragan perguruan Jati Kencana, maka Ki Untara tidak berani mengarahkan pukulannya ke dinding gua.
Ia khawatir seperti yang dialami Agung Sedayu, yang secara tidak sengaja telah menghancurkan goresan puncak ilmu Jati Kencana. Meskipun secara tidak sengaja pula ia berhasil menemukannnya, ketika membuka batu pipih yang terdapat di tengah ruangan gua itu.
Demikianlah dengan tidak mengenal lelah Ki Untara, berlatih dan berlatih dengan ilmunya yang baru. Aji Jati Kencana. Ketika bayangan sinar mentari di kubah gua yang berlubang itu semakin redup barulah ia mengakhiri latihannya.
Ia pun kemudian membersihkan dirinya dengan air yang muncul dari celah-celah batu dan jatuh gemercik di bawahnya. Ketika suasana di dalam gua itu semakin gelap, maka Ki Untara pun menyalakan oncor dari biji jarak dengan batu titikan dan dimik belerang.
Ruangan gua yang tadinya gelap, menjadi sedikit terang. Ia meletakkan oncor dari biji jarak itu di atas meja batu pipih.
Ki Untara duduk di lantai, sementara itu kitab Jati Kencana peninggalan ayahnya"Ki Sadewa"digelarnya di sebelah oncor itu.
Ia pun membalik-balik lembaran demi lembaran rontal itu dan matanya tertarik pada tata gerak ilmu pedang"Aji Jati Laksana" yang terdapat di dalam rontal itu.
Dengan teliti ia mengingat dan mengguratkan gambar demi gambar, kata demi kata dan segala petunjuk dalam pelaksanaan ilmu pedang Jati Laksana tersebut terpateri ke dalam bilik ingatannya.
Seperti halnya adiknya Ki Agung Sedayu, Ki Untara pun mempunyai ingatan yang kuat atas tiap sesuatu yang diamati dan diperhatikannya dengan teliti. Dalam waktu yang tidak terlalu lama semua guratan di atas rontal itu sudah dipindahkannya ke dalam bilik ingatannya.
Ketika malam semakin mencapai ke puncaknya, maka Ki Untara sempat beristirahat sejenak. Namun tidak lama kemudian, ketika sinar kemerahan mulai memantul dari lubang kecil di atas kubah gua itu, maka Ki Untara bangkit kembali.
Setelah melaksanakan kewajibannya, ia bertekad ingin segera berlatih dengan ilmu pedang aji Jati Laksana yang tadi malam dipelajarinya dari lembaran rontal-rontal itu.
Demikianlah Ki Untara pun mulai bergerak dengan lincahnya memutar, memukul, membabat, menyabet, menepis, menghentak dan mengguncang dinding gua itu dibarengi dengan teriakan yang keras guna mendalami ilmu pedang mustika peninggalan ayahnya.
Pedang yang jauh lebih berat dari pedang rata-rata itu, dengan ringannya berputar di tangan Ki Untara. Seperti halnya ketika ia mengerahkan aji Kencana Jati, maka dalam ilmu pedang Jati Laksana ini pun Ki Untara merasakan pada akhirnya golakan hawa murni tenaga cadangannya yang terkumpul di dadanya.
Karena itu, Ki Untara pun segera melakukan petunjuk tata gerak dari puncak ilmu pedang Jati Laksana. Ia pun memusatkan nalar budinya. Tangan kanannya yang memegang pedang mustika itu perlahan-lahan diangkatnya menyilang di depan dada, sedangkan tangan kirinya juga perlahan-lahan terangkat ke dada menakup ke kanan.
Ketika semua hawa murni dari tenaga cadangannya sudah terkumpul di dada, maka dihentakkannya pedang mustika yang berat itu ke arah sebuah batu besar di sudut ruangan. Akibatnya sungguh dahsyat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATARAM BINANGKIT
FanfictionMATARAM BINANGKIT Lanjutan Api Di Bukit Menoreh Oleh Agus S. Soerono