○6○

17.5K 1K 33
                                    

Wajah Monica berubah menjadi pucat pasi saat hari pernikahannya tiba. Ia sampai hampir tidak sadar apa yang terjadi.

Gadis itu membiarkan para pelayan mengganti pakaiannya dengan busana adat Jawa dan menggiringnya ke pelaminan. Beberapa acara adat pernikahan bahkan sudah dilalui tanpa ia perhatikan.

Monica baru tersentak sadar saat melihat seorang pria dengan pakaian adat bercorak sama dengannya masuk ke kamar tempatnya duduk menunggu.

Pria itu tidak mirip dengan Aji yang pernah dilihatnya. Dia tidak lusuh dan bersih sekali. Dadanya yang bidang terpampang jelas. Otot-ototnya juga kekar dan wajahnya bersahaja. Monica sampai terkejut dan tidak melepas pandangan dari Aji yang akhirnya duduk di sampingnya. Pria yang sulit ditemuinya itu, kini berada di ruangan yang sama dengannya.

"Kamu lihat apa ? Memangnya tidak kenal padaku ?" tegurnya. Suaranya yang berat membuat Monica tersentak kembali.

"Ti...tidak mungkin kamu si Rajiman Jumanto itu 'kan ??? Kenapa berbeda sekali ???" heran Monica.

"Hebat kamu hapal nama lengkapku. Tapi, tidak ada juga 'kan orang yang mau tampil kotor di hari pernikahannya ? Memangnya kamu pikir aku pergi ke kebun dulu sebelum nikah ???" tawa Aji. Monica memperhatikan tawa pria itu yang terlihat cukup tampan.

Huss, jangan sampai lengah ! Pikiran itu langsung membuat Monica sadar kembali. Ia mengernyitkan keningnya dengan marah pada pria itu.

"Kamu sengaja 'kan menghindariku ??? Kenapa kamu tidak mau ketemu sebelum menikah ???" Monica memandangnya tajam.

"Memang. Aku tidak punya waktu senggang sepertimu untuk mendengarkan tawaran kerjasama menolak pernikahan ini." jawab Aji ringan.

"Sekali melihatmu saja, aku sudah tahu sifatmu seperti apa. Lebih baik kugunakan waktuku untuk mengurus hal-hal lain yang lebih berguna." kata Aji lagi. Monica hampir meledak marah mendengar kata-kata Aji.

Gadis itu berdiri dan ingin keluar dari pintu kamar itu. Ia merasa ia tidak sanggup berada di ruangan yang sama dengan Aji. Saat tangannya memegang kenop pintu, ternyata pintu itu terkunci. Dicobanya untuk menggedor pintu. Tapi, hasilnya sia-sia saja.

"Jangan membuang-buang tenagamu. Tidak akan ada yang membukakan pintu kamar ini sampai besok pagi. Itu yang dikatakan ibumu tadi. Memangnya kamu gak dengar ?" Aji menyandarkan kedua tangannya ke belakang.

"Kenapa begitu ???" Monica memelototinya. Aji langsung mengernyit ke arahnya.

"Yah, karena malam pertamalah dek. Ibumu tahu kamu bakal kabur makanya beliau kunci pintu itu. Aku sih gak masalah sama sekali. Mesti kamu nanya lagi ?" Aji balas memelototinya.

"Iiiiihhh gak sudi aku tidur sama kamu !" seru Monica sambil memeluk dirinya sendiri. Ia bergidik memikirkan hal itu. Aji hanya mendiamkan ucapannya saja.

Lelaki itu berdiri dan melepaskan aksesoris yang melekat di badannya. Kain batik yang melilit pinggangnya pun disampirkannya ke kursi rias di samping tempat tidur. Monica hanya berdiri di sudut ruangan dan enggan menoleh ke arah Aji.

Dengan hanya mengenakan celana pendek, Aji beralih memandang Monica.
"Ngapain kamu di situ, dek ? Gak capek berdiri dengan hiasan kepalamu itu ?" tegurnya.

"Jangan harap kamu bisa memaksaku untuk membuka pakaianku !" kesal Monica.

"Memangnya aku bilang mau memaksamu ? Aku cuma kasihan kamu bisa masuk angin dengan pakaian itu. Ganti saja dengan baju tidurmu." kata Aji sambil menghela napas.

"Habis itu ??? Kamu pasti berniat macam-macam 'kan ???" Monica memandangnya tajam.

"Kalau aku berniat macam-macam pun gak masalah. Aku ini 'kan mas mu sekarang." kekeh Aji. Ia sengaja mengusili gadis itu. Monica semakin bergidik dan mendorong dirinya semakin ke sudut ruangan. Aji langsung tertawa keras hingga Monica menoleh heran padanya.

"Hahahaha ! Tenang sajalah, dek. Aku gak niat malam pertama sama kamu yang ogah-ogahan itu. Tunggu kamu ikhlas aja. Lagian aku juga gak tertarik sama kamu kok." Aji tersenyum padanya dan pergi ke kamar mandi.

Monica menunggu apa yang akan dilakukan Aji ketika keluar dari kamar mandi. Tapi, ternyata yang terdengar malah guyuran air shower. Ia mandi rupanya.

Monica langsung mengambil pakaiannya dan menggantinya secepat kilat. Dibungkusnya tubuhnya dengan pakaian berlapis-lapis hingga jaket tebal.

Tidak berapa lama, Aji keluar dari kamar mandi dengan menggunakan celana pendek dan kaos dalam. Ia sibuk mengeringkan rambutnya dan kemudian menoleh pada Monica yang sedang membersihkan makeup-nya.

"Gak kepanasan kamu dek ? Bajunya sampai berlapis-lapis gitu." heran Aji.

"Biar kamu gak tergoda." jawab Monica pendek. Aji tertawa pelan mendengarnya.

"Ya sudah, terserah kamu. Aku mikir kamu bakalan capek buka semuanya pas mau mandi." Aji kembali terkekeh. Monica mengacuhkannya dan langsung pergi ke kamar mandi.

Begitu gadis itu selesai mandi, ia sedikit terkejut karena Aji sudah berbaring di kasur sambil menonton TV. Aji hanya meliriknya sekilas dan kembali menonton. Monica yang sudah membereskan dirinya, langsung mengambil beberapa bantal dari samping pria itu dan menaruhnya di sofa. Aji hanya mengamati tindakannya tanpa berkata apa-apa.

Saat Monica menarik selimutnya dan bersiap-siap untuk tidur, Aji tiba-tiba beranjak dari ranjang dan mendekatinya.

"Mau apa kau ?" tanya Monica galak.

"Anak gadis kok ngomongnya kasar ? Sana pindah ke kasur." Aji menarik tangan Monica yang terkejut.

Baru kali ini ia bersentuhan dengan pria desa ini dan ia sama sekali tidak mengira tenaganya begitu besar hingga sanggup menariknya berdiri.

Monica menatapnya bingung dan Aji langsung mengambil tempat di sofa itu. Tanpa berkata apa-apa, Aji langsung berbaring dan memejamkan mata untuk tidur. Monica hanya berdiri memandangnya.

Karena tidak mendengar pergerakan gadis itu, Aji kembali membuka matanya dan mengernyit heran.

"Ngapain kamu berdiri sambil ngeliatin aku ? Sana tidur. Mas mu ini capek seharian berdiri di pelaminan." katanya dan kembali memejamkan mata.

"Bukannya kamu tadi mau tidur di kasur ?" tanya Monica pelan. Aji hanya bergeming sedikit tanpa membuka matanya kembali.

"Mana tega aku ngeliat kamu tidur di sofa, dek. Nona besar sepertimu gak bakalan tahan tidur kayak gini." jawabnya.

Monica sedikit tersentuh mendengarnya. Ia tidak menyangka pria desa ini bisa bersikap gentleman padanya. Dipikir-pikir, Aji juga tidak memaksanya untuk seranjang. Tapi, kembali Monica menajamkan sifat kewaspadaannya pada pria itu. Mungkin dia hanya berpura-pura baik, pikir Monica dan ia langsung tertidur.

I Love You So Much, My Dear HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang