Haiii selamat siang! Ini cerita pertama aku. Aku sebenernya ga pd buat post cerita ini. Cuma kata diptavenus aku suruh dipost aja. Buat cari pengalaman katanya, hehe.
Jadi maaf ya kalo cerita aku ini abal banget. Absurd deh kayaknya. Mungkin juga banyak bertebaran typo dimana-mana. Maaf juga kalo diksi dan susunan katanya berantakan. Aku masih belajar disini.
Happy Reading. Enjoy ya!:)
-------
Hujan masih setia membahasi bumi. Dan aku juga masih setia menunggu hujan untuk berhenti. Bukan berarti aku tidak suka hujan, hanya saja hujan mengingatkan aku padanya. Ya dia. Dia yang dulu aku puja. Dan mungkin sekarang masih.
"Selamat malam, nona." sapa seseorang yang kini berdiri dihadapanku membuatku mendongakan kepala. Seorang pria kira-kira usianya lima tahun diatasku yang tersenyum manis dengan kemeja lengan panjang yang sudah tergulung hingga batas sikunya. Dua kancing atas yang sudah terbuka. Rambut yang terlihat acak-acakan menambah kesan sexy padanya. Lalu bola mata coklat legamnya membuat aku terhanyut dalam kedamaian dari tatapannya. Ciri lelaki yang selalu kupuja.
Aku terus menatapnya hingga dia berkata lagi. "Ehm, apakah nona sudah puas memperhatikanku?" ucapnya dengan alis mata terangkat satu dan tak lupa senyuman dari bibir tipis merah mudanya yang sexy. Sudah dua kali aku menyebutnya sexy, shit! sadar Cia.
"Maaf, siapa ya?" ucapku datar. "Apakah nona tidak mempersilahkanku untuk duduk?" pintanya.
Mataku lalu menyisir caffe dan terlihat masih banyak tempat yang kosong disini, lalu kenapa pria ini kemari? Batinku. "Sepertinya tempat yang lain masih ada yang kosong." ucapku masih datar dan dibalas senyuman oleh pria itu. Lalu dia menarik kursi dihadapanku dan duduk melihatku.
"Aku tahu. Tapi hanya saja aku ingin duduk disini. Apa tidak boleh?" Ya Tuhan. Suaranya kenapa bisa lembut banget si. Berasa di ninabobo-in jadinya. Please deh Cia, jangan lebay.
Aku masih tetap menatap pria asing ini dengan datar. "Boleh saja, ini tempat umum bukan? Baiklah, kalau begitu aku permisi." aku tidak akan tahan jika berlama-lama harus melihat wajahnya yang seperti malaikat tampan ini. Malaikat? Ya mungkin. Maka dari itu aku hendak berdiri untuk pergi.
"Tunggu. Bisakah kamu menemaniku, sebentar saja mungkin. Lagipula diluar hujan masih turun." ucapnya yang melihat kearah luar dan aku mengikutinya. Benar, hujan masih turun. Lebih baik aku menunggu sebentar lagi. Mungkin aku akan menghubungi pa Joe saja untuk menjemputku disini.
Aku segera mengirim pesan singkat ke pak Joe untuk menjemputku dan mungkin 15 sampai 20 menit lagi tiba. Berhubung rumahku tidak terlalu jauh dari sini. "Baiklah. Aku juga sedang menunggu jemputan." ucapku pada pria didepanku yang kini sedang memperhatikan hujan diluar.
Setelah mendengar suaraku tadi pria ini langsung melihat kearah ku. "Terimakasih nona. Sepertinya Caramel yang nona pesan sudah habis. Aku akan memesannya lagi untuk kita sembari menunggu."'
Dia memanggil pelayan lalu memesannya. "Pelayan, tolong bawakan satu gelas Coffe Caramel dan Hot Chocolate. Terimakasih." lalu pelayan itu pergi. Tau dari mana dia kalau aku memesan Caramel. "Aku memperhatikan mu sejak tadi engkau masuk sini nona. Entahlah, mataku sudah terikat oleh mu. Hingga dia hanya memperhatikan mu saja." ucapnya yang seakan tahu apa yang aku fikirkan. Aneh. "Aku tidak aneh nona. Hanya saja wajahmu transparant sekali. Aku bisa melihatnya dari kerutan dikeningmu itu" Ucapnya sambil sesekali tertawa.
"Ya terserah kau saja." ucapku ketus. "Jangan galak-galak nona." ucapnya lagi. "Berhenti memanggilku nona." bantahku lalu dia mengulurkan tangannya seperi orang yang ingin berjabat tangan. Aku melihatnya bingung.
YOU ARE READING
Unscrew
Short StoryBerisi cerita pendek. Langsung tamat. Terinspirasi dari segala hal bisa pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, film dan lagu-lagu. 60% hanya khayalan belaka. 40% benar-benar terjadi. Butuh banget saran dan komentarnya. Jadi jangan sungkan. Mungk...