Part 6

1.3K 67 2
                                    

Mataku terbuka. Sekelilingku gelap. Jantungku berdegup kencang seakan ada sesuatu yang sedang mendekat. Aku mencoba bangkit dari tempat tidurku, namun tidak bisa. Nafasku sangat cepat. Mataku mencoba melihat keadaan sekeliling, ternyata aku berada dikamarku, namun kamarku gelap, seperti mati lampu. Kulihat pintu kamar ku terbuka, ada cahaya dari luar, dari lorong kos ku. Sekuat mungkin aku merangkak, kaki ku seperti ada yang menahan. Terus mencoba ke arah pintu, untuk melihat cahaya apa yang ada disana, sambil mencoba memahami situasi yang sedang terjadi. "Apa yang terjadi padaku?!!". Aku tidak bisa bicara sedikit pun, tubuhku seperti sedang tertimpa beban yang sangat berat. Lantas aku menggapai bagian bawah pintu, mencoba menengok keluar, dan melihat kamar di ujung lorong, dekat tangga, bersinar terang. Ketika aku ingin beranjak bangu, tiba tiba terdengar suara yang sangat jelas di telingaku. "Selamat datang!". Suara itu diikuti tawa yang lirih, dan seakan berubah menjadi tangisan. Aku mencoba membaca ayat suci. Sekuat tenaga. Sekuat mungkin. Hingga akhirnya...

4 Januari

Tubuhku berkeringat. Suhu kamarku sangat panas. Ku lihat jam menunjukkan pukul 05.12. Aku bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu lalu menunaikan shalat Subuh. Setelah selesai, aku berdoa, istighfar dan berdzikir sebanyak mungkin. Aku duduk bersimpuh diatas sajadah selama 20 menit, tidak biasanya. Lalu ku bangkit dari dudukku, membuka pintu kamar, lalu melihat ke kiri, ke arah kamar yang dekat dengan tangga. Kamar yang tadinya bercahaya. Tidak ada apa-apa disana. Semua nampak biasa saja. Dari atas, kulihat sudah banyak orang berlalu lalang di jalan depan kos ku. Pak Mamat pun sudah memulai aktivitas pagi nya seperti biasa, menyapu halaman. Aku duduk di teras, menyalakan sebatang rokok serta membawa segelas air mineral. Aku mulai berpikir, apa yang tadi terjadi padaku. Aku merasakan kengerian yang sangat, yang membuatku takut, bahkan mengucapkan satu kata pun. Kejadian itu berlalu tidak lama, namun membuat diriku tegang. Kali ini aku mendengar suara yang sangat jelas. Mendengar kata yang sangat jelas. Aku semakin penasaran. Tiada hentinya aku memikirikan, mencoba mengingat wajah dan kalimat yang keluar dari mulut perempuan itu. Apakah ini hanya mimpi buruk saja? Ataukah ini pertanda suatu hal lain? Aku berharap ini tidak membawa dampak buruk bagiku.

7.25 Aku berangkat ke kantor. Perjalananku ke kantor tidak memakan waktu lama. Sesampainya disana, aku bertemu dengan Ann, yang sedang merapihkan kursi. "Hai mas Alex, udah datang. Sudah sarapan? Mau aku buatkan sarapan ngga?", seraya menyodorkan segelas sereal ke arahku. "Nanti aja Ann, aku belum lapar", sahut ku. Lantas aku duduk ke meja kerja ku. Disana sudah ada beberapa tumpuk map folio beisi proyek-proyek baru yang harus dipersiapkan dan dishare kepada klien. Aku mulai mengerjakan desain yang mereka mau dengan mencoba fokus sebisa mungkin. Dalam waktu yang sangat singkat, kantorku mendadak sibuk. Lalu-lalang pekerja tak henti-hentinya berjalan. Aku bahkan tak sempat hanya sekedar menyapa Anne atau pak Andi, pak Edward maupun pak Adrian. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sudah habis 7 sachet kopi instan aku seduh, 1 bungkus cemilan wafer coklat yang aku santap. Sudah selesai pula 4 dari 7 project yang aku kerjakan hingga aku tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 11.52. Lantas aku menyandarkan punggungku dikursi sembari menguap, meandakan ngantuk atau entah otakku kekurangan oksigen. Lalu pak Adrian berkata,"Lex, udah kelar?". "Belum pak, ini masih 40% lagi lah. Kliennya minta desain rumit banget. Kita harus banget nih pak sesuain sama persis dengan apa yang mereka mau?", jawabku. "Ya iya dong lex, kalo ngga, bisa abis kamu nanti sama pak Adi diceramahin, hahaha". Saat hampir bersamaan pak Edward juga menyambung, "Lo mau lex sendirian ngadepin klien? Gue mah ogah. Noh, tanya si Adrian, gue pernah abis-abisan didamprat sama klien gara-gara cuma beda font doang". "Yaudah, mending kita makan dulu lah sembari, biar fokus. Jangan lupa nanti minum air mineral yang banyak lex biar ngga gagal fokus, haha". Seraya bangkit dari kursi, aku bertanya ke mereka, "Pak, si Anne mana?". "Oh mungkin dia lagi keluar sama pak Adi lex. Kenapa? Kangen ya? Hahaha", jawab pak Edward. Aku menjawab, "Ah bapak bisa aja nih. Yaudah, mari pak". Lantas kami bertiga pergi ke warung makan prasmanan di seberang kantor. Disana kami bercerita seputar masalah pekerjaan. Dari obrolan itu juga aku merasa sudah cukup dekat dengan mereka. Aku mengetahui bahwa pak Adi adalah seorang duda beranak 1, pak Edward dan pak Adrian sudah menikah, Anne masih lajang, dan aku masih belum memikirkan pasangan. Namun itu tidak membuatku cemas. Aku masih muda dan masih tertarik mencari pengalaman baru. Tidak hanya di bidang pekerjaanku saat ini, aku sangat tertarik dengan kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan outdoor. Aku sangat menggemari memancing. Bagiku, mancing melatih kesabaran dan melihat peluang. Aku biasa memancing di hari libur panjang, entah itu ke laut, maupun ke danau. Kegiatan ini menjadi obat yang bisa membuat stress ku hilang.

Jam menunjukkan pukul 12.47. Aku harus kembali ke kantor. Sejenak, aku mampir ke musholla terlebih dahulu untuk menunaikan shalat Dzuhur. Sepuluh menit kemudian, aku kembali ke meja kerja untuk menlanjutkan tumpukan file yang harus ku konversi menjadi media digital. Anne sudah ada di kursinya. Sambil tersenyum, dia berkata "Mas Alex tadi cari saya?". Aku menjawab, "Oh, iya, tadi mau ngajak makan bareng sama pak Adi dan pak Edward, eh tapi kamu ngga ada". "Iya, tadi aku sama pak Adi ke kantor pusat", jawab Anne. Lalu Anne dipanggil oleh pak Adi, mungkin ada perlu, dan menandakan bahwa dia harus segera menghampiri pak Adi. Aku kembali fokus ke depan laptop. Pak Edward dan pak Adrian sudah terlebih dahulu melanjutkan pekerjaannya.

Lalu, aku mendengar suara kecil, suara perempuan, memanggilku. "Alex!".

Aku menoleh ke arah suara, namun aku tidak menemukan siapa yang memanggil. "Bapak-bapak ada yang memanggil saya?", aku bertanya kepada pak Edward dan pak Adrian. "Loh, ngga lex, kita ngga manggil. Emang pak Edward denger ada yang manggil Alex?", jawab pak Adiran. Pak Edward hanya menggeleng. Lalu aku melihat sekitar ruang kerja kami. Hanya kami bertiga disini. Anne keluar. Lantas siapa perempuan yang memanggil namaku barusan? Ah, mungkin itu hanya halusinasiku saja. Dalam sekejap, aku kembali fokus ke laptop dan coba menyelesaikan tugasku.

Malam-Malam Yang MengancamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang