○10○

17.8K 1K 23
                                    

Keesokan paginya, kembali sebuah tinju mendarat di wajah Aji saat ia berusaha membangunkan Monica kembali.

“Kamu itu gak bisa baik-baik bangunnya ? Kemarin ditampar, hari ini ditinju. Besok apa lagi ?” Aji hampir mengamuk karena kali ini pukulan Monica luar biasa keras.

“Siapa suruh bangunin aku jam segini ??? Udah kubilang aku gak bisa bangun pagi !” balas Monica keras.

“Mas sengaja ! Kamu itu harus dibiasain bangun pagi. Jangan malas terus.” sewot Aji sambil mengelus pipinya yang memerah.

“Ngapain juga aku bangun pagi-pagi ??? Gak ada juga yang bisa kukerjain.” ketus gadis itu.

“Cari kerjaan dong. Belajar masakmu gimana ? Kalau gak belajar, mas gak mau ngajarin kamu bahasa Inggris lagi. Biar sekalian kamu gak usah ketemu ama Bryan. Mau yang mana ???” Aji mendelik padanya.

“Wah jadi ngancam nih sekarang ???” Monica memelototi Aji.

“Tidak. Cuma memberimu pilihan. Kalau mau tidur ya sudah. Jangan cari mas lagi kalo butuh bantuan.” kata pria itu sambil ngeloyor keluar kamar.
Monica langsung terkejut dan dengan cepat mengejarnya.

“Maaaasss !!! Iya deh, aku belajar !” Monica merengek padanya.

Aji berbalik dan tersenyum ke arahnya. Ia mengacak-acak rambut Monica yang sudah berantakan.

“Nah, kalo gitu 'kan bagus.” katanya. Monica hanya memanyunkan bibirnya, jengkel.

“Hayo, kenapa tuh ? Pagi-pagi kok sudah ribut ?” tanya ayah yang kebetulan lewat sambil membawa koran. Aji menoleh dan tertawa kecil.

“Biasalah, pak. Kalo gak dikasih 'jatah', Monica jadi beringas.” tawa Aji. Ia mengedip nakal pada Monica yang memberikan tatapan ancaman. Wajahnya malu luar biasa.

Pak Wiraseno tertawa keras dan meninggalkan mereka begitu saja sambil berseru, “Pengantin baru~”.

***

Dengan bersungut-sungut, pagi itu Monica berada di dapur dengan si mbok. Ia sebenarnya sangat malas melakukan hal ini kalau bukan karena membutuhkan bantuan Aji.

Dengan penuh perjuangan hingga air mata menetes-netes, gadis itu mulai mengiris bawang. Si mbok hanya bisa cekikikan melihat tingkah laku nona besar mereka.

Si mbok mengajarkan Monica membuat nasi goreng. Gadis itu menjerit-jerit saat ia melempar irisan bawang ke wajan. Percikan minyak membuatnya menjarak dari kompor sejauh mungkin.

Si mbok mengomelinya entah sudah berapa kali. Bagi mbok, Monica sudah seperti anak sendiri karena beliau yang membantu Ibu Rahayu mengasuh Monica sejak bayi.

Akhirnya, sepiring nasi goreng berwarna hitam legam tersaji di meja. Aji sudah berangkat kerja bersama ayahnya hingga Monica tidak bisa menyuruhnya untuk mencicipi.

“Lah kok gak dimakan, non ?” tanya mbok.

Monica pun mengambil sesendok dan ia langsung tersedak. Rasa gosong yang begitu kuat membuatnya langsung memuntahkan kembali apa yang dimakannya.

“Kalo kayak gini, mas Aji pasti ngomel.” gumam Monica. Si mbok ketawa mendengarnya.

“Oalah, buat tuan Aji ya ? Mbok kira cuma buat non.” si mbok kemudian menyuruh Monica untuk membuatnya kembali.

Gadis itu melakukan percobaan hingga lima kali untuk membuat sepiring nasi goreng saja. Ia sampai muak karena muntah berkali-kali akibat rasanya.

Setelah masakan yang ke-enam kalinya, barulah ia mendapatkan penampilan yang 'lumayan' untuk nasi gorengnya.

I Love You So Much, My Dear HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang