PENGAKUAN YANG MEMATAHKAN HATI

243 16 2
                                    

Gadis bertubuh jangkung itu sedari tadi terus saja memainkan rambut sebahunya dengan jari telunjuknya. Mulutnya pun sedari tadi tak henti-hentinya mengunyah permen karet yang baru saja dibelinya di mini market, sebelum dia datang ke tempat ini, atap sekolah. Tempat yang dijanjikan oleh seseorang untuknya. Tetapi, sudah hampir setengah jam berlalu orang itu belum juga datang. Membuatnya kesal bukan main. Karena seharusnya saat ini dia tengah menikmati hari liburnya dengan menonton acara tv kesukaannya, dan bukan seperti orang bodoh yang malah datang ke sekolah ketika sekolah sedang libur.

Bunyi pintu besi yang didorong, membuat tubuhnya sedikit terperanjat, karena suara deritan pintu besi berkarat itu mengeluarkan bunyi yang cukup keras. Matanya menatap laki-laki yang berjalan menghampirinya itu dengan sinis. Tetapi laki-laki itu malah tersenyum bodoh ke arahnya, bersikap seolah dia tidak melakukan kesalahan apapun.

"Jangan tersenyum," ucapnya kesal. Dia mengalihkan pandangannya ke arah pohon cemara yang menjulang tinggi di seberang bangunan, mencoba untuk tidak peduli dengan pandangan laki-laki itu, yang kini tengah memandanganya dengan sebuah senyum yang sedari tadi tak kunjung lenyap di wajahnya itu.

"Maafkan aku karena telah membuatmu menunggu," ucapnya yang kini berjalan menghampiri gadis itu, dan duduk di kursi panjang di samping gadis itu.

"Naerng, kau tidak marahkan?"

"Apa kau bodoh? Kau membuatku menunggu hampir satu jam, dan kau malah bicara sepert itu?" Naerng, itulah nama gadis itu. Dia mendecih sebal mendengar pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Jayler, sahabatnya, sekaligus... apa perlu untuk aku memberitahunya? Sepertinya tidak!Biarkan kalian yang mencari tahunya sendiri.

Jayler menghela nafasnya bosan. Dia bosan karena Naerng selalu saja marah. Padahal ini bukan masalah besar. "Aku kan sudah minta maaf," Jayler tersenyum sebal melihat Naerng yang kini menatapanya dengan tatapan marah. Seolah kini dia tengah mengolok-olok sikap Naerng yang baginya begitu kekanakan. Pemarah!

Mendegar jawaban yang terlontar dari mulut Jayler, seketika berhasil membuat emosi yang ada dalam dirinya tersulut. Naerng bangkit dari duduknya, dia berjalan menjauhi Jayler, dan berdiri beberapa langkah dari tempat Jayler duduk. "Jadi apa? Apa yang ingin kau bicarakan?"tanyanya dengan suara meninggi.

"Bantu aku," jawabnya cepat, "bantu aku untuk bisa dekat dengan Pearwah,"telinganya berdenging mendegar ucapan Jayler. Matanya memanas melihat senyuman yang terpatri lembut di bibir tipis milik Jayler. Membuat hatinya berdenyut nyeri.

"A..apa..apa maksudmu?" tanya Naerng tergagap.

"Aku menyukai Pearwah," aku Jayler pada akhirnya.

Dan tak butuh waktu lama, hatinya kini benar-benar hancur mendengar pengakuan Jayler. Hatinya benar-benar patah mengetahui bahwa Jayler ternyata menyukai Pearwah, temannya sendiri. Naerng memejamkan matanya, mencoba menetralisir perasaannya yang kini berkecamuk di hatinya.

"Kau bsa membantuku kan?" pertanyaan Jayler berhasil membuatnya tersadar. Naerng membuka matanya, dan mengerjapkan matanya berulang-ulang kali. Dia tersenyum, sebuah senyuman yang sangat aneh. Terlihat kikuk dan terasa hambar. Tetapi Jayler tak merasakan itu. Bahkan untuk sekedar mengamati senyuman Naerng yang begitu memilukan itu pun tak dia lakukan.

"Tentu saja," itulah jawaban bodoh yang keluar dari mulutnya. Naerng akui, dia tidak bisa menolak permintaan Jayler. Bahkan ketika Jayler membuatnya marah dan kesal karena telah membuatnya menunggu selama hampir satu jam, itu tidak dapat membuatnya benar-benar marah pada Jayler, setelah melihat senyuman milik laki-laki itu. Bahkan tadi, Naerng sengaja berpura-pura untuk marah, hanya karena ingin mendengar Jayler merajuk pada dirinya. Tetapi pada kenyataanna Jayler malah berkata bahwa "Aku kan sudah minta maaf," dan ucapannya terdengar seperti orang yang sedang mengolok-olok dirinya.

Mendengar jawaban Naerng berhasil membuat sebuah senyuman kembali terpatri di wajahnya. Jayler bangun dari duduknya, dia berjalan menghampiri Naerng. Tangannya merangkul pundak Naerng erat, "Sepertinya, aku harus mentraktirmu," Jayler tertawa, dan Naerng? Dia hanya tersenyum, sebuah senyum tipis, sampai akhirnya dia menganggukan kepalanya, "Kau benar, kau harus mentraktirku," suaranya terdengar serak, tercekat menahan tangis. Tetapi lagi dan lagi, Jayler hanya laki-laki bodoh yang bahkan tidak sadar dengan perubahan suara Naerng.

Jujur, dia merasakan sakit yang luar biasa. Tapi apa boleh buat? Bukankah Jayler memang tidak pernah tahu tentang perasaannya selama ini? Jadi, ini bukan kesalahan Jayler, jika dia meminta Naerng untuk membantunya dekat dengan Pearwah.

Pleaseeee voteeee....





LOVE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang