[2]

23 0 0
                                    

Aku duduk. Terdiam. Aku memandangi surat tersebut. Daya khayalku? mulai bermain. "Secepat ini kah seseorang suka-umh-menaruh rasa padaku. Jika bukan tentang perasaan, namun apa artinya semua ini? Apa lagi, aku yakin sekali orang yang membuat ini semua kak musa. Dengan buk ti yang jelas pula. Pertama, hanya dia kaka OSIS yang peduli padaku, bukan peduli. Setidaknya paling mendingan baiknya dibanding kakak OSIS lainnya. Kedua. Aku melihat dengan jelas. Almamater yang iya gunakan, diatas kantongnya ada namanya "Musa Z" entah apa kepanjangannya, yang jelas ada unsur Z nya sama dengan inisial yang ada di surat ini. Yaitu Z. Apa lagi? Bukan kah bukti tersebut cukup jelas? Ummh OIYA!! Teh kotaknya!! Iya!! Teh Kotaknya sama dengan yang kak Musa minum saat dilapangan. Sangat jelas. Sangat jelas. Ini pasti kak Musa"

"Zayarine Adami?" Seseorang memanggil namaku yang membuat lamunan ku samar samar menghilang. "Hey, kok ngelamun sih?" Ucap orang tersebut lagi seraya melambaikan tangannya didepan wajah ku. "Eh, umh. Iya. Aku zayarine Adami." Jawabku sambil mengedip ngedipkanmata ku memaksa semua khayalan ku untuk pergi. "Nama gue Maudy Ravina. Panggil aja Mody. Gue bisa panggil lo siapa nih?" Ucapnya lebut seraya mengulurkan tangannya mengajak berjabat tangan. Aku menerima jabatan tangannya "Aku, biasa di panggil Arine." Jawabku singkat. "Oh, okay. Arine, tadinya gue mau ngasih lo ini. Soalnya gue ngerti banget lo pasti capek trus kepanasan gara gara dihukum kak Al tadi ya?Tapi ternyata lo udah punya ya? Kapan lo belinya Rine? Kan hukuman lo baru aja selsai. Jadi teh kotak yang pengen gue kasih ke lo tetep lo terima gak nih?" Mody datang padaku dengan teh Kotak dingin yang ia ingin berikan kepadaku beserta ribuan pertanyaan yang menghujaniku. Aku hanya tertawa renyah. "Hahaha, gapapa sini teh kotak kamu tetep aku terima. Kayanya lebih enak daripada punyaku. Soalnya punya kamu masih dingin. Eh, umh.. ini umhh aku.. eh.. umh bawa dari rumah. Makanya gadingin deh. Aku ga beli dari kantin" aku mencoba untuk membohongi Mody, dan mengambil sepucuk kertas tersebut lalu segera aku semvunyikan dibalik pinggangku sebelum Mody sadar akan keberadaab surat itu. "Oh gitu. Yaudah buruan minum mumpung masih dingin,trus masih bersih sebelum debu di ruangan ini nempel ke teh kotaknya. Lagian gue paham, lo pasti capek banget." Kata Mody seakan akan dia paham kondisiku.

Mody. Teman pertamaku di SMA. Baik,sangat perhatian,cantik, fashionable,dan sangat higenis. Mulai dari sekarang kedepan. Dia yang akan menjadi salah satu tokoh dicerita masa SMA ku yang turut memeriahkan.


Istirahat selsai. Semua berkumpul di Aula. Aku menilai, teman seperjuanganku ini adalah teman teman yang cepat belajar, cepat mengerti pula. Sejak kejadian tadi, kita semua diam. Tidak menciptakan suara gemuruh akibat perbincangan dengan berbeda pasangan dan topik untik berbincang. Hening. Kita semua menunggu kak Al akan menbuka acaranya.

"Nah gini dong. Kan enak diliatnya. Kalo udah ngumpul tuh diem,sabar tunggu aja. Kan ada center yang bakal ngomong lebih penting dibandingkan topik dari perbincangan lo semua." Ucap kak Al dengan disertai ber-smirking-ria yang membuat level ke angkuhannya naik satu tangga. Sangat kesal batin ku ini. Hh. Ditambah lagi dengan basa-basinya yang sangat tidak penting. "Gue bakal bagi dimana kelompok kalian selama MOS ini berjalan. Setiap kelompok bakal ada mentor dari kakak-kakak OSIS. Dengerin baik baik. Karna gue nyebutinnya cuma sekali dan gamau ada pengulangan. " Aku memejamkan mataku. Memaksa semua panca indraku untuk berhenti sejenak agar hanya ada satu panca indra yang akan lebih tajam aku gunakan. Yaitu telingaku. Yup. Pendengaranku. Aku berusaha mendengarkan dengan baik baik kak Al menyebut nama nama kita. Bagus. Kak Al menyebutnya dengan-sangat-amat-cepat-dengan-nada-yang-gak-jelas-ngomongnya-nyeret. Aku tetep berkonsentrasi, selama yang aku dengar kelompol 1-6 aku belum mendapati namaku disebutkan. Aku tetap berkonsentrasi untuk mendengar kelompok selanjutnya. Tapi hening. Mampus. Lah ini kenapa diem? Kak Al bisu mendadak? Apa lupa cara baca mendadak? Kelar idup udah kelar. Ancur udah ancur. Apa kelompoknya cuma 6 dan aku berhasil untuk tidak mendengar namaku sendiri. Mati. Mau ngapain ini sekarang. Aku membuka mataku. Dan melihat trmanku bertebaran mencari kelompoknya dan juga mentornya. Mati. Beneran aku gak peka sama nama aku sendiri. Agar tidak menyentrik. Aku pun berdiri. Mencoba untuk berpura-pura mencari kelompok seperti yang lainnya. Nihil. Tidak berguna sama sekali. Akhirnya semua temanku sudah duduk manis bersama kelompok dan mentornya. Bagus. Cuma aku yang berdiri,dan lagi lagi, nyentrik parah. Semua kakak OSIS tertuju pandangannya padaku. Dan kaka perempuan yang sekarang aku tau namanya yaitu Bunga, aku melihat namanya di almamaternya "waduh, si pencari onar. Ini si Zayarine itu ya? Ini Zayarine Adami atau Zayarine Onar-i ya?" Lawaknya yang sangat crispy. Baru mendapati akuBunga yang bauk sepertinya. "Kak Al, mau dong dede diperhatiin sama kak Al." Lanjutnya lagi. Entah ini sudah kelipatan yang keberapa membentuk benciku pada kak Bunga. Aku melihat ke arah lapangan. Lapangan dan matahari sudah menyiapkan lapangan untuk aku berdiri. Kak Al jalan menghampiriku. Tidak terlalu dekat, namun tidak sejauh tadi. "Lo ga denger tadi gue ngomong apa? Gue gabakal ada pengulangan." Ucap kak Al dengan sangat dingin. Entah kenapa nada suara datar nan dingin itulah yang mebuat aku bergidik takut. "Bacain ulang dong kak. Kan aku maunya kaka special memberitahunya buat akuu" timpal kak Bunga lagi yang sangat senang memanas manasi. Akhirnya kak Al mencoba untuk menbacanya lagi. Dia melihat kembali kertas tersebut. Alisnya mengkerut, raut wajah bingungnya tertampak. Aku ikut bingung. Kenapa ini? "Ternyata emang nama lo gak ada dikertas ini." HUFT. TENANG BUKAN MAIN. Aku mengucapkan swlamat tinggal dengan matahari dan lapangan, lalu bola mataku berputar menuju kak Bunga dan tersenyum. Kak Bunga acuh. Terlihat kesal. "Yaudah, Zayarine. Lo kelas kaktus kan? Teman kelompok sama teman kelas gak beda kok. Jadi lo cari mama temen kelas lo disiniItu pun kalo lo inget" ucap kak Al lalu dia berputar dan jalan kembali ke depan aula. Kak Al mencoba untuk menge-test kua kelihatannya. Tentu aku ingat. Aku sekelas dengam Mody. Akhirnya dengan percaya dirinya aku menuju kelompok yang disana ada Mody nya. "Hai mody" sapaku sambil cengengesan. "Umh.. hai Arine. Lo ngapain mhh,kok lo eh.. umh kesini?" Tanya Mody yang gugup sambil matanya melirik lirik ke arah semua kakak OSIS. "Lah? Kok nanya? Ini kelompok kaktus kan? Kamu teman kelasku kan?" Ucapku dengan wajah sumringah. "Zayarine Adami, lo salah alamat dek. Itu kelompok Teratai, bukan Kaktus HAHAHAHAHAHAHA" tawa kak Bunga yang sangat puas seakan akan dendamnya terbalaskan. Aku malu. Duduk sambil menunduk. Se isi aula ikut menertawaiku. Dari sudut aula aku melihat kak Musa jalan menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya. "Sini yuk sama gue. Gue mentor kelompok kaktus" senyumku pekat lagi. Pertama karena aku akan menemukan kelompokku, kedua mentorku adalah Kak Musa. Ketiga Kak Musa lagi lah yang perhatian padaku. "Capernya bukan cuma sama Al aja nih ya sama Musa juga. Ajarin tips handal modusnya dong dek" sindir kak Bunga yang tidak ada lelahnya menjadi kompor yang takpernah kehabisan gas. Aku berjalan menunduk. Sampai aku duduk di tempat kelompokku berada.

"Kak musa, makasih ya kak, buat...." aku ingin berterimakasih karena ia sudah memberikan teh kotak padaku. Namun ucapan ku dipotong olehnya "....makasih buat gue yang satu satunya kakak OSIS yang peduli sama lo? Iya sama sama Arine." Aku tersenyum malu sedikit tersipu. Bola mataku bertingkah. Memutar kesana kemari dan saatu menangkap ke suatu titik yaitu almamater nya diatas kantong yang ber tulisan

MUSA Z

Musa Z (yang entah apapun itu kepanjangannya) aku yakin, surat itu dari kamu,

kak Musa.


Z LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang